Pada triwulan II 2015 ini, Bank Jabar Banten (BJB) berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 582 miliar atau meningkat 21.8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Faktor utama penyumbang laba bersih Bank BJB berasal dari pendapatan bunga bersih yang tumbuh 10 persen (y-o-y) serta program pemulihan kredit (credit recovery) yang berhasil menurunkan kredit macet (NPL) menjadi sebesar 3,6 persen. “Seiring dengan meningkatnya laba, total aset Bank BJB per 30 Juni 2015 lalu juga mengalami kenaikan sebesar 22,1 persen y-o-y hingga mencapai Rp 95,9 triliun,” ujar Direktur Utama Bank BJB, Ahmad Irfan di Bandung, Jumat (31/7/2015).
Ahmad Irfan menjelaskan, kenaikan aset dikontribusi kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 32,4 persen sehingga total DPK yang berhasil dihimpun oleh bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten BJBR ini tercatat sebesar Rp 82,7 triliun.
Kemampuan Bank BJB dalam meningkatkan profitabilitas juga tidak terlepas dari pengelolaan biaya operasional yang sehat serta kenaikan pendapatan bukan bunga (fee based income) yang tumbuh sebesar 29,3 persen. Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi pun dilaksanakan dengan baik seiring dengan pertumbuhan kredit secara konsolidasi yang mencapai 11 persen atau berada di atas pertumbuhan kredit perbankan yang hanya tumbuh 10,5 persen. “Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, Bank BJB akan senantiasa berupaya menciptakan pertumbuhan profit yang tinggi dan berkelanjutan sehingga diharapkan hal tersebut akan membawa Bank pada posisi yang lebih kokoh dan memberikan value added yang optimal bagi para shareholdermaupun stakeholder,” ungkap Ahmad Irfan.
Adapun kredit konsumer masih mendominasi portofolio kredit yang disalurkan Bank BJB sepanjang triwulan kedua tahun 2015. Dari total kredit yang disalurkan pada periode tersebut atau sebanyak Rp 52,2 triliun, komposisi kredit konsumer mencapai 69 persen dari total kredit. Pertumbuhannya meningkat 14,8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kredit konsumer juga akan terus dipertahankan sebagai captive market BUMD tersebut. Adapun strategi dan kebijakan BJB di tahun 2015 ini tetap fokus untuk memperkuat pondasi yang kokoh khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur IT serta SDM dalam rangka menunjang ekspansi bisnis di tahun-tahun mendatang. Bank BJB juga fokus meningkatkan kualitas layanan dengan peningkatan e-banking serta meningkatkan cross sellingdan integrated marketing guna meningkatkan market share DPK.
Friday, July 31, 2015
7.000 Karyawan di Jabar Terancam PHK
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyatakan, pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi akibat kondisi perekonomian Indonesia yang terus melemah. PHK besar diperkirakan terjadi pasca Lebaran ini. “PHK dan tidak perpanjang kontrak sudah terjadi. Di Cimahi, ada sekitar 850 pegawai yang di PHK,” ujar Ketua Apindo Jabar, Dedy Widjaja melalui saluran teleponnya, Jumat (31/7/2015).
Dedy menjelaskan, 850 pegawai itu hanya di Cimahi. Sedangkan di seluruh Jabar, ia memperkirakan pegawai yang dipecat atau kontraknya tidak diperpanjang diperkirakan mencapai 6.000-7.000 orang. Namun, ia tidak bisa menyebutkan perusahaan mana saja yang melakukan PHK. “Perusahaan sensitif sekali dalam masalah PHK, pengurangan jam kerja, perumahan, dan lainnya,” ungkapnya.
Informasi yang berhubungan dengan karyawan sangat berpengaruh pada kepercayaan konsumen, vendor, penyuplai bahan baku, hingga perbankan. Misalnya jika konsumen mengetahui salah satu perusahaan memecat karyawannya dalam jumlah besar maka kepercayaannya akan berkurang.
Begitupun dengan perbankan, perusahaan tersebut akan kesulitan memperoleh kredit jika perusahaan tersebut mem-PHK banyak orang. “Itulah mengapa perusahaan sangat tertutup dengan informasi kekaryawanannya. Tapi saya perkirakan yang tidak lagi dipekerjakan setelah Lebaran ini di Jabar sekitar 6.000-7.000 orang,” katanya.
Dedy mengatakan, yang terpuruk akibat kondisi ekonomi di Indonesia bukan hanya terjadi di sector tekstil ataupun garmen. Contohnya, pertambangan seperti batu bara, nikel, kuningan, nilainya jatuh. Begitupun dengan perkebunan seperti sawit, teh, dan karet juga jatuh dan merugi. Pembeli dari dalam negeri tidak ada sehingga mereka menggenjot ekspor yang menggunakan harga internasional. “Kami ataupun pemerintah tidak berdaya mengatur harga internasional,” tuturnya.
Karena itu, solusi paling cepat saat ini adalah segera mencairkan dana dalam negeri, terutama untuk infrastruktur. Dedy mengungkapkan, pengunaan local content dalam infrastruktur sangat tinggi, sehingga bisa menjadi daya pangangkat ekonomi dalam negeri. Mengenai perbaikan ekonomi ke depan, Dedy mengaku belum melihat ada titik terang. Untuk itu, ia menyarankan presiden segera memperbaiki kinerja dengan melakukan reshuffle menteri yang kinerjanya kurang.
Dedy menjelaskan, 850 pegawai itu hanya di Cimahi. Sedangkan di seluruh Jabar, ia memperkirakan pegawai yang dipecat atau kontraknya tidak diperpanjang diperkirakan mencapai 6.000-7.000 orang. Namun, ia tidak bisa menyebutkan perusahaan mana saja yang melakukan PHK. “Perusahaan sensitif sekali dalam masalah PHK, pengurangan jam kerja, perumahan, dan lainnya,” ungkapnya.
Informasi yang berhubungan dengan karyawan sangat berpengaruh pada kepercayaan konsumen, vendor, penyuplai bahan baku, hingga perbankan. Misalnya jika konsumen mengetahui salah satu perusahaan memecat karyawannya dalam jumlah besar maka kepercayaannya akan berkurang.
Begitupun dengan perbankan, perusahaan tersebut akan kesulitan memperoleh kredit jika perusahaan tersebut mem-PHK banyak orang. “Itulah mengapa perusahaan sangat tertutup dengan informasi kekaryawanannya. Tapi saya perkirakan yang tidak lagi dipekerjakan setelah Lebaran ini di Jabar sekitar 6.000-7.000 orang,” katanya.
Dedy mengatakan, yang terpuruk akibat kondisi ekonomi di Indonesia bukan hanya terjadi di sector tekstil ataupun garmen. Contohnya, pertambangan seperti batu bara, nikel, kuningan, nilainya jatuh. Begitupun dengan perkebunan seperti sawit, teh, dan karet juga jatuh dan merugi. Pembeli dari dalam negeri tidak ada sehingga mereka menggenjot ekspor yang menggunakan harga internasional. “Kami ataupun pemerintah tidak berdaya mengatur harga internasional,” tuturnya.
Karena itu, solusi paling cepat saat ini adalah segera mencairkan dana dalam negeri, terutama untuk infrastruktur. Dedy mengungkapkan, pengunaan local content dalam infrastruktur sangat tinggi, sehingga bisa menjadi daya pangangkat ekonomi dalam negeri. Mengenai perbaikan ekonomi ke depan, Dedy mengaku belum melihat ada titik terang. Untuk itu, ia menyarankan presiden segera memperbaiki kinerja dengan melakukan reshuffle menteri yang kinerjanya kurang.
Citilink Raih Laba Bersih 1,46 Juta Dollar AS per Semester I-2015
Maskapai penerbangan Citilink sepanjang semester I-2015 meraih keuntungan bersih (net profit) sebesar 1,46 juta dolar atau Rp19,5 miliar (dengan kurs Rp13.400 per dolar AS), dibanding periode yang sama 2014 yang merugi 15,95 dolar AS atau Rp 213,7 miliar.
President & CEO Citilink Albert Burhan dalam keterangan resminya mengatakan, perolehan laba bersih itu lantaran program efisiensi ketat, inovasi layanan beserta perluasan jaringan kerjasama.
“Bisa dikatakan Citilink memberikan kontribusi cukup besar bagi pertumbuhan Garuda Indonesia Group sehingga semakin memperlihatkan Citilink sebagai anak perusahaan yang unggul,” kata Albert dalam keterangan resminya Jumat (31/7/2015).
Dari sisi pendapatan usaha Citilink berhasil meraup Rp 2,98 triliun, atau meningkat 28,1 persen dari periode yang sama pada 2014 yang mencapai Rp2,32 triliun. Sementara itu, aset Citilink juga meningkat dari Rp1,83 triliun pada semester I tahun 2014 menjadi Rp2,76 triliun atau meningkat 51,1 persen. Ekuitas perusahaan menjadi positif, yaitu sebesar Rp188,8 miliar dari sebelumnya yang mengalami defisiensi modal.
Albert menambahkan, jumlah pesawat yang dioperasikan Citilink bertambah 40 persen dari 25 pesawat menjadi 35 pesawat Airbus tipe A320, sehingga menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan usaha di tahun-tahun mendatang.
Dari sisi biaya operasional, Citilink berhasil melakukan pengetatan biaya sehingga biaya operasional hanya naik 13,7 persen.
President & CEO Citilink Albert Burhan dalam keterangan resminya mengatakan, perolehan laba bersih itu lantaran program efisiensi ketat, inovasi layanan beserta perluasan jaringan kerjasama.
“Bisa dikatakan Citilink memberikan kontribusi cukup besar bagi pertumbuhan Garuda Indonesia Group sehingga semakin memperlihatkan Citilink sebagai anak perusahaan yang unggul,” kata Albert dalam keterangan resminya Jumat (31/7/2015).
Dari sisi pendapatan usaha Citilink berhasil meraup Rp 2,98 triliun, atau meningkat 28,1 persen dari periode yang sama pada 2014 yang mencapai Rp2,32 triliun. Sementara itu, aset Citilink juga meningkat dari Rp1,83 triliun pada semester I tahun 2014 menjadi Rp2,76 triliun atau meningkat 51,1 persen. Ekuitas perusahaan menjadi positif, yaitu sebesar Rp188,8 miliar dari sebelumnya yang mengalami defisiensi modal.
Albert menambahkan, jumlah pesawat yang dioperasikan Citilink bertambah 40 persen dari 25 pesawat menjadi 35 pesawat Airbus tipe A320, sehingga menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan usaha di tahun-tahun mendatang.
Dari sisi biaya operasional, Citilink berhasil melakukan pengetatan biaya sehingga biaya operasional hanya naik 13,7 persen.
Lion Air Hengkang dari Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional
Ketua Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Arif Wibowo membenarkan kabar hengkangnya Lion Air dari keanggotaan INACA.
Hal tersebut diungkapkan Arif seusai menghadiri acara halalbihalal di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Jumat (31/7/2015). "Iya benar (Lion Air keluar dari INACA)," ujar Arif, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, kepada wartawan.
Namun, bos Garuda itu enggan mengungkapkan alasan Lion Air memutuskan untuk hengkang dari INACA. "Oh, tanya ke Lion-lah. Tanya ke Lion, kok ke saya," kata dia. Sementara itu, Direktur Oprasional dan Airport Service Lion Air Daniel Putut membenarkan pernyataan INACA itu saat dikonfirmasi. Namun, dia enggan menjelaskan alasan Lion Air hengkang dari INACA.
"Iya betul, tetapi saya tidak bisa menjelaskan karena bukan kewenangan saya, itu urusan Pak Edo (Direktur Umum Lion Air Edward Sirait)," kata Daniel.
Hal tersebut diungkapkan Arif seusai menghadiri acara halalbihalal di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Jumat (31/7/2015). "Iya benar (Lion Air keluar dari INACA)," ujar Arif, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, kepada wartawan.
Namun, bos Garuda itu enggan mengungkapkan alasan Lion Air memutuskan untuk hengkang dari INACA. "Oh, tanya ke Lion-lah. Tanya ke Lion, kok ke saya," kata dia. Sementara itu, Direktur Oprasional dan Airport Service Lion Air Daniel Putut membenarkan pernyataan INACA itu saat dikonfirmasi. Namun, dia enggan menjelaskan alasan Lion Air hengkang dari INACA.
"Iya betul, tetapi saya tidak bisa menjelaskan karena bukan kewenangan saya, itu urusan Pak Edo (Direktur Umum Lion Air Edward Sirait)," kata Daniel.
Rupiah Kembali Terpuruk Ke Level Rp. 13.539
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada hari ini, Jumat (31/7/2015), makin terpuruk dan menembus level Rp 13.539 per dollar AS. Nilai tersebut kembali menempatkan rupiah pada level terendah sejak krisis tahun 1998 silam. Menanggapi hal itu, Bank Indonesia menjelaskan, pelemahan rupiah tidak lepas dari rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya.
"Kondisi (rupiah) yang sekarang ini kalaupun sedikit lemah karena penguatan dollar AS karena kemungkinan Fed fund rate (suku bunga acuan AS) meningkat," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (31/7/2015). Menurut dia, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS itu sangat kuat seusai rapat pimpinan bank sentral AS. Hasil rapat itu, kata Agus, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS naik 2,3 persen pada kuartal II-2015. Dibandingkan kuartal tahun lalu, lanjut dia, pertumbuhan AS itu sangat baik.
"Ini yang membuat banyak orang menduga bahwa Fed fund rateakan naik dan ekonomi Indonesia membaik," kata dia. Tak cuma itu, rupiah juga tertekan oleh faktor dalam negeri. Setiap akhir bulan, kebutuhan dollar AS selalu meningkat karena banyak perusahaan berkewajiban membayar utang valas. Meski begitu, lanjut dia, BI akan selalu melakukan pengawasan terhadap volatilitas rupiah.
Kondisi pasar modal dan pasar keuangan pada perdagangan akhir pekan ini berbeda 180 derajat. Di Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melaju hingga menembus level psikologis 4.800. Sedangkan rupiah di pasar spot, makin terpuruk hingga menembus level Rp 13.500. IHSG ditutup Jumat (31/7/2015) melonjak 90,04 poin(1.91 persen) pada 4.802,553. Tercatat 174 saham nai, 98 saham turun, dan 99 saham stagan. Adapun nilai transaksi mencapai Rp 5,85 triliun dengan volume 5,1 miliar lot saham, Adapun indeks LQ 45 menguat 2,5 persen. Indeks yang beranggotakan 45 saham unggulan di BEI ini berakhir pada 813,09.
Saham-saham yang menjadi penopang laju indeks hari ini di antaranya UNVR yang melejit 3,89 persen menjadi Rp 40.000, kemudian TLKM naik 2,43 persen ke posisi Rp 2,940, ASII menguat 1,14 persen menjadi Rp 6.650, dan BBCA bertambah 2,34 persen menjadi Rp 13.100.
Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada akhir pekan ini semakin tersudut. Data Bloomberg sore ini menunjukkan, mata uang Garuda di pasar spot anjlok ke posisi Rp 13.539 per dollar AS, dibandingkan penutupan kemarin pada 13.458,3. Nilai tersebut, kembali menempatkan rupiah pada level terendah sejak krisis tahun 1998 silam.
Tercatat pada tanggal 17 Juni 1998, rupiah pernah berada di puncak rekor terlemah pada Rp 16.650 per dollar AS. Adapun kurs tengah Bank Indonesia hari ini berada di posisi Rp 13.481 per dollar AS, melemah dibandingkan sebelumnya pada 13.468.
"Kondisi (rupiah) yang sekarang ini kalaupun sedikit lemah karena penguatan dollar AS karena kemungkinan Fed fund rate (suku bunga acuan AS) meningkat," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (31/7/2015). Menurut dia, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS itu sangat kuat seusai rapat pimpinan bank sentral AS. Hasil rapat itu, kata Agus, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS naik 2,3 persen pada kuartal II-2015. Dibandingkan kuartal tahun lalu, lanjut dia, pertumbuhan AS itu sangat baik.
"Ini yang membuat banyak orang menduga bahwa Fed fund rateakan naik dan ekonomi Indonesia membaik," kata dia. Tak cuma itu, rupiah juga tertekan oleh faktor dalam negeri. Setiap akhir bulan, kebutuhan dollar AS selalu meningkat karena banyak perusahaan berkewajiban membayar utang valas. Meski begitu, lanjut dia, BI akan selalu melakukan pengawasan terhadap volatilitas rupiah.
Kondisi pasar modal dan pasar keuangan pada perdagangan akhir pekan ini berbeda 180 derajat. Di Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melaju hingga menembus level psikologis 4.800. Sedangkan rupiah di pasar spot, makin terpuruk hingga menembus level Rp 13.500. IHSG ditutup Jumat (31/7/2015) melonjak 90,04 poin(1.91 persen) pada 4.802,553. Tercatat 174 saham nai, 98 saham turun, dan 99 saham stagan. Adapun nilai transaksi mencapai Rp 5,85 triliun dengan volume 5,1 miliar lot saham, Adapun indeks LQ 45 menguat 2,5 persen. Indeks yang beranggotakan 45 saham unggulan di BEI ini berakhir pada 813,09.
Saham-saham yang menjadi penopang laju indeks hari ini di antaranya UNVR yang melejit 3,89 persen menjadi Rp 40.000, kemudian TLKM naik 2,43 persen ke posisi Rp 2,940, ASII menguat 1,14 persen menjadi Rp 6.650, dan BBCA bertambah 2,34 persen menjadi Rp 13.100.
Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada akhir pekan ini semakin tersudut. Data Bloomberg sore ini menunjukkan, mata uang Garuda di pasar spot anjlok ke posisi Rp 13.539 per dollar AS, dibandingkan penutupan kemarin pada 13.458,3. Nilai tersebut, kembali menempatkan rupiah pada level terendah sejak krisis tahun 1998 silam.
Tercatat pada tanggal 17 Juni 1998, rupiah pernah berada di puncak rekor terlemah pada Rp 16.650 per dollar AS. Adapun kurs tengah Bank Indonesia hari ini berada di posisi Rp 13.481 per dollar AS, melemah dibandingkan sebelumnya pada 13.468.
Perusahaan Perminyakan Pangkas 12.500 Karyawan Karena Penurunan Harga Minyak
Perusahaan minyak asal Belanda Royal Dutch Shell akan memangkas 6.500 karyawan pada tahun ini. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan minyak lainnya asal Inggris, Centrica yang akan mengurangi 6.000 karyawannya. Gelombang PHK masih terjadi di industri minyak, sebagai akibat anjloknya harga minyak tahun ini. Seperti dilansir , Jumat (31/7/2015), harga minyak saat ini masih di bawah US$ 49 per barel.
Revolusi energi, stok miyak Amerika Serikat, hingga produksi negara-negara OPEC, membuat dunia mengalami kelebihan pasokan minyak. Apalagi, ekspor minyak dari Iran yang lebih banyak seiring dicabutnya sanksi dari dunia barat akan lebih menekan harga minyak global.
"Hari ini harga minyak turun, penurunan ini bisa berlangsung selama beberapa tahun," kata CEO Ben van Beurden dalam pernyataannya.
Laba Shell pada Kuartal II-2015 juga mengalami penurunan cukup tajam. Shell akan mengambil risiko dengan tetap melakukan investasi sekitar US$ 3 miliar untuk investasi tahun ini. Hal ini direspons positif oleh investor, yang membuat saham Shell naik 2,5% di perdagangan saham di London.
Sejumlah perusahaan minyak lainnya juga berencana memotong investasi dan memangkas pekerjaan, karena anjloknya harga minyak. Centrica, pemilik British Gas mengatakan, pihaknya meninjau kembali rencana eksplorasi dan produksi sumur minyak. Dan lebih memfokuskan peningkatan pelayanan sektor hilir seperti distribusi gas dan energi bisnisnya sebagai gantinya.
Saham Centrica turun 2,2% di perdagangan saham London.
Revolusi energi, stok miyak Amerika Serikat, hingga produksi negara-negara OPEC, membuat dunia mengalami kelebihan pasokan minyak. Apalagi, ekspor minyak dari Iran yang lebih banyak seiring dicabutnya sanksi dari dunia barat akan lebih menekan harga minyak global.
"Hari ini harga minyak turun, penurunan ini bisa berlangsung selama beberapa tahun," kata CEO Ben van Beurden dalam pernyataannya.
Laba Shell pada Kuartal II-2015 juga mengalami penurunan cukup tajam. Shell akan mengambil risiko dengan tetap melakukan investasi sekitar US$ 3 miliar untuk investasi tahun ini. Hal ini direspons positif oleh investor, yang membuat saham Shell naik 2,5% di perdagangan saham di London.
Sejumlah perusahaan minyak lainnya juga berencana memotong investasi dan memangkas pekerjaan, karena anjloknya harga minyak. Centrica, pemilik British Gas mengatakan, pihaknya meninjau kembali rencana eksplorasi dan produksi sumur minyak. Dan lebih memfokuskan peningkatan pelayanan sektor hilir seperti distribusi gas dan energi bisnisnya sebagai gantinya.
Saham Centrica turun 2,2% di perdagangan saham London.
Produsen Popok Bayi Jepang Tambah Investasi Rp 109 M Di Indonesia
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) baru saja melakukan lawatan ke Jepang selama 3 hari, yakni mulai 28-30 Juli 2015. Hasil dari lawatan itu, BKPM berhasil menarik investor baru asal Jepang ke Indonesia. Kepala BKPM, Franky Sibarani mengatakan, pihaknya mengidentifikasi adanya minat investasi hingga US$ 641,9 juta atau setara Rp 8,66 triliun (US$1 setara Rp 13.500) dari hasil lawatan kemarin.
Investasi yang masuk terdiri dari US$ 134,9 juta untuk perluasan investasi existing dan US$ 507 juta sebagai investasi baru yang akan masuk ke Indonesia. Investor Jepang akan menambah investasi ke sektor industri popok bayi hingga US$ 8,1 juta atau senilai Rp 109 miliar, industri conveyor belt sebesar US$ 54,2 juta dan industri wire harness sebanyak US$ 72,6 juta.
"Sementara itu, untuk minat investasi yang baru akan masuk ke Indonesia meliputi industri pengolahan rumput laut US$ 2 juta, industri komponen otomotif US$ 2,5 juta, sektor ketenagalistrikan US$ 500 juta dan industri boiler sebesar US$ 2,5 juta,” kata Franky dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2015).
Franky optimis minat investasi tersebut bisa segera terealisasi.
"Merujuk kepada rasio realisasi investasi Jepang dibandingkan rencana investasinya sepanjang 2005-2014 sudah mencapai 62,5%," jelasnya. Apabila minat investasi tersebut dapat terealisasi, maka ada banyak tenaga kerja langsung sebanyak 10.475 orang yang bisa terserap. Penyerapan tenaga kerja ini terdiri dari industri komponen otomotif 10.000 orang, industri popok bayi 220 orang, industri conveyor belt 100 orang, industri pengolahan rumput laut 55 orang dan industri boiler 100 orang.
BKPM mencatat realisasi investasi Jepang di Indonesia sepanjang 2010 hingga semester I-2015 mencapai US$ 13,68 miliar. Investasi asal Jepang ke Indonesia masuk urutan nomer 2, setelah Singapura.
Dalam 5 tahun terakhir, investasi Jepang di Indonesia masuk ke industri alat angkutan dan transportasi lainnya (53%), industri logam, mesin dan elektronik (17%), industri kimia dan farmasi (7%), serta industri makanan dan tekstil (masing-masing 4%). Sedangkan, realisasi investasi Jepang selama semester 1 2015 sebanyak Rp 19,72 triliun. Penyerapan ini meningkat jika dibandingkan dengan realisasi investasi Jepang untuk Semester 1 2014 yang hanya Rp 16,19 triliun.
Investasi yang masuk terdiri dari US$ 134,9 juta untuk perluasan investasi existing dan US$ 507 juta sebagai investasi baru yang akan masuk ke Indonesia. Investor Jepang akan menambah investasi ke sektor industri popok bayi hingga US$ 8,1 juta atau senilai Rp 109 miliar, industri conveyor belt sebesar US$ 54,2 juta dan industri wire harness sebanyak US$ 72,6 juta.
"Sementara itu, untuk minat investasi yang baru akan masuk ke Indonesia meliputi industri pengolahan rumput laut US$ 2 juta, industri komponen otomotif US$ 2,5 juta, sektor ketenagalistrikan US$ 500 juta dan industri boiler sebesar US$ 2,5 juta,” kata Franky dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2015).
Franky optimis minat investasi tersebut bisa segera terealisasi.
"Merujuk kepada rasio realisasi investasi Jepang dibandingkan rencana investasinya sepanjang 2005-2014 sudah mencapai 62,5%," jelasnya. Apabila minat investasi tersebut dapat terealisasi, maka ada banyak tenaga kerja langsung sebanyak 10.475 orang yang bisa terserap. Penyerapan tenaga kerja ini terdiri dari industri komponen otomotif 10.000 orang, industri popok bayi 220 orang, industri conveyor belt 100 orang, industri pengolahan rumput laut 55 orang dan industri boiler 100 orang.
BKPM mencatat realisasi investasi Jepang di Indonesia sepanjang 2010 hingga semester I-2015 mencapai US$ 13,68 miliar. Investasi asal Jepang ke Indonesia masuk urutan nomer 2, setelah Singapura.
Dalam 5 tahun terakhir, investasi Jepang di Indonesia masuk ke industri alat angkutan dan transportasi lainnya (53%), industri logam, mesin dan elektronik (17%), industri kimia dan farmasi (7%), serta industri makanan dan tekstil (masing-masing 4%). Sedangkan, realisasi investasi Jepang selama semester 1 2015 sebanyak Rp 19,72 triliun. Penyerapan ini meningkat jika dibandingkan dengan realisasi investasi Jepang untuk Semester 1 2014 yang hanya Rp 16,19 triliun.
Produsen Sepatu Nike Akan Ekspansi Pabrik Ke Majalengka
Produsen sepatu merek Nike di Balaraja, Tangerang, PT Adis Dimension Footwear saat ini sedang membangun pabrik baru di Majalengka, Jawa Barat. Pabrik senilai US$ 60 juta ini bisa memproduksi sepatu Nike sebanyak 10 juta pasang sepatu. Chairman Adis, Harijanto mengatakan, saat ini, pabrik tersebut masih dalam tahap pengerjaan konstruksi. Meski begitu, sudah ada aktivitas kerja di pabrik yang membuat sepatu bermerek terkenal itu.
"Under construction, sekarang tapi sedang ada yang training," tuturnya di lokasi pabrik Adis di Balaraja, Tangerang, Banten, Jumat (31/7/2015). Dia mengatakan, pabrik tersebut bakal mempunyai kapasitas 10 juta pasang sepatu per tahun. Dengan begitu, seluruh total kapasitas produksi sepatu Nike buatan Adis mencapai 30 juta per tahun.
"Investasinya sekitar US$ 50-60 juta," jelasnya. Dengan dibangunnya pabrik tersebut, lanjut Harijanto, tenaga kerja juga akan banyak diserap, mengingat, sektor industri alas kaki adalah salah satu sektor industri padat karya selain tekstil dan produk tekstil.
"Targetnya sampai 10.000 orang tenaga kerja. Kalau 10 juta pasang ya 10.000. Begitu saja," tambah Harijanto. Namun dia belum bisa menyebutkan kapan pabrik ini akan beroperasi secara penuh dan optimal. "Itu proyek jangka panjang," katanya. Di tempat yang sama, Menteri Saleh Husin mengapresiasi langkah dari Adis untuk terus berekspansi di sektor industri alas kaki. Dia berharap, langkah yang sama juga dilakukan oleh industri-industri lain di Indonesia.
"Saya harap ini juga bisa menjadi pemicu untuk yang lain, tak hanya Adis saja," kata Saleh.
Investasi industri alas kaki tercatat cenderung naik setiap tahunnya. Pada tiga tahun terakhir (2011–2014), kenaikan rata-rata mencapai 4,74%. Pada tahun 2014, nilai investasi di sektor industri alas kaki sebesar Rp. 10,7 triliun atau naik sekitar 1,25% dibanding tahun sebelumnya, dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 643 ribu orang.
Di samping itu, nilai perdagangannya terus meningkat dengan rata-rata nilai surplus dalam lima tahun terakhir yang mencapai US$ 2,84 miliar. Pada akhir tahun 2014, surplus perdagangan produk alas kaki sebesar US$ 3,7 miliar.
Beberapa program peningkatan daya saing industri alas kaki antara lain memfasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual desain alas kaki dalam negeri, harmonisasi sistem perpajakan keluaran dan pajak masukan dikaitkan dengan jangka waktu restitusi dan pengembangan branding shoes nasional.
Selain di Indonesia, pabrik sepatu Nike juga dibuat di negara-negara lain termasuk Asia. Di Asia, ada sejumlah negara yang memproduksi sepatu bermerek terkenal ini, contohnya Vietnam dan China. Apa bedanya? Salah satu produsen sepatu Nike di Indonesia adalah PT Adis Dimension Footwear, yang berlokasi di Balaraja, Tangerang. Chairman Adis, Harijanto menganggap dua negara tersebut adalah saingannya.
"Kita saingannya cuma dua negara itu, soal garmen dan sepatu itu. Kita cost production lebih mahal, tapi kalau dengan China kita hampir sama," tuturnya kala ditemui di lokasi pabrik, Jumat (31/7/2015). Dia mengatakan, ada beberapa hal yang membuat biaya produksi di Indonesia cukup tinggi, di antaranya insentif yang diberikan pemerintah, hingga produktivitas. Biaya produksi yang mahal, lanjut Harijanto, berdampak pada harga sepatu.
"Kalau dengan Vietnam dia lebih murah, sekitar 10-15%," katanya.
Tapi jika dilihat berdasarkan kualitas produk, sepatu buatan Indonesia tak bisa dianggap sebelah mata. Menurutnya, produk sepatu Nike buatan Tangerang ini kualitasnya lebih baik. "Keunggulan kita itu di kualitas jahit. Workmanship kita lebih rapi. Di sana memang cepat produktivitas tinggi, kita tertinggal, tapi output dari itu kualitas kita lebih baik," tuturnya.
Direktur Manufaktur Adis, Dedi Nuryadi mengatakan hal senada. Dia menyebutkan, kualitas sebenarnya sudah ditentukan pemegang merek, yang diberi nama Manufacturing Index Score. Standar yang biasa disebut MI Score tersebut dibagi menjadi 4 kriteria, yakni yang terjelek Red, Bronze, Silver hingga yang terbaik adalah Gold. "Kita sekarang di Silver, kita sedang menuju ke Gold, nanti bisa Gold," tutupnya.
"Under construction, sekarang tapi sedang ada yang training," tuturnya di lokasi pabrik Adis di Balaraja, Tangerang, Banten, Jumat (31/7/2015). Dia mengatakan, pabrik tersebut bakal mempunyai kapasitas 10 juta pasang sepatu per tahun. Dengan begitu, seluruh total kapasitas produksi sepatu Nike buatan Adis mencapai 30 juta per tahun.
"Investasinya sekitar US$ 50-60 juta," jelasnya. Dengan dibangunnya pabrik tersebut, lanjut Harijanto, tenaga kerja juga akan banyak diserap, mengingat, sektor industri alas kaki adalah salah satu sektor industri padat karya selain tekstil dan produk tekstil.
"Targetnya sampai 10.000 orang tenaga kerja. Kalau 10 juta pasang ya 10.000. Begitu saja," tambah Harijanto. Namun dia belum bisa menyebutkan kapan pabrik ini akan beroperasi secara penuh dan optimal. "Itu proyek jangka panjang," katanya. Di tempat yang sama, Menteri Saleh Husin mengapresiasi langkah dari Adis untuk terus berekspansi di sektor industri alas kaki. Dia berharap, langkah yang sama juga dilakukan oleh industri-industri lain di Indonesia.
"Saya harap ini juga bisa menjadi pemicu untuk yang lain, tak hanya Adis saja," kata Saleh.
Investasi industri alas kaki tercatat cenderung naik setiap tahunnya. Pada tiga tahun terakhir (2011–2014), kenaikan rata-rata mencapai 4,74%. Pada tahun 2014, nilai investasi di sektor industri alas kaki sebesar Rp. 10,7 triliun atau naik sekitar 1,25% dibanding tahun sebelumnya, dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 643 ribu orang.
Di samping itu, nilai perdagangannya terus meningkat dengan rata-rata nilai surplus dalam lima tahun terakhir yang mencapai US$ 2,84 miliar. Pada akhir tahun 2014, surplus perdagangan produk alas kaki sebesar US$ 3,7 miliar.
Beberapa program peningkatan daya saing industri alas kaki antara lain memfasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual desain alas kaki dalam negeri, harmonisasi sistem perpajakan keluaran dan pajak masukan dikaitkan dengan jangka waktu restitusi dan pengembangan branding shoes nasional.
Selain di Indonesia, pabrik sepatu Nike juga dibuat di negara-negara lain termasuk Asia. Di Asia, ada sejumlah negara yang memproduksi sepatu bermerek terkenal ini, contohnya Vietnam dan China. Apa bedanya? Salah satu produsen sepatu Nike di Indonesia adalah PT Adis Dimension Footwear, yang berlokasi di Balaraja, Tangerang. Chairman Adis, Harijanto menganggap dua negara tersebut adalah saingannya.
"Kita saingannya cuma dua negara itu, soal garmen dan sepatu itu. Kita cost production lebih mahal, tapi kalau dengan China kita hampir sama," tuturnya kala ditemui di lokasi pabrik, Jumat (31/7/2015). Dia mengatakan, ada beberapa hal yang membuat biaya produksi di Indonesia cukup tinggi, di antaranya insentif yang diberikan pemerintah, hingga produktivitas. Biaya produksi yang mahal, lanjut Harijanto, berdampak pada harga sepatu.
"Kalau dengan Vietnam dia lebih murah, sekitar 10-15%," katanya.
Tapi jika dilihat berdasarkan kualitas produk, sepatu buatan Indonesia tak bisa dianggap sebelah mata. Menurutnya, produk sepatu Nike buatan Tangerang ini kualitasnya lebih baik. "Keunggulan kita itu di kualitas jahit. Workmanship kita lebih rapi. Di sana memang cepat produktivitas tinggi, kita tertinggal, tapi output dari itu kualitas kita lebih baik," tuturnya.
Direktur Manufaktur Adis, Dedi Nuryadi mengatakan hal senada. Dia menyebutkan, kualitas sebenarnya sudah ditentukan pemegang merek, yang diberi nama Manufacturing Index Score. Standar yang biasa disebut MI Score tersebut dibagi menjadi 4 kriteria, yakni yang terjelek Red, Bronze, Silver hingga yang terbaik adalah Gold. "Kita sekarang di Silver, kita sedang menuju ke Gold, nanti bisa Gold," tutupnya.
Laba Perusahaan Kosmetik PT Mandom lndonesia Tbk Meroket 435,8 Persen
Perusahaan komestik PT Mandom lndonesia Tbk mengalami pertumbuhan laba bersih mencapai 435,8 persen menjadi Rp 505,9 miliar pada semester I tahun ini secara tahunan karena menjual kantor dan pabrik. Hingga kuartal kedua 2015, Mandom berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,2 triliun atau tumbuh 5,0 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Dimana pertumbuhan penjualan domestik sebesar 5,5 persen sementara ekspor tumbuh 3,7 persen.
Muhammad Makmun Arsyad Presiden Direktur Mandom mengatakan jika dilihat dari kategorinya, kategori perawatan rambut tumbuh 14,2 persen, disusul oleh wangi-wangian yang tumbuh 13,7 persen dan perawatan kulit dan rias tumbuh 0,3 persen. “Sementara kenaikan harga pokok penjualan sebesar 6,7 persen berasal dari kenaikan biaya overhead dan efek melemahnya nilai Rupiah terhadap valuta asing,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (31/7).
Laba kotor tercatat sebesar Rp 455,5 miliar, atau tumbuh 2,2 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Laba operasional turun 23,7 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya seiring dengan kenaikan beban operasional serta beban penjualan yang juga naik untuk mendorong kinerja penjualan produk-produk baru yang telah diluncurkan. “Laba bersih tercatat Rp 505,9 miliar atau tumbuh 435,8 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini seiring dengan hasil penjualan tanah dan bangunan kantor serta pabrik Perseroan yang berlokasi di Sunter sebesar Rp 500 miliar,” ungkap Muhammad.
Pada Mei 2015, Mandom lndonesia telah merelokasi seluruh kegiatan kantor dan pabrik yang berada di Sunter ke Kantor dan Pabrik Baru yang berada di Kawasan lndustri MM 2100, Jl. lrian Blok PP, Bekasi. Pabrik ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan penjualan yang telah ditargetkan.
“Saat ini segenap Manajemen dan Karyawan PT Mandom lndonesia Tbk masih berduka atas musibah kebakaran yang terjadi pada tangrgal 10 Juli 2015. Manajemen dan seluruh karyawan bahu-membahu bekerja sama untuk dapat menangani musibah ini dengan baik. Hingga saat ini proses investigasi penyebab kebakaran masih berlangsung,” imbuh Muhammad.
Kerugian yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut masih dalam proses perhitungan oleh pihak manajemen. Sebagai informasi, bangunan dan mesin yang terkena dampak dari kebakaran tersebut telah di asuransikan. Kondisi terakhir sampai dengan hari Rabu, 29 Juli 2015, jumlah karyawan yang meninggal adalah sebanyak 21 orang (5 orang meninggal di lokasi kejadian dan 16 orang meninggal dalam perawatan di rumah sakit).
Sementara itu 37 orang karyawan lainnya masih dalam perawatan di B rumah sakit yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RS Pertamina Pusat, RS Mayapada Lebak Bulus, RS Premier Bintaro, RS Hermina Grand Wisata, RS Mitra Keluarga Bekasi Barat, dan RS Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Perseroan, lanjut Muhammad, berupaya sekuat tenaga untuk menangani perawatan karyawan beserta keluarga yang menunggu di rumah sakit. Untuk santunan, biaya, dan lain-lain bagi karyawan yang meninggal dunia, Perseroan telah memberikan santunan sebesar Rp 200 Juta kepada keluarga dari karyawan yang meninggal dan Rp 10 juta untuk biaya pemakaman.
“Nilai tersebut di luar hak-hak karyawan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sementara itu, bagi karyawan yang masih dalam perawatan, Perseroan berkomitmen untuk memberikan penanganan maksimal sampai karyawan sembuh,” katanya.
PT Mandom Indonesia (Tbk) kemarin menghentikan seluruh operasi produksinya akibat kebakaran yang menimpa salah satu pabriknya di Kawasan Industri MM 2100 di Jalan Irian Blok PP, Bekasi. PT Mandom akan kembali beroperasi pada Senin (13/7) besok, demikian menurut pernyataan tertulis PT Mandom (Tbk) yang diterima . Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Presiden Direktur/CEO PT Mandom Indonesia (Tbk) Muhammad Makmun Arsyad menyatakan bahwa manajemen dan seluruh karyawan sangat berduka cita atas kebakaran hebat yang terjadi kemarin.
Dalam pernyataan itu dijelaskan bahwa kebakaran kemarin terjadi pada pukul 09.118 WIB di area aerosol pabrik. Api baru bisa dipadamkan sekitar pukul 10.30 WIB. Sejauh ini, akibat kebakaran itu, lima orang meninggal dan dan sekitar 56 orang karyawan luka-luka telah ditangani di beberapa rumah sakit di sekitar Bekasi.
Evakuasi dilalukan oleh pihak yang berwajib, sementara area kebakaran dan yang terdampak juga telah diisolasi. Saat proses pemadam api dan evakuasi, seluruh proses produksi dihentikan dan. “Manajemen saat ini sedang fokus pada upaya penanganan di lapangan dan memberikan dukungan psikologi pada seluruh karyawan,” kata Arsyad. Mengenai dampak material atas kebakaran ini, manajemen masih melakukan perhitungan secara menyeluruh. “Diperkirakan pada Senin 13 Juli kegiatan dapat dimulai kembali, kecuali untuk area yang terkena dampak kebakaran,” tutur Arsyad.
Pabrik yang berada di Kawasan Industri MM 2100 ini baru diresmikan kurang dari satu bulan lalu. Pabrik baru ini dibangun di atas lahan seluas 14 hektare dan luas bangunannya mencapai 3,9 hektare. Sebelumnya Mandom sudah mendirikan pabrik dan kantor di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Pada saat peresmian, CEO Mandom Indonesia Muhammad Makmun Arsyad mengatakan pabrik baru itu diharapkan akan meningkatkan kapasitas produksi hingga 1,6 kali lipat pabrik lama di Sunter, atau sekitar 970 juta pieces per tahun menjadi 1,55 miliar pieces per tahun. Mandom sendiri sudah beroperasi selama 44 tahun di Indonesia. Produk-produknya antara lain merek Pixy, Spalding, Gatsby, dan Tancho.
Dijadwalkan, Pusblafor Mabes Polri akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) antara hari ini atau besok Minggu (12/7). Olah TKP ini untuk menyelidiki bagamaimana kebakaran hebat itu bisa terjadi. Dugaan sementara, kebakaran itu terjadi akibat kebocoran gas.
Muhammad Makmun Arsyad Presiden Direktur Mandom mengatakan jika dilihat dari kategorinya, kategori perawatan rambut tumbuh 14,2 persen, disusul oleh wangi-wangian yang tumbuh 13,7 persen dan perawatan kulit dan rias tumbuh 0,3 persen. “Sementara kenaikan harga pokok penjualan sebesar 6,7 persen berasal dari kenaikan biaya overhead dan efek melemahnya nilai Rupiah terhadap valuta asing,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (31/7).
Laba kotor tercatat sebesar Rp 455,5 miliar, atau tumbuh 2,2 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Laba operasional turun 23,7 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya seiring dengan kenaikan beban operasional serta beban penjualan yang juga naik untuk mendorong kinerja penjualan produk-produk baru yang telah diluncurkan. “Laba bersih tercatat Rp 505,9 miliar atau tumbuh 435,8 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini seiring dengan hasil penjualan tanah dan bangunan kantor serta pabrik Perseroan yang berlokasi di Sunter sebesar Rp 500 miliar,” ungkap Muhammad.
Pada Mei 2015, Mandom lndonesia telah merelokasi seluruh kegiatan kantor dan pabrik yang berada di Sunter ke Kantor dan Pabrik Baru yang berada di Kawasan lndustri MM 2100, Jl. lrian Blok PP, Bekasi. Pabrik ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan penjualan yang telah ditargetkan.
“Saat ini segenap Manajemen dan Karyawan PT Mandom lndonesia Tbk masih berduka atas musibah kebakaran yang terjadi pada tangrgal 10 Juli 2015. Manajemen dan seluruh karyawan bahu-membahu bekerja sama untuk dapat menangani musibah ini dengan baik. Hingga saat ini proses investigasi penyebab kebakaran masih berlangsung,” imbuh Muhammad.
Kerugian yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut masih dalam proses perhitungan oleh pihak manajemen. Sebagai informasi, bangunan dan mesin yang terkena dampak dari kebakaran tersebut telah di asuransikan. Kondisi terakhir sampai dengan hari Rabu, 29 Juli 2015, jumlah karyawan yang meninggal adalah sebanyak 21 orang (5 orang meninggal di lokasi kejadian dan 16 orang meninggal dalam perawatan di rumah sakit).
Sementara itu 37 orang karyawan lainnya masih dalam perawatan di B rumah sakit yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RS Pertamina Pusat, RS Mayapada Lebak Bulus, RS Premier Bintaro, RS Hermina Grand Wisata, RS Mitra Keluarga Bekasi Barat, dan RS Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Perseroan, lanjut Muhammad, berupaya sekuat tenaga untuk menangani perawatan karyawan beserta keluarga yang menunggu di rumah sakit. Untuk santunan, biaya, dan lain-lain bagi karyawan yang meninggal dunia, Perseroan telah memberikan santunan sebesar Rp 200 Juta kepada keluarga dari karyawan yang meninggal dan Rp 10 juta untuk biaya pemakaman.
“Nilai tersebut di luar hak-hak karyawan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sementara itu, bagi karyawan yang masih dalam perawatan, Perseroan berkomitmen untuk memberikan penanganan maksimal sampai karyawan sembuh,” katanya.
PT Mandom Indonesia (Tbk) kemarin menghentikan seluruh operasi produksinya akibat kebakaran yang menimpa salah satu pabriknya di Kawasan Industri MM 2100 di Jalan Irian Blok PP, Bekasi. PT Mandom akan kembali beroperasi pada Senin (13/7) besok, demikian menurut pernyataan tertulis PT Mandom (Tbk) yang diterima . Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Presiden Direktur/CEO PT Mandom Indonesia (Tbk) Muhammad Makmun Arsyad menyatakan bahwa manajemen dan seluruh karyawan sangat berduka cita atas kebakaran hebat yang terjadi kemarin.
Dalam pernyataan itu dijelaskan bahwa kebakaran kemarin terjadi pada pukul 09.118 WIB di area aerosol pabrik. Api baru bisa dipadamkan sekitar pukul 10.30 WIB. Sejauh ini, akibat kebakaran itu, lima orang meninggal dan dan sekitar 56 orang karyawan luka-luka telah ditangani di beberapa rumah sakit di sekitar Bekasi.
Evakuasi dilalukan oleh pihak yang berwajib, sementara area kebakaran dan yang terdampak juga telah diisolasi. Saat proses pemadam api dan evakuasi, seluruh proses produksi dihentikan dan. “Manajemen saat ini sedang fokus pada upaya penanganan di lapangan dan memberikan dukungan psikologi pada seluruh karyawan,” kata Arsyad. Mengenai dampak material atas kebakaran ini, manajemen masih melakukan perhitungan secara menyeluruh. “Diperkirakan pada Senin 13 Juli kegiatan dapat dimulai kembali, kecuali untuk area yang terkena dampak kebakaran,” tutur Arsyad.
Pabrik yang berada di Kawasan Industri MM 2100 ini baru diresmikan kurang dari satu bulan lalu. Pabrik baru ini dibangun di atas lahan seluas 14 hektare dan luas bangunannya mencapai 3,9 hektare. Sebelumnya Mandom sudah mendirikan pabrik dan kantor di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Pada saat peresmian, CEO Mandom Indonesia Muhammad Makmun Arsyad mengatakan pabrik baru itu diharapkan akan meningkatkan kapasitas produksi hingga 1,6 kali lipat pabrik lama di Sunter, atau sekitar 970 juta pieces per tahun menjadi 1,55 miliar pieces per tahun. Mandom sendiri sudah beroperasi selama 44 tahun di Indonesia. Produk-produknya antara lain merek Pixy, Spalding, Gatsby, dan Tancho.
Dijadwalkan, Pusblafor Mabes Polri akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) antara hari ini atau besok Minggu (12/7). Olah TKP ini untuk menyelidiki bagamaimana kebakaran hebat itu bisa terjadi. Dugaan sementara, kebakaran itu terjadi akibat kebocoran gas.
Mesin Uang Facebook Raup Laba Bersih Rp. 54,48 Triliun Dalam 6 Bulan
Pendapatan Facebook (FB) pada kuartal II 2015 mencapai US$4,04 miliar atau setara dengan Rp54,48 triliun (asumsi kurs Rp13.479). Angka tersebut meningkat 39 persen dibandingkan dengan pendapatan periode yang sama tahun lalu US$2,91 miliar atau Rp39,22 triliun.
Pendapatan iklan menjadi penyumbang terbesar pemasukan FB, di mana pertumbuhannya mencapai 55 persen dibandingkan dengan kuartal II 2014. Pendapatan iklan mobile, yang berkontribusi 76 persen terhadap pendapatan iklan FB, meningkat 74 persen dibandingkan dengan April-Juni 2014. "Triwulan II merupakan salah satu kuartal yang kuat bagi komunitas kami," kata Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook seperti dikutip dari situs resmi FB, Jumat (31/7).
Statistik menunjukkan jumlah pengguna Facebook meningkat selama April-Juni 2015. Pengguna aktif harian atau Daily active users (DAU), rata-rata mencapai 968 juta pada Juni, naik 17 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu. Khusus untuk DAU Mobile, rata-rata mencapai 844 juta atau meningkat 29 persen.
Sementara untuk pengguna aktif bulanan atau Monthly Active Users (MAU), tercatat sekitar 1,49 miliar sampai dengan Juni 2015, naik 13 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Untuk MAU Mobile sekitar 1,31 miliar sampai dengan Juni 2015, naik 23 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2014.
"Keterlibatan seluruh aplikasi membuat kami terus tumbuh dan tetap fokus pada peningkatan kualitas layanan," ujar Zuckerberg. FB melansir penggunaan video di platformnya terus mengalami pertumbuhan, di mana miliaran video ditonton setiap harinya via mobile. Video juga dinilai sebagai konten paling kaya dan menarik perhatian pengguna maupun media.
Sejak awal tahun ini, penayangan video di pages FB telah meningkat sebanyak 40 persen.
Pendapatan iklan menjadi penyumbang terbesar pemasukan FB, di mana pertumbuhannya mencapai 55 persen dibandingkan dengan kuartal II 2014. Pendapatan iklan mobile, yang berkontribusi 76 persen terhadap pendapatan iklan FB, meningkat 74 persen dibandingkan dengan April-Juni 2014. "Triwulan II merupakan salah satu kuartal yang kuat bagi komunitas kami," kata Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook seperti dikutip dari situs resmi FB, Jumat (31/7).
Statistik menunjukkan jumlah pengguna Facebook meningkat selama April-Juni 2015. Pengguna aktif harian atau Daily active users (DAU), rata-rata mencapai 968 juta pada Juni, naik 17 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu. Khusus untuk DAU Mobile, rata-rata mencapai 844 juta atau meningkat 29 persen.
Sementara untuk pengguna aktif bulanan atau Monthly Active Users (MAU), tercatat sekitar 1,49 miliar sampai dengan Juni 2015, naik 13 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Untuk MAU Mobile sekitar 1,31 miliar sampai dengan Juni 2015, naik 23 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2014.
"Keterlibatan seluruh aplikasi membuat kami terus tumbuh dan tetap fokus pada peningkatan kualitas layanan," ujar Zuckerberg. FB melansir penggunaan video di platformnya terus mengalami pertumbuhan, di mana miliaran video ditonton setiap harinya via mobile. Video juga dinilai sebagai konten paling kaya dan menarik perhatian pengguna maupun media.
Sejak awal tahun ini, penayangan video di pages FB telah meningkat sebanyak 40 persen.
Laba Bersih KFC Milik Fast Food Indonesia Tbk Terjun Bebas Diangka 51,43 Persen
Pemegang franchise Kentucky Fried Chicken (KFC), PT Fast Food Indonesia Tbk mencatatkan pelemahan kinerja pada paruh pertama tahun ini. Laba bersih perseroan anjlok 51,43 persen menjadi Rp 26,76 miliar pada semester I 2015 karena melonjaknya beban, salah satunya kerugian penghapusan biaya renovasi.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada Jumat (31/7), pendapatan Fast Food sebenarnya naik tipis menjadi Rp 2,085 triliun pada paruh pertama tahun ini, dari Rp 2,008 triliun pada semester I 2014. Sementara beban pokok penjualan juga naik tipis menjadi Rp 806,13 miliar, dari Rp 805,59 miliar.
Dalam hal ini, laba kotor Fast Food masih naik tipis menjadi Rp 1,27 triliun pada semester I 2015, dari Rp 1,20 triliun pada paruh pertama 2014. Namun, beban Fast Food yang lainnya juga tercatat menanjak. Hal inilah yang pada akhirnya membuat performa perseroan melemah. Tercatat, beban penjualan dan distribusi perseroan naik menjadi Rp 1,03 triliun, dari Rp 942,22 miliar.
Lebih lanjut, beban umum dan administrasi Fast Food juga naik menjadi Rp 235,63 miliar pada paruh pertama 2015, dari Rp 208,01 miliar. Namun, yang tercatat naik cukup tinggi adalah beban operasi lainnya. Pos tersebut naik 79 persen menjadi Rp 3,07 miliar, dari Rp 1,71 miliar.
Dalam rinciannya, beban operasi lainnya yang terbesar adalah kerugian penghapusan biaya renovasi bangunan sewa ditangguhkan yang mencapai Rp 2,19 miliar. Jumlah tersebut tercatat naik 123,14 persen dari Rp 982,1 miliar pada semester I 2014. Kendati terdapat penaikan pendapatan operasi lainnya mencapai Rp 20,48 miliar dari Rp 14,77 miliar, laba usaha Fast Food tidak mampu tumbuh positif. Laba usaha perseroan turun 61,95 persen menjadi Rp 24,97 miliar dari Rp 65,65 miliar.
Laba sebelum pajak Fast Food juga terseret turun menjadi Rp 30,13 miliar dari Rp 68,77 miliar. Kendati beban pajak penghasilan turun tajam 75 persen menjadi Rp 3,45 miliar, laba periode berjalan Fast Food tetap saja meluncur 51,43 persen menjadi Rp 26,76 miliar pada semester I 2015. Dari sisi aset, hingga Juni 2015 Fast Food mampu mencatatkan nilai Rp 2,37 triliun, naik dari Rp 2,16 triliun di posisi Desember 2014. Sementara itu, liabilitas perseroan mencapai Rp 1,11 triliun, sedangkan ekuitas tercatat Rp 1,15 triliun.
Sebelumnya, Fast Food berencana menambah 49 gerai KFC baru sepanjang tahun ini dengan fokus di wilayah timur nusantara. "Kami akan membuka 49 gerai baru, tetapi kami juga mau atau menutup 9 gerai. Jadi sebenarnya akan ada tambahan 40 gerai tahun ini," ungkap Direktur Fast Food Indonesia J. Dalimin Juwono, belum lama ini. Terkait gerai yang ditutup, Dalimin menyatakan hal tersebut dilakukan karena beberapa alasan. Dia menilai selain ada yang tidak berkinerja sesuai, beberapa di antaranya juga telah habis masa sewa tempat.
“Ada juga yang sewanya kemahalan dan kita putuskan berhenti. Yang performanya tidak sesuai kita tutup lalu kita alihkan. Kami juga terus mencari daerah baru yang daya belinya tinggi,” jelasnya. Menanggapi pelemahan kinerja Fast Food, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan tantangan bisnis makanan dan minuman yang padat karya memang berat. Selain penaikan beban gaji dan tunjangan, biaya sewa gerai dan tarif listrik juga bisa menghambat pertumbuhan.
“Termasuk kalau mereka membangun gerai di suatu tempat, mal atau pusat perbelanjaan. Jika termpat tersebut gagal dibuka, sementara KFC sudah set up, maka hal itu jadi kerugian juga buat mereka,” ujarnya. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai pelemahan rupiah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja PT Fast Food Indonesia Tbk selaku pemegang franchise restoran cepat saji asal Amerika Serikat, Kentucky Fried Chicken (KFC). Oleh karena itu, Pefindo tidak ragu mengganjar rating id-AA untuk Fast Food.
Analis Pefindo Mega Dwitya Nugroho mengatakan pelemahan rupiah kemungkinan hanya memberikan imbas yang cukup besar bagi impor mesin produksi makanan yang dioperasikan Fast Food. Imbas pelemahan rupiah mungkin lebih ke impor mesin, karena setiap membuka gerai baru memang perlu mendatangkan mesin dari luar negeri. Selain itu ada juga impor kentang goreng,” ujar Mega di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (29/7).
Namun, menurutnya secara umum hal itu tidak memberi imbas yang signifikan bagi kinerja Fast Food. Mega menilai, perseroan juga berencana menaikkan harga jual guna menutupi hal tersebut. “Kenaikan harga jual itu salah satu opsi terakhir manajemen. Mereka menyadari bahwa kompetisi saat ini sedang intens,” jelasnya. Lebih lanjut, Mega mengungkapkan Pefindo menyematkan rating id-AA untuk peringkat Fast Food dan obligasi perseroan pada 2011 dengan outlook stabil. Periode pemeringkatan tersebut ditetapkan mulai 3 Juli 2015 hingga 1 Juli 2016.
“Faktor-faktor pendukung peringkat yang pertama adalah posisi pasar Fast Food yang kuat di segmen restoran cepat saji berbahan dasar ayam di Indonesia,” kata Mega. Kedua, lanjutnya, adalah karena lokasi outlet yang terdiversifikasi dengan baik secara geografis. Kemudian yang ketiga adalah profil keuangan yang sangat kuat, salah satunya adalah posisi utang perseroan yang baik tanpa ada penaikan yang signifikan.
“Sementara faktor-faktor yang membatasi peringkat adalah salah satunya karena persaingan yang ketat di industri restoran,” katanya. Menurutnya peringkat dapat diturunkan jika terdapat penurunan pendapatan perusahaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan target, revisi yang bersifat negatif atas perjanjian waralaba dan pelemahan struktur permodalan secara drastis.
“Peringkat juga bisa tertekan jika marjin laba sebelum bunga, pajak dan amortisasi (EBITDA) terus turun, yang kemudian dapat memperlemah proteksi arus kas,” jelasnya. Di sisi lain, Mega menilai peringkat dapat ditingkatkan jika terjadi kenaikan pendapatan dan perbaikan laba operasi yang signifikan dan berkelanjutan dengan kebijakan keuangan yang tetap konservatif.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Fast Food Indonesia J. Dalimin Juwono menyatakan bakal menaikkan harga jual karena pelemahan rupiah dan juga adanya inflasi. Meski begitu, dia menyatakan masih terus melihat kondisi daya beli masyarakat. “Mungkin harga jual akan kami naikkan sekitar 3-5 persen. Kita lihat terus daya beli masyarakat terkait hal ini,” ungkapnya usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) belum lama ini.
Dari sisi kinerja, seperti diketahui, emiten berkode saham FAST tersebut membukukan laba bersih pada 2014 sebesar Rp 152,05 miliar. Laba bersih tersebut turun sebesar 2,71 persen dibandingkan dengan raupan 2013 senilai Rp 156,29 miliar.
Padahal, penjualan perseroan mengalami kenaikan dari Rp 3,96 triliun pada 2013 menjadi Rp 4,21 triliun di 2014. Penjualan makanan dan minuman masih memberikan konstribusi terbesar di tahun 2014 dan 2013 masing sebesar Rp 4,14 triliun dan Rp 3,84 triliun. Sementara itu pendapatan lainnya sebesar Rp 71,96 miliar pada 2014 dan mencapai Rp 123,30 miliar di tahun sebelumnya.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan pada Jumat (31/7), pendapatan Fast Food sebenarnya naik tipis menjadi Rp 2,085 triliun pada paruh pertama tahun ini, dari Rp 2,008 triliun pada semester I 2014. Sementara beban pokok penjualan juga naik tipis menjadi Rp 806,13 miliar, dari Rp 805,59 miliar.
Dalam hal ini, laba kotor Fast Food masih naik tipis menjadi Rp 1,27 triliun pada semester I 2015, dari Rp 1,20 triliun pada paruh pertama 2014. Namun, beban Fast Food yang lainnya juga tercatat menanjak. Hal inilah yang pada akhirnya membuat performa perseroan melemah. Tercatat, beban penjualan dan distribusi perseroan naik menjadi Rp 1,03 triliun, dari Rp 942,22 miliar.
Lebih lanjut, beban umum dan administrasi Fast Food juga naik menjadi Rp 235,63 miliar pada paruh pertama 2015, dari Rp 208,01 miliar. Namun, yang tercatat naik cukup tinggi adalah beban operasi lainnya. Pos tersebut naik 79 persen menjadi Rp 3,07 miliar, dari Rp 1,71 miliar.
Dalam rinciannya, beban operasi lainnya yang terbesar adalah kerugian penghapusan biaya renovasi bangunan sewa ditangguhkan yang mencapai Rp 2,19 miliar. Jumlah tersebut tercatat naik 123,14 persen dari Rp 982,1 miliar pada semester I 2014. Kendati terdapat penaikan pendapatan operasi lainnya mencapai Rp 20,48 miliar dari Rp 14,77 miliar, laba usaha Fast Food tidak mampu tumbuh positif. Laba usaha perseroan turun 61,95 persen menjadi Rp 24,97 miliar dari Rp 65,65 miliar.
Laba sebelum pajak Fast Food juga terseret turun menjadi Rp 30,13 miliar dari Rp 68,77 miliar. Kendati beban pajak penghasilan turun tajam 75 persen menjadi Rp 3,45 miliar, laba periode berjalan Fast Food tetap saja meluncur 51,43 persen menjadi Rp 26,76 miliar pada semester I 2015. Dari sisi aset, hingga Juni 2015 Fast Food mampu mencatatkan nilai Rp 2,37 triliun, naik dari Rp 2,16 triliun di posisi Desember 2014. Sementara itu, liabilitas perseroan mencapai Rp 1,11 triliun, sedangkan ekuitas tercatat Rp 1,15 triliun.
Sebelumnya, Fast Food berencana menambah 49 gerai KFC baru sepanjang tahun ini dengan fokus di wilayah timur nusantara. "Kami akan membuka 49 gerai baru, tetapi kami juga mau atau menutup 9 gerai. Jadi sebenarnya akan ada tambahan 40 gerai tahun ini," ungkap Direktur Fast Food Indonesia J. Dalimin Juwono, belum lama ini. Terkait gerai yang ditutup, Dalimin menyatakan hal tersebut dilakukan karena beberapa alasan. Dia menilai selain ada yang tidak berkinerja sesuai, beberapa di antaranya juga telah habis masa sewa tempat.
“Ada juga yang sewanya kemahalan dan kita putuskan berhenti. Yang performanya tidak sesuai kita tutup lalu kita alihkan. Kami juga terus mencari daerah baru yang daya belinya tinggi,” jelasnya. Menanggapi pelemahan kinerja Fast Food, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan tantangan bisnis makanan dan minuman yang padat karya memang berat. Selain penaikan beban gaji dan tunjangan, biaya sewa gerai dan tarif listrik juga bisa menghambat pertumbuhan.
“Termasuk kalau mereka membangun gerai di suatu tempat, mal atau pusat perbelanjaan. Jika termpat tersebut gagal dibuka, sementara KFC sudah set up, maka hal itu jadi kerugian juga buat mereka,” ujarnya. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai pelemahan rupiah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja PT Fast Food Indonesia Tbk selaku pemegang franchise restoran cepat saji asal Amerika Serikat, Kentucky Fried Chicken (KFC). Oleh karena itu, Pefindo tidak ragu mengganjar rating id-AA untuk Fast Food.
Analis Pefindo Mega Dwitya Nugroho mengatakan pelemahan rupiah kemungkinan hanya memberikan imbas yang cukup besar bagi impor mesin produksi makanan yang dioperasikan Fast Food. Imbas pelemahan rupiah mungkin lebih ke impor mesin, karena setiap membuka gerai baru memang perlu mendatangkan mesin dari luar negeri. Selain itu ada juga impor kentang goreng,” ujar Mega di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (29/7).
Namun, menurutnya secara umum hal itu tidak memberi imbas yang signifikan bagi kinerja Fast Food. Mega menilai, perseroan juga berencana menaikkan harga jual guna menutupi hal tersebut. “Kenaikan harga jual itu salah satu opsi terakhir manajemen. Mereka menyadari bahwa kompetisi saat ini sedang intens,” jelasnya. Lebih lanjut, Mega mengungkapkan Pefindo menyematkan rating id-AA untuk peringkat Fast Food dan obligasi perseroan pada 2011 dengan outlook stabil. Periode pemeringkatan tersebut ditetapkan mulai 3 Juli 2015 hingga 1 Juli 2016.
“Faktor-faktor pendukung peringkat yang pertama adalah posisi pasar Fast Food yang kuat di segmen restoran cepat saji berbahan dasar ayam di Indonesia,” kata Mega. Kedua, lanjutnya, adalah karena lokasi outlet yang terdiversifikasi dengan baik secara geografis. Kemudian yang ketiga adalah profil keuangan yang sangat kuat, salah satunya adalah posisi utang perseroan yang baik tanpa ada penaikan yang signifikan.
“Sementara faktor-faktor yang membatasi peringkat adalah salah satunya karena persaingan yang ketat di industri restoran,” katanya. Menurutnya peringkat dapat diturunkan jika terdapat penurunan pendapatan perusahaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan target, revisi yang bersifat negatif atas perjanjian waralaba dan pelemahan struktur permodalan secara drastis.
“Peringkat juga bisa tertekan jika marjin laba sebelum bunga, pajak dan amortisasi (EBITDA) terus turun, yang kemudian dapat memperlemah proteksi arus kas,” jelasnya. Di sisi lain, Mega menilai peringkat dapat ditingkatkan jika terjadi kenaikan pendapatan dan perbaikan laba operasi yang signifikan dan berkelanjutan dengan kebijakan keuangan yang tetap konservatif.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Fast Food Indonesia J. Dalimin Juwono menyatakan bakal menaikkan harga jual karena pelemahan rupiah dan juga adanya inflasi. Meski begitu, dia menyatakan masih terus melihat kondisi daya beli masyarakat. “Mungkin harga jual akan kami naikkan sekitar 3-5 persen. Kita lihat terus daya beli masyarakat terkait hal ini,” ungkapnya usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) belum lama ini.
Dari sisi kinerja, seperti diketahui, emiten berkode saham FAST tersebut membukukan laba bersih pada 2014 sebesar Rp 152,05 miliar. Laba bersih tersebut turun sebesar 2,71 persen dibandingkan dengan raupan 2013 senilai Rp 156,29 miliar.
Padahal, penjualan perseroan mengalami kenaikan dari Rp 3,96 triliun pada 2013 menjadi Rp 4,21 triliun di 2014. Penjualan makanan dan minuman masih memberikan konstribusi terbesar di tahun 2014 dan 2013 masing sebesar Rp 4,14 triliun dan Rp 3,84 triliun. Sementara itu pendapatan lainnya sebesar Rp 71,96 miliar pada 2014 dan mencapai Rp 123,30 miliar di tahun sebelumnya.
Laba Bersih PT Astra Internasional Tbk Jatuh Terpukul Oleh Resesi Ekonomi
Laba bersih PT Astra Internasional Tbk, yang diatribusikan dari sektor otomotif, anjlok 15 persen pada semester I 2015. Selama Januari-Juni tahun ini, perusahaan-perusahaan otomotif Astra hanya menyumbang laba Rp 3,42 triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4 triliun.
Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra Internasional menjelaskan penurunan laba di segmen otomotif disebabkan oleh melemahnya permintaan. Hal itu selaras dengan perlambatan ekonomi nasional. dan sedikitnya jumlah produk baru yang diluncurkan perseroan.
"Selain itu persaingan diskon pada pasar mobil yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas produksi berdampak negatif terhadap laba bersih segmen usaha ini," jelas Prijono melalui keterangan tertulis Astra, Kamis (30/7).
Menurut Prijono, penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 18 persen menjadi 525 ribu unit. Astra sebagai penguasa pasar otomotif nasional, penjualannya turun 21 persen menjadi 263 ribu unit.
Penurunan penjualan tersebut, kata Prijono, menyebabkan pangsa pasar Astra turun dari 52 persen pada semester I tahun lalu menjadi tinggal 50 persen per Juni 2015.
Padahal, Prijono mengatakan Astra telah meluncurkan sembilan model baru dan lima model facelift dalam enam bulan pertama 2015. Khusus untuk sepeda motor, penjualannya di Tanah Air anjlok 24 persen setelah hanya berhasil menjajakan 3,2 juta unit. Penurunan tersebut tak lepas dari kinerja negatif PT Astra Honda Motor (AHM) selaku pemain terbesar. Penjualan AHM turun 19 persen menjadi 2,1 juta unit. Kendati demikian, Prijono mengatakan pangsa pasar Honda meningkat menjadi 67 persen per Juni.
Selama paruh pertama tahun ini, AHM tercatat telah meluncurkan delapan model baru motor Honda dan tiga model facelift.Selain itu, lanjut Prijono, bisnis komponen otomotif juga memberikan kontribusi yang rendah karena depresiasi nilai tukar rupiah. Hal ini terkait dengan penurunan laba bersih PT Astra Otoparts Tbk (AOP) sebesar 67 persen menjadi Rp 152 miliar.
"Penurunan laba AOP disebabkan oleh menurunnya volume dan depresiasi rupiah yang berimbas terhadap penurunan margin manufaktur," tuturnya. Kinerja PT Astra International Tbk mengalami kontraksi pada semester I 2015. Laba bersih perusahaan terbesar kelima di pasar modal Indonesia ini melorot 18 persen menjadi Rp 8,05 triliun, dari Rp 9,82 triliun di periode yang sama 2014.
“Laba bersih Astra pada semester pertama menurun, seiring dengan berkurangnya konsumsi domestik, kompetisi di sektor mobil dan melemahnya harga komoditas di Indonesia,” ujar Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra International dalam keterangan resmi, Kamis (30/7).
Prijono mengungkapkan, laba bersih Grup Astra menurun seiring turunnya kontribusi dari seluruh segmen bisnis, terutama dari segmen otomotif dan agribisnis. Pendapatan bersih konsolidasian Astra selama semester pertama tahun ini sebesar Rp 92,6 triliun, turun 9 persen dibandingkan semester pertama tahun lalu. Prijono menyatakan hal itu terutama disebabkan oleh menurunnya penjualan segmen otomotif, agribisnis dan penjualan alat berat.
“Laba bersih konsolidasian menurun sebesar 18 persen, dimana hal ini mencerminkan penurunan kontribusi dari hampir semua segmen,” jelasnya. Aktivitas bisnis Astra terbagi dalam enam lini bisnis, yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat dan pertambangan, agribisnis, infrastruktur, logistik dan lainnya serta teknologi informasi. Laba bersih dari segmen otomotif menurun sebesar 15 persen menjadi Rp 3,4 triliun, penjadi penyebab melemahnya kerja grup.
“Secara keseluruhan, lemahnya permintaan selama semester pertama disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi dan sedikitnya jumlah produk baru yang diluncurkan,” kata Prijono. Selain itu, lanjutnya, persaingan diskon pada pasar mobil yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas produksi berdampak negatif terhadap laba bersih segmen usah ini. Bisnis komponen otomotif juga memberikan kontribusi yang rendah karena depresiasi nilai tukar rupiah.
Penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 18 persen menjadi 525.000 unit. Penjualan mobil Astra turun sebesar 21 persen menjadi 263.000 unit, sehingga mengakibatkan penurunan pangsa pasar dari 52 persen menjadi 50 persen selama semester pertama 2015. Sementara, penjualan sepeda motor nasional mengalami penurunan sebesar 24 persen menjadi 3,2 juta unit. Penjualan sepeda motor dari PT Astra Honda Motor (AHM) juga mengalami penurunan sebesar 19 persen menjadi 2,1 juta unit, namun pangsa pasar meningkat menjadi 67 persen.
“PT Astra Otoparts Tbk, grup manufaktur komponen otomotif, mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 67 persen menjadi Rp 152 miliar, yang disebabkan oleh menurunnya volume dan depresiasi rupiah yang berimbas terhadap penurunan margin manufaktur,” kata Prijono. Adapun laba bersih segmen jasa keuangan menurun sebesar 16 persen menjadi Rp 2,1 triliun. Namun, jika keuntungan (one-time gain) dari akuisisi 50 persen kepemilikan di Astra Aviva Life pada bulan Mei 2014 tidak diperhitungkan, maka laba bersih dari segmen jasa keuangan sebenarnya meningkat 2 persen.
Laba bersih konsolidasian dari segmen alat berat dan pertambangan meningkat sebesar 3 persen menjadi Rp 2 triliun. PT United Tractors Tbk (UT), yang 59,5 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mencatatkan penurunan pendapatan bersih sebesar 9 persen walaupun laba bersih meningkat 4 persen menjadi Rp 3,4 triliun karena diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah.
Pelemahan yang cukup parah terjadi di segmen agribisnis Grup, yang turun 68 persen menjadi Rp 354 miliar. PT Astra Agro Lestari Tbk, yang 79,7 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 444 miliar, turun 68 persen.
Pasalnya, harga rata-rata CPO mengalami penurunan sebesar 12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 7.642/kg, sementara penjualan CPO menurun 18 persen menjadi 551.000 ton, sedangkan penjualan olein meningkat 109 persen menjadi 194.000 ton. Lebih lanjut, pelemahan dalam juga terjadi pada segmen infrastruktur, logistik dan lainnya. Laba bersih divisi tersebut menurun sebesar 60 persen menjadi Rp 68 miliar, sebagian besar disebabkan oleh kerugian awal yang timbul dari dimulainya pengoperasian seksi 1 ruas tol Kertosono – Mojokerto.
Laba bersih dari segmen teknologi informasi turun sebesar 11 persen menjadi Rp 75 miliar. Hal itu dialami oleh PT Astra Graphia Tbk (AG), yang 76,9 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang solusi bisnis berbasis dokumen, teknologi informasi dan komunikasi serta agen tunggal penyalur Fuji Xerox di Indonesia. Namun, di sisi lain, nilai aset bersih per saham tercatat sebesar Rp 2.425 pada 30 Juni 2015, meningkat sebesar 3 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2014.
Secara keseluruhan posisi utang bersih Astra, di luar dari anak-anak perusahaan segmen jasa keuangan, adalah sebesar Rp 2,4 triliun, dibandingkan dengan utang bersih sebesar Rp 3,3 triliun di akhir tahun 2014. Bisnis jasa keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 47,3 triliun, dibandingkan dengan Rp 45,9 triliun di akhir tahun 2014.
Analis PT First Asia Capital mengatakan pelemahan kinerja Astra kali ini lebih buruk dari ekspektasi pasar. Apalagi, lanjutnya, pelemahan kurs rupiah ternyata amat berdampak buruk bagi kinerja Astra. “Agak over sih ya (pelemahan). Karena lemahnya penjualan motor dan mobil. Terus Astra Otoparts turun banyak banget akibat kurs. Ekspetasi awal diperkirakan hanya turun single digit saja,” ujarnya.
Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra Internasional menjelaskan penurunan laba di segmen otomotif disebabkan oleh melemahnya permintaan. Hal itu selaras dengan perlambatan ekonomi nasional. dan sedikitnya jumlah produk baru yang diluncurkan perseroan.
"Selain itu persaingan diskon pada pasar mobil yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas produksi berdampak negatif terhadap laba bersih segmen usaha ini," jelas Prijono melalui keterangan tertulis Astra, Kamis (30/7).
Menurut Prijono, penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 18 persen menjadi 525 ribu unit. Astra sebagai penguasa pasar otomotif nasional, penjualannya turun 21 persen menjadi 263 ribu unit.
Penurunan penjualan tersebut, kata Prijono, menyebabkan pangsa pasar Astra turun dari 52 persen pada semester I tahun lalu menjadi tinggal 50 persen per Juni 2015.
Padahal, Prijono mengatakan Astra telah meluncurkan sembilan model baru dan lima model facelift dalam enam bulan pertama 2015. Khusus untuk sepeda motor, penjualannya di Tanah Air anjlok 24 persen setelah hanya berhasil menjajakan 3,2 juta unit. Penurunan tersebut tak lepas dari kinerja negatif PT Astra Honda Motor (AHM) selaku pemain terbesar. Penjualan AHM turun 19 persen menjadi 2,1 juta unit. Kendati demikian, Prijono mengatakan pangsa pasar Honda meningkat menjadi 67 persen per Juni.
Selama paruh pertama tahun ini, AHM tercatat telah meluncurkan delapan model baru motor Honda dan tiga model facelift.Selain itu, lanjut Prijono, bisnis komponen otomotif juga memberikan kontribusi yang rendah karena depresiasi nilai tukar rupiah. Hal ini terkait dengan penurunan laba bersih PT Astra Otoparts Tbk (AOP) sebesar 67 persen menjadi Rp 152 miliar.
"Penurunan laba AOP disebabkan oleh menurunnya volume dan depresiasi rupiah yang berimbas terhadap penurunan margin manufaktur," tuturnya. Kinerja PT Astra International Tbk mengalami kontraksi pada semester I 2015. Laba bersih perusahaan terbesar kelima di pasar modal Indonesia ini melorot 18 persen menjadi Rp 8,05 triliun, dari Rp 9,82 triliun di periode yang sama 2014.
“Laba bersih Astra pada semester pertama menurun, seiring dengan berkurangnya konsumsi domestik, kompetisi di sektor mobil dan melemahnya harga komoditas di Indonesia,” ujar Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra International dalam keterangan resmi, Kamis (30/7).
Prijono mengungkapkan, laba bersih Grup Astra menurun seiring turunnya kontribusi dari seluruh segmen bisnis, terutama dari segmen otomotif dan agribisnis. Pendapatan bersih konsolidasian Astra selama semester pertama tahun ini sebesar Rp 92,6 triliun, turun 9 persen dibandingkan semester pertama tahun lalu. Prijono menyatakan hal itu terutama disebabkan oleh menurunnya penjualan segmen otomotif, agribisnis dan penjualan alat berat.
“Laba bersih konsolidasian menurun sebesar 18 persen, dimana hal ini mencerminkan penurunan kontribusi dari hampir semua segmen,” jelasnya. Aktivitas bisnis Astra terbagi dalam enam lini bisnis, yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat dan pertambangan, agribisnis, infrastruktur, logistik dan lainnya serta teknologi informasi. Laba bersih dari segmen otomotif menurun sebesar 15 persen menjadi Rp 3,4 triliun, penjadi penyebab melemahnya kerja grup.
“Secara keseluruhan, lemahnya permintaan selama semester pertama disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi dan sedikitnya jumlah produk baru yang diluncurkan,” kata Prijono. Selain itu, lanjutnya, persaingan diskon pada pasar mobil yang disebabkan oleh kelebihan kapasitas produksi berdampak negatif terhadap laba bersih segmen usah ini. Bisnis komponen otomotif juga memberikan kontribusi yang rendah karena depresiasi nilai tukar rupiah.
Penjualan mobil secara nasional menurun sebesar 18 persen menjadi 525.000 unit. Penjualan mobil Astra turun sebesar 21 persen menjadi 263.000 unit, sehingga mengakibatkan penurunan pangsa pasar dari 52 persen menjadi 50 persen selama semester pertama 2015. Sementara, penjualan sepeda motor nasional mengalami penurunan sebesar 24 persen menjadi 3,2 juta unit. Penjualan sepeda motor dari PT Astra Honda Motor (AHM) juga mengalami penurunan sebesar 19 persen menjadi 2,1 juta unit, namun pangsa pasar meningkat menjadi 67 persen.
“PT Astra Otoparts Tbk, grup manufaktur komponen otomotif, mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 67 persen menjadi Rp 152 miliar, yang disebabkan oleh menurunnya volume dan depresiasi rupiah yang berimbas terhadap penurunan margin manufaktur,” kata Prijono. Adapun laba bersih segmen jasa keuangan menurun sebesar 16 persen menjadi Rp 2,1 triliun. Namun, jika keuntungan (one-time gain) dari akuisisi 50 persen kepemilikan di Astra Aviva Life pada bulan Mei 2014 tidak diperhitungkan, maka laba bersih dari segmen jasa keuangan sebenarnya meningkat 2 persen.
Laba bersih konsolidasian dari segmen alat berat dan pertambangan meningkat sebesar 3 persen menjadi Rp 2 triliun. PT United Tractors Tbk (UT), yang 59,5 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mencatatkan penurunan pendapatan bersih sebesar 9 persen walaupun laba bersih meningkat 4 persen menjadi Rp 3,4 triliun karena diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah.
Pelemahan yang cukup parah terjadi di segmen agribisnis Grup, yang turun 68 persen menjadi Rp 354 miliar. PT Astra Agro Lestari Tbk, yang 79,7 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 444 miliar, turun 68 persen.
Pasalnya, harga rata-rata CPO mengalami penurunan sebesar 12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 7.642/kg, sementara penjualan CPO menurun 18 persen menjadi 551.000 ton, sedangkan penjualan olein meningkat 109 persen menjadi 194.000 ton. Lebih lanjut, pelemahan dalam juga terjadi pada segmen infrastruktur, logistik dan lainnya. Laba bersih divisi tersebut menurun sebesar 60 persen menjadi Rp 68 miliar, sebagian besar disebabkan oleh kerugian awal yang timbul dari dimulainya pengoperasian seksi 1 ruas tol Kertosono – Mojokerto.
Laba bersih dari segmen teknologi informasi turun sebesar 11 persen menjadi Rp 75 miliar. Hal itu dialami oleh PT Astra Graphia Tbk (AG), yang 76,9 persen sahamnya dimiliki oleh Perseroan, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang solusi bisnis berbasis dokumen, teknologi informasi dan komunikasi serta agen tunggal penyalur Fuji Xerox di Indonesia. Namun, di sisi lain, nilai aset bersih per saham tercatat sebesar Rp 2.425 pada 30 Juni 2015, meningkat sebesar 3 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2014.
Secara keseluruhan posisi utang bersih Astra, di luar dari anak-anak perusahaan segmen jasa keuangan, adalah sebesar Rp 2,4 triliun, dibandingkan dengan utang bersih sebesar Rp 3,3 triliun di akhir tahun 2014. Bisnis jasa keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 47,3 triliun, dibandingkan dengan Rp 45,9 triliun di akhir tahun 2014.
Analis PT First Asia Capital mengatakan pelemahan kinerja Astra kali ini lebih buruk dari ekspektasi pasar. Apalagi, lanjutnya, pelemahan kurs rupiah ternyata amat berdampak buruk bagi kinerja Astra. “Agak over sih ya (pelemahan). Karena lemahnya penjualan motor dan mobil. Terus Astra Otoparts turun banyak banget akibat kurs. Ekspetasi awal diperkirakan hanya turun single digit saja,” ujarnya.
Semeter 1 2015 Laba Matahari Departement Store Tbk Naik Tajam 79,1 Persen
Perusahaan ritel milik Grup Lippo, PT Matahari Department Store Tbk mencetak pertumbuhan laba bersih sebesar 79,1 persen menjadi Rp 648 miliar pada semester I 2015, dari Rp 362 miliar di paruh pertama tahun lalu karena bergesernya periode Lebaran. Michael Remsen, CEO dan Vice President Director Matahari mengatakan pihaknya sangat gembira melihat kecepatan pembukaan gerai perseroan di tahun 2015 dan menantikan perbaikan makroekonomi di semester dua.
“Kinerja semester 1 2015 kami yang kuat merupakan refleksi dari daya tahan dan terus menguatnya pertumbuhan di segmen menengah yang menjadi target pelanggan kami, sejalan dengan bergesernya periode Lebaran,” ujar Michael dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (31/7).
Penjualan kotor Semester I 2015 tercatat sebesar Rp 6,875 triliun, 15,1 persen lebih tinggi dibandingkan dengan paruh pertama 2014 senilai Rp 5,972 triliun. Pendapatan bersih tercatat sebesar Rp 3,921 triliun, 17,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Rp 3,329 triliun pada semester I 2014.
“Same store sales growth (SSSG) yang kuat sebesar 12,2 persen, merupakan hasil dari pengaruh bergesernya periode Lebaran, peningkatan demand dari segmen pelanggan yang menjadi target perseroan, dan perbaikan di penawaran produk yang dijual Matahari,” kata Michael.
Saat ini Matahari memiliki 139 gerai di 66 kota di Indonesia, termasuk 8 gerai baru yang dibuka di Semester 1 2015, yaitu di Singkawang (Kalimantan Barat), Baubau (Sulawesi Tenggara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Karawang (Tangerang), Jogja (Jawa Tengah), Jakarta dan Mataram (Nusa Tenggara Barat).
Pada tanggal 1 Juli 2015, Matahari telah melakukan pembayaran dividen final untuk tahun buku 2014 sebesar total Rp 851,4 miliar atau Rp 291,8 per saham, setara dengan 60 persen dari Laba Bersih Matahari untuk tahun buku 2014, meningkat 85 persen dari Rp 157,7 per saham tahun lalu.
Matthew Wibowo analis Mandiri Sekuritas menyatakan penjualan Lebaran tahun ini datang lebih cepat untuk Matahari Dept. Store karena penjualan perusahaan mencapai puncaknya pada Juni. “Dengan delapan toko baru pada musim ramai ini, pendapatan emiten dibukukan Rp 3,9 triliun (naik 18 persen secara tahunan) dan laba bersih Rp 648 miliar (naik 80 persen secara tahunan) pada semester I 2015, di atas harapan,” jelasnya dalam riset.
“Kinerja semester 1 2015 kami yang kuat merupakan refleksi dari daya tahan dan terus menguatnya pertumbuhan di segmen menengah yang menjadi target pelanggan kami, sejalan dengan bergesernya periode Lebaran,” ujar Michael dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (31/7).
Penjualan kotor Semester I 2015 tercatat sebesar Rp 6,875 triliun, 15,1 persen lebih tinggi dibandingkan dengan paruh pertama 2014 senilai Rp 5,972 triliun. Pendapatan bersih tercatat sebesar Rp 3,921 triliun, 17,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Rp 3,329 triliun pada semester I 2014.
“Same store sales growth (SSSG) yang kuat sebesar 12,2 persen, merupakan hasil dari pengaruh bergesernya periode Lebaran, peningkatan demand dari segmen pelanggan yang menjadi target perseroan, dan perbaikan di penawaran produk yang dijual Matahari,” kata Michael.
Saat ini Matahari memiliki 139 gerai di 66 kota di Indonesia, termasuk 8 gerai baru yang dibuka di Semester 1 2015, yaitu di Singkawang (Kalimantan Barat), Baubau (Sulawesi Tenggara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Karawang (Tangerang), Jogja (Jawa Tengah), Jakarta dan Mataram (Nusa Tenggara Barat).
Pada tanggal 1 Juli 2015, Matahari telah melakukan pembayaran dividen final untuk tahun buku 2014 sebesar total Rp 851,4 miliar atau Rp 291,8 per saham, setara dengan 60 persen dari Laba Bersih Matahari untuk tahun buku 2014, meningkat 85 persen dari Rp 157,7 per saham tahun lalu.
Matthew Wibowo analis Mandiri Sekuritas menyatakan penjualan Lebaran tahun ini datang lebih cepat untuk Matahari Dept. Store karena penjualan perusahaan mencapai puncaknya pada Juni. “Dengan delapan toko baru pada musim ramai ini, pendapatan emiten dibukukan Rp 3,9 triliun (naik 18 persen secara tahunan) dan laba bersih Rp 648 miliar (naik 80 persen secara tahunan) pada semester I 2015, di atas harapan,” jelasnya dalam riset.
Thursday, July 30, 2015
Redam Serbuan Minimarket Kementerian Desa Revitalisasi 5.000 Pasar
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bertekad menangkal ekspansi minimarket ke desa. Salah satu caranya adalah dengan menjalankan revitalisasi pasar tradisional yang ada di desa. Pasar desa diharapkan mampu mencegah banyaknya produk luar yang beredar di masyarakat sehingga membuat masyarakat menjadi konsumtif bahkan menjadi 'korban pasar'.
"Produk dan hasil kerja masyarakat desa akan terwadahi dengan adanya pasar desa yang bagus, lengkap, dan modern. Dengan begitu, masyarakat desa tidak sekedar menjadi korban pasar, namun mejadi pelaku pasar yang memiliki daya saing tinggi," ujar Marwan Jafar, Menteri Desa, Pengembangan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (28/7).
Menurut Marwan, produk masyarakat desa sebenarnya tidak kalah bersaing dengan produk luar jika dibimbing dan diwadahi dengan pasar berkualitas dan berdaya jangkau luas. Ditambah lagi, potensi sumber daya alam di desa sangat melimpah didukung etos kerja masyarakatnya yang tidak kenal lelah.
Marwan tidak ingin masyarakat desa hanya menjadi korban pasar akibat meningkatnya jumlah minimarket di berbagai pelosok desa. Apalagi masyarakat desa saat ini cenderung meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke minimarket yang dikemas demgan branding modern. "Ini (minimarket) memberi dampak besar terhadap aktivitas ekonomi di pasar desa karena masyarakat lebih tergiur berbelanja di minimarket ketimbang ke pasar tradisional. Makanya kita tidak boleh kalah. Lakukan revitalisasi Pasar Desa menjadi pasar mewah, lengkap, dan modern," kata Marwan.
Menurut Marwan, jika pasar desa sudah terbangun dengan baik dan menyediakan berbagai kebutuhan secara lengkap, masyarakat desa akan lebih tertarik berbelanja di pasar desa ketimbang ke minimarket. Lebih dari itu, masyarakat tidak sekadar menjadi konsumen tapi juga pelaku pasar karena pasar desa bisa menampung hasil kerja masyarakat untuk dijual.
"Bila perlu, siapa pun yang ingin mendapat barang bagus dan berkualitas maka datang ke pasar desa," Ujarnya. Marwan menjelaskan pasar desa merupakan salah satu program unggulan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dan masuk dalam Nawakerja Prioritas 2014-2019. Menurutnya, Kementerian desa akan melakukan revitalisasi terhadap 5 ribu pasar desa dan juga pembangunan infrastruktur jalan pendukung di 3.500 Desa Mandiri.
Pasar desa diharapkan dapat membantu program desa mandiri yang direncakanan kepada 3.500 desa pada 2015 ini. Bersamaan dengan pasar desa, Kementerian Desa juga merancang sistem penyaluran modal bagi koperasi atau UMKM di 5 ribu desa dan sistem pelayanan publik secara online di 3.500 desa terutama bagi desa-desa di perbatasan, pulau terdepan, terluar, dan terpencil.
Marwan menambahkan kementerian desa secara berkelanjutan akan menjalankan program pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur di 3.500 desa, serta pembentukan dan pengembangan 5 ribu Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
"Produk dan hasil kerja masyarakat desa akan terwadahi dengan adanya pasar desa yang bagus, lengkap, dan modern. Dengan begitu, masyarakat desa tidak sekedar menjadi korban pasar, namun mejadi pelaku pasar yang memiliki daya saing tinggi," ujar Marwan Jafar, Menteri Desa, Pengembangan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (28/7).
Menurut Marwan, produk masyarakat desa sebenarnya tidak kalah bersaing dengan produk luar jika dibimbing dan diwadahi dengan pasar berkualitas dan berdaya jangkau luas. Ditambah lagi, potensi sumber daya alam di desa sangat melimpah didukung etos kerja masyarakatnya yang tidak kenal lelah.
Marwan tidak ingin masyarakat desa hanya menjadi korban pasar akibat meningkatnya jumlah minimarket di berbagai pelosok desa. Apalagi masyarakat desa saat ini cenderung meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke minimarket yang dikemas demgan branding modern. "Ini (minimarket) memberi dampak besar terhadap aktivitas ekonomi di pasar desa karena masyarakat lebih tergiur berbelanja di minimarket ketimbang ke pasar tradisional. Makanya kita tidak boleh kalah. Lakukan revitalisasi Pasar Desa menjadi pasar mewah, lengkap, dan modern," kata Marwan.
Menurut Marwan, jika pasar desa sudah terbangun dengan baik dan menyediakan berbagai kebutuhan secara lengkap, masyarakat desa akan lebih tertarik berbelanja di pasar desa ketimbang ke minimarket. Lebih dari itu, masyarakat tidak sekadar menjadi konsumen tapi juga pelaku pasar karena pasar desa bisa menampung hasil kerja masyarakat untuk dijual.
"Bila perlu, siapa pun yang ingin mendapat barang bagus dan berkualitas maka datang ke pasar desa," Ujarnya. Marwan menjelaskan pasar desa merupakan salah satu program unggulan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi dan masuk dalam Nawakerja Prioritas 2014-2019. Menurutnya, Kementerian desa akan melakukan revitalisasi terhadap 5 ribu pasar desa dan juga pembangunan infrastruktur jalan pendukung di 3.500 Desa Mandiri.
Pasar desa diharapkan dapat membantu program desa mandiri yang direncakanan kepada 3.500 desa pada 2015 ini. Bersamaan dengan pasar desa, Kementerian Desa juga merancang sistem penyaluran modal bagi koperasi atau UMKM di 5 ribu desa dan sistem pelayanan publik secara online di 3.500 desa terutama bagi desa-desa di perbatasan, pulau terdepan, terluar, dan terpencil.
Marwan menambahkan kementerian desa secara berkelanjutan akan menjalankan program pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur di 3.500 desa, serta pembentukan dan pengembangan 5 ribu Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Nilai Tukar Rupiah Jadi Pembenaran PLN Untuk Rugi Rp 10,53 Triliun
PT PLN (Persero) menelan kerugian sebesar Rp 10,53 triliun sepanjang semester I 2015 dibandingkan dengan perolehan laba bersih Rp 14,5 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Lemahnya nilai tukar rupiah saat ini dituding manajemen sebagai penyebab kerugian tersebut. “Penurunan laba bersih ini terutama karena adanya rugi selisih kurs yaitu dari laba kurs Rp 4,4 trilliun pada semester I 2014 menjadi rugi selisih kurs Rp 16,9 trilliun pada semester I 2015,” ujar Direktur Utama PLN Sofyan Basir dikutip dari keterangan pers, Rabu (29/7).
Mantan bankir utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk tersebut menjelaskan dengan diberlakukannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 mulai 2012, maka sebagian besar transaksi tenaga listrik antara PLN dengan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dicatat seperti transaksi sewa guna usaha.
Kondisi ini menurut Sofyan berdampak pada meningkatnya secara signifikan liabilitas atau utang valuta asing (valas) PLN. Oleh karena itu, torehan laba atau rugi PLN sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap valas. “Untuk mengurangi beban akibat rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat (AS), pada April 2015 PLN telah melakukan transaksi lindung nilai atas sebagian kewajiban dan utang usaha valas yang dimiliki,” kata Sofyan.
Rugi kurs menjadi satu-satunya katalis negatif kinerja PLN sepanjang paruh pertama tahun ini. Pasalnya dari sisi pendapatan penjualan tenaga listrik semester I 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp 15,5 triliun. Atau bertambah 18,1 persen menjadi Rp 101,3 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,7 triliun.
Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume penjualan kWh menjadi sebesar 99,4 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,8 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 97,6 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata dari sebesar Rp 878,44 per KWh menjadi Rp 1.018,87 per KWh.
Jumlah pelanggan yang dilayani pada akhir semester I 2015 juga naik 6,82 persen menjadi 59,5 juta pelanggan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 55,7 juta pelanggan. “Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 80,1 persen pada Juni 2014 menjadi 84,0 persen pada Juni 2015,” ujar Sofyan.
Meskipun volume penjualan meningkat, namun beban usaha perusahaan turun sebesar Rp 10,4 triliun atau 8,8 persen menjadi Rp 107,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 118,2 triliun. Sofyan mengatakan penurunan ini terjadi karena program efisiensi yang terus dilakukan perusahaan antara lain melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan penggunaan batubara atau energi primer lain yang lebih murah, serta turunnya harga komoditas energi primer.
Ia mencatat efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya BBM yaitu sebesar Rp 19,4 triliun atau 50,5 persen sehingga pada semester I 2015 menjadi Rp 18,8 trilliun dari sebelumnya Rp 37,9 trilliun. Biaya pemakaian batubara naik sebesar Rp 2,1 triliun atau 10,2 persen sehingga menjadi Rp 22,4 triliun, dan biaya pemakaian gas naik dari Rp 22,7 trilliun menjadi Rp 23,2 trilliun.
“Kami akan terus melakukan efisiensi dan pengendalian terhadap pengeluaran untuk beban usaha, terutama dengan mengalihkan biaya energi primer dari BBM ke Non-BBM serta efisiensi biaya yang merupakan controllable cost bagi PLN,” kata Sofyan.
Mantan bankir utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk tersebut menjelaskan dengan diberlakukannya Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 mulai 2012, maka sebagian besar transaksi tenaga listrik antara PLN dengan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dicatat seperti transaksi sewa guna usaha.
Kondisi ini menurut Sofyan berdampak pada meningkatnya secara signifikan liabilitas atau utang valuta asing (valas) PLN. Oleh karena itu, torehan laba atau rugi PLN sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap valas. “Untuk mengurangi beban akibat rupiah terdepresiasi terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat (AS), pada April 2015 PLN telah melakukan transaksi lindung nilai atas sebagian kewajiban dan utang usaha valas yang dimiliki,” kata Sofyan.
Rugi kurs menjadi satu-satunya katalis negatif kinerja PLN sepanjang paruh pertama tahun ini. Pasalnya dari sisi pendapatan penjualan tenaga listrik semester I 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp 15,5 triliun. Atau bertambah 18,1 persen menjadi Rp 101,3 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,7 triliun.
Pertumbuhan pendapatan ini berasal dari kenaikan volume penjualan kWh menjadi sebesar 99,4 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,8 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 97,6 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata dari sebesar Rp 878,44 per KWh menjadi Rp 1.018,87 per KWh.
Jumlah pelanggan yang dilayani pada akhir semester I 2015 juga naik 6,82 persen menjadi 59,5 juta pelanggan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 55,7 juta pelanggan. “Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 80,1 persen pada Juni 2014 menjadi 84,0 persen pada Juni 2015,” ujar Sofyan.
Meskipun volume penjualan meningkat, namun beban usaha perusahaan turun sebesar Rp 10,4 triliun atau 8,8 persen menjadi Rp 107,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 118,2 triliun. Sofyan mengatakan penurunan ini terjadi karena program efisiensi yang terus dilakukan perusahaan antara lain melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan penggunaan batubara atau energi primer lain yang lebih murah, serta turunnya harga komoditas energi primer.
Ia mencatat efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya BBM yaitu sebesar Rp 19,4 triliun atau 50,5 persen sehingga pada semester I 2015 menjadi Rp 18,8 trilliun dari sebelumnya Rp 37,9 trilliun. Biaya pemakaian batubara naik sebesar Rp 2,1 triliun atau 10,2 persen sehingga menjadi Rp 22,4 triliun, dan biaya pemakaian gas naik dari Rp 22,7 trilliun menjadi Rp 23,2 trilliun.
“Kami akan terus melakukan efisiensi dan pengendalian terhadap pengeluaran untuk beban usaha, terutama dengan mengalihkan biaya energi primer dari BBM ke Non-BBM serta efisiensi biaya yang merupakan controllable cost bagi PLN,” kata Sofyan.
Baru 6 Bulan BCA Sudah Kantongi Laba Bersih Rp 8,5 Triliun
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan entitas anak membukukan laba bersih sebesar Rp 8,5 triliun atau naik 8,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,9 triliun. “Pelemahan perekonomian Indonesia telah berdampak terhadap sektor perbankan, namun kami tetap dapat mempertahankan kinerja keuangan yang positif,” tutur Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/7).
Jahja mengungkapkan pendapatan operasional BCA meningkat 14,2 persen year on year menjadi Rp 22,6 triliun pada semester I 2015 dari 19,8 triliun pada semester I 2014. Raupan tersebut ditopang dari pendapatan bunga bersih yang naik sebesar 11,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 17,1 triliun dan pendapatan non bunga bersih sebesar Rp 5,4 triliun atau naik 23,9 persen dari semester I tahun lalu.
Sementara beban operasional paruh pertama tahun ini tercatat meningkat 23,5 persen menjadi Rp 11,2 triliun dibandingkan tahun lalu. Jahja mengungkapkan peningkatan beban tersebut akibat upaya BCA dalam memperkuat jaringan domestik. “Sejak beberapa tahun terakhir kami bisa menambah 50-60 cabang per tahun. Itu merupakan invetasi yang lumayan besar karena kami harus sewa atau membeli ruko. Setiap penambahan cabang berarti penambahan personel. Kami juga menambah mesin-mesin ATM,” tutur Jahja
Dari sisi kredit, lanjut Jahja, sepanjang semester I 2015, outstanding portofolio kredit tercatat Rp 347,1 triliun atau naik 8 persen yang terutama berasal peningkatan penyaluran kredit konsumer, komersial dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kredit komersial dan UKM tercatat sebesar Rp 137,5 triliun atau naik 8,3 persen year on year.
Sementara itu, kredit konsumer pada paruh pertama tahun ini tercatat naik 9,2 persen menjadi Rp 96,4 triliun. Portofolio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih dominan menopang kredit konsumer dengan angka Rp 56,9 triliun atau meningkat 7,7 persen year on year. Sedangkan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disalurkan naik 11,6 persen menjadi Rp 30,5 triliun.
Di lini bisnis kartu kredit, outstanding lini ini tercatat Rp 9 triliun atau naik 10,5 persen. Sedangkan, kredit korporasi tercatat naik 6,4 persen menjadi Rp 113,2 triliun. Non Performing Loan (NPL) untuk semester I 2015 berada di level 0,7 persen masih di bawah rata-rata sektor perbankan tanah air yang tercatat 2,5 persen.
Di sisi pendanaan, sepanjang paruh pertama tahun ini Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8 persen menjadi Rp 455 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) yang berkontribusi sebesar 76 persen kepada DPK tercatat Rp 345,9 triliun atau naik 6,4 persen. Dana tabungan berkontribusi sebesar Rp 231,7 triliun dari total CASA atau naik 5,5 persen sementara dana giro tumbuh 8,1 persen menjadi Rp 114,2 triliun.
Sementara itu, dana deposito tercatat Rp 109,1 triliun atau meningkat 13,7 persen year on year pada semester 1 2015. Sedangkan secondary reservestercatat sebesar Rp 75,5 triliun. Lebih lanjut, rasio kredit terhadap DPK pada semester I 2015 berada di level 75,7 persen di bawah rerata industri yang tercatat 87,9 persen. Sementara rasio kecukupan modal tercatat sebesar 19,0 persen selama 6 bulan terakhir.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengaku tidak merasa cemas dengan adanya rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/Fed). Janet Yellen selaku Gubernur The Fed telah mengisyaratkan akan ada kenaikan Fed rate pada akhir tahun ini.
"Kalau saya pribadi berasumsi bahwa kalau US interest rate mulai naik paling tidak kita sedikit banyak mengikuti tren. Itu cukuplah," tutur Jahja dalam acara paparan kinerja semester I 2015 di Jakarta, Rabu (29/7). Jahja mengambil contoh, ketika The Fed rate naik perseroan akan melakukan penyesuaian sebesar 0,25 basis poin pada tingkat bunganya. Dengan tidak melawan arus, Jahja meyakini bahwa pasar akan tetap tenang dan tidak menimbulkan kepanikan.
“Hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan ke pasar bahwa we follow the trend, tidak melawan arus,” tutur Jahja. Menurut Jahja, pada dasarnya pasar sudah mengantisipasi kenaikan The Fed rate dari level saat ini di rentang 0 - 0,25 persen. “Yang membuat market shock itu kalau tidak ada pengumuman interest US akan naik,” ujarnya.
Jahja mengungkapkan pendapatan operasional BCA meningkat 14,2 persen year on year menjadi Rp 22,6 triliun pada semester I 2015 dari 19,8 triliun pada semester I 2014. Raupan tersebut ditopang dari pendapatan bunga bersih yang naik sebesar 11,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 17,1 triliun dan pendapatan non bunga bersih sebesar Rp 5,4 triliun atau naik 23,9 persen dari semester I tahun lalu.
Sementara beban operasional paruh pertama tahun ini tercatat meningkat 23,5 persen menjadi Rp 11,2 triliun dibandingkan tahun lalu. Jahja mengungkapkan peningkatan beban tersebut akibat upaya BCA dalam memperkuat jaringan domestik. “Sejak beberapa tahun terakhir kami bisa menambah 50-60 cabang per tahun. Itu merupakan invetasi yang lumayan besar karena kami harus sewa atau membeli ruko. Setiap penambahan cabang berarti penambahan personel. Kami juga menambah mesin-mesin ATM,” tutur Jahja
Dari sisi kredit, lanjut Jahja, sepanjang semester I 2015, outstanding portofolio kredit tercatat Rp 347,1 triliun atau naik 8 persen yang terutama berasal peningkatan penyaluran kredit konsumer, komersial dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kredit komersial dan UKM tercatat sebesar Rp 137,5 triliun atau naik 8,3 persen year on year.
Sementara itu, kredit konsumer pada paruh pertama tahun ini tercatat naik 9,2 persen menjadi Rp 96,4 triliun. Portofolio Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih dominan menopang kredit konsumer dengan angka Rp 56,9 triliun atau meningkat 7,7 persen year on year. Sedangkan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disalurkan naik 11,6 persen menjadi Rp 30,5 triliun.
Di lini bisnis kartu kredit, outstanding lini ini tercatat Rp 9 triliun atau naik 10,5 persen. Sedangkan, kredit korporasi tercatat naik 6,4 persen menjadi Rp 113,2 triliun. Non Performing Loan (NPL) untuk semester I 2015 berada di level 0,7 persen masih di bawah rata-rata sektor perbankan tanah air yang tercatat 2,5 persen.
Di sisi pendanaan, sepanjang paruh pertama tahun ini Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8 persen menjadi Rp 455 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) yang berkontribusi sebesar 76 persen kepada DPK tercatat Rp 345,9 triliun atau naik 6,4 persen. Dana tabungan berkontribusi sebesar Rp 231,7 triliun dari total CASA atau naik 5,5 persen sementara dana giro tumbuh 8,1 persen menjadi Rp 114,2 triliun.
Sementara itu, dana deposito tercatat Rp 109,1 triliun atau meningkat 13,7 persen year on year pada semester 1 2015. Sedangkan secondary reservestercatat sebesar Rp 75,5 triliun. Lebih lanjut, rasio kredit terhadap DPK pada semester I 2015 berada di level 75,7 persen di bawah rerata industri yang tercatat 87,9 persen. Sementara rasio kecukupan modal tercatat sebesar 19,0 persen selama 6 bulan terakhir.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengaku tidak merasa cemas dengan adanya rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/Fed). Janet Yellen selaku Gubernur The Fed telah mengisyaratkan akan ada kenaikan Fed rate pada akhir tahun ini.
"Kalau saya pribadi berasumsi bahwa kalau US interest rate mulai naik paling tidak kita sedikit banyak mengikuti tren. Itu cukuplah," tutur Jahja dalam acara paparan kinerja semester I 2015 di Jakarta, Rabu (29/7). Jahja mengambil contoh, ketika The Fed rate naik perseroan akan melakukan penyesuaian sebesar 0,25 basis poin pada tingkat bunganya. Dengan tidak melawan arus, Jahja meyakini bahwa pasar akan tetap tenang dan tidak menimbulkan kepanikan.
“Hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan ke pasar bahwa we follow the trend, tidak melawan arus,” tutur Jahja. Menurut Jahja, pada dasarnya pasar sudah mengantisipasi kenaikan The Fed rate dari level saat ini di rentang 0 - 0,25 persen. “Yang membuat market shock itu kalau tidak ada pengumuman interest US akan naik,” ujarnya.
Di sisi lain, Jahja lebih mengkhawatirkan potensi ketatnya likuiditas perbankan menyusul adanya pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah. Seperti diketahui pemerintah membutuhkan sekitar Rp 4.970 triliun untuk membangun berbagai mega proyek infrastruktur selama lima tahun ke depan.
“Kalau dilaksanakan Rp 1.000 triliun saja itu sudah cukup besar karena kemampuan bank domestik dan lokal untuk pendanaan saya pikir paling banyak Rp 100 triliun sampai Rp 200 triliun (per tahun) kemampuannya. Selebihnya mau tidak mau harus ambil dari luar," ujarnya. Menurutnya apabila pembiayaan infrastruktur dipaksakan melebihi kemampuan pendanaan perbankan lokal maka likuiditas rupiah akan kembali ketat. Pasalnya, selain sektor infrastruktur, perbankan juga perlu memperhatikan pembiayaan sektor industri lain maupun kebutuhan nasabah lain.
“Selain itu, perbankan di Indonesia belum terbiasa memberikan pendanaan jangka panjang. (Sumber pendanaan perbankan) kita semua dari tabungan, giro, deposito itu paling lama setahun. Infrastruktur kan bisa 15-20 tahun jadi memang perbankan nggak terlalu berani masuk dalam jumlah terlalu besar,” ujarnya
“Kalau dilaksanakan Rp 1.000 triliun saja itu sudah cukup besar karena kemampuan bank domestik dan lokal untuk pendanaan saya pikir paling banyak Rp 100 triliun sampai Rp 200 triliun (per tahun) kemampuannya. Selebihnya mau tidak mau harus ambil dari luar," ujarnya. Menurutnya apabila pembiayaan infrastruktur dipaksakan melebihi kemampuan pendanaan perbankan lokal maka likuiditas rupiah akan kembali ketat. Pasalnya, selain sektor infrastruktur, perbankan juga perlu memperhatikan pembiayaan sektor industri lain maupun kebutuhan nasabah lain.
“Selain itu, perbankan di Indonesia belum terbiasa memberikan pendanaan jangka panjang. (Sumber pendanaan perbankan) kita semua dari tabungan, giro, deposito itu paling lama setahun. Infrastruktur kan bisa 15-20 tahun jadi memang perbankan nggak terlalu berani masuk dalam jumlah terlalu besar,” ujarnya
Pemerintah Akan Larang Impor Batik Untuk Proteksi Industri Batik Mulai Oktober 2015
Kementerian Perdagangan akan membatasi impor produk tesktil dan produk turunannya (TPT) bermotif batik mulai Oktober 2015 guna melindungi industri batik nasional. Rencana ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Batik dan TPT Motof Batik. Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel menjelaskan peraturan ini dibuat untuk mengurangi impor batik yang jumlahnya naik setiap tahun. Selain itu, kebijakan ini juga untuk melindungi industri batik nasional yang menyerap tenaga kerja sebanyak 1,3 juta orang pada tahun ini.
"Industri kain, baik itu tekstil biasa maupun batik, memiliki penyerapan tenaga kerja yang banyak. Apalagi sektor ini mampu menggerakkan ekonomi di daerah dan desa-desa. Untuk melindungi produk ini, maka kami putuskan untuk berlakukan kebijakan ini," jelas Rachmat di kantornya, Kamis (30/7).
Ia sangat menyayangkan, batik yang merupakan warisan budaya asli Indonesia justru pasarnya didominasi oleh produk impor. Ia berharap, pengetatan impor ini juga bisa berdampak baik bagi mental generasi muda untuk mencintai produk Indonesia. "Memang harus direstriksi karena kalau impor terus, cucu cicit kita tidak akan paham kalau produk-produk itu kebanggaan Indonesia," ujar Rachmat.
Dalam Permendag tersebut disebutkan, produk tekstil bermotif batik yang akan diatur impornya adalah tekstil yang paling sedikit memiliki dua warna. Selain itu, hanya importir terdaftar (IT) yang boleh mengimpor TPT batik dan motif batik.
Dengan demikian, importir harus mengajukan Izin Usaha Industri, Angka Pengenal Importir, Nomor Identitas Kepabeanan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak untuk bisa memiliki izin impor produk tersebut. itu. "Selain itu, importir harus mendapatkan rekomendasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM apabila ingin memperoleh persetujuan impor batik dan produk turunannya. Jika ada yang melanggar peraturan tersebut walaupun sudah ada izin impor, ya izin impornya bisa kita cabut," jelas Rachmat.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan membatasi pintu keluar TPT batik yaitu hanya boleh dari Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara, Tanjung Perak di Jawa Timur, dan Soekarno-Hatta di Sulawesi Utara. Sedangkan pelabuhan udara yang memperbolehkan hanya Bandara Soekarno-Hatta di Banten.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Harjanto mengatakan instansinya akan lebih selektif dalam melihat peruntukkan produk impor sebelum pihaknya memberikan rekomendasi impor batik tersebut. Ia mengatakan, rekomendasi impor atas TPT batik akan diberikan Kemenperin jika produk tersebut dijadikan sebagai salah satu input industri.
"Jika peruntukkan produk batik bisa menambah value added industri kita, kita bisa berikan rekomendasi atas izin impor itu. Namun jika peruntukkan produk itu adalah sebagai bahan konsumsi langsung seperti baju dan barang olahan batik lain, kita tidak akan mudah memberikan rekomendasi tersebut," tutur Harjanto.
Kemendag mencatat impor TPT batik dan motif batik sejak 2012 hingga 2014 meningkat sebesar 17,9 persen, dari US$ 78,89 juta menjadi US$ 87,14 juta. Sementara itu, impor TPT batik pada triwulan pertama 2015 tercatat sebesar US$ 34,91 juta atau naik sebesar 24,1 persen jika dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya US$ 28,13 juta
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung rencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), untuk mengeluarkan aturan mengenai larangan impor tekstil berbasis budaya Indonesia, misalnya batik dan songket. “Kalau menurut saya itu bagus,” ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani ketika ditemui usai menandatangani nota kesepahaman antara Apindo dan Kemendag di kantor Kemendag, Senin (13/4).
Hariyadi menyebutkan Malaysia telah lebih dulu mengeluarkan aturan sejenis dengan alasan melestarikan kekayaan budaya lokal. Dampaknya, Indonesia juga tidak dapat mengekspor produk yang ditengarai memiliki kesamaan budaya dengan Malaysia, misalnya batik. Dia tidak memungkiri, selama ini pengusaha Indonesia ada yang mengimpor produk tekstil batik cetak (printing) dari Tiongkok karena harganya lebih murah dibandingkan dengan batik produksi Indonesia. Kendati demikian, lanjut Hariyadi, apabila semangat pemerintah adalah untuk memperbaiki industri dalam negeri, maka memang perlu ada aturan pembatasan impor produk tersebut.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Perdagangan Rachmat Gobel juga kembali menegaskan keinginan pemerintah untuk mengeluarkan aturan tersebut. Hal itu dilakukan guna melindungi produk berbasis budaya dan melindungi industri Tanah Air. “Misalnya seperti batik, banyak tekstil kita yang impor dari Tiongkok, desainnya, desain batik. Ini akan kita hambat. Karena kalau tidak kita hambat, industri batik kita yang kecil-kecil kita yang printing pasti akan mati,” tutur Rachmat.
Untuk itu, Menteri Rachmat masih menunggu dukungan dari Kementerian Pariwisata dan berbagai pihak terkait. Rahmat tidak ingin dinilai hanya sekedar mengeluarkan larangan tanpa ada koordinasi.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada tahun 2013. Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai US$ 2,1 juta. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai US$ 937,6 ribu.
Setelah melarang impor pakaian bekas dan jeroan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan akan segera menerbitkan aturan mengenai larangan impor tekstil bermotif batik ataupun desain bercorak budaya Indonesa. Ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan pemerintah pada industri berbasis budaya Tanah Air.
“Kalau tidak impornya makin lama makin tinggi dan ini merugikan para pengrajin batik, mungkin (juga) songket. Kemarin saya diberi tahu juga dari Bali, kain khas Bali juga demikian, dibuat di Cina dan diekspor ke Indonesia yang sayangnya dilakukan oleh perusahaan Indonesia,” tutur Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam acara Jakarta International Handicraft Trade Fair ( INACRAFT) Award 2015 di Jakarta Convention Center, Jumat (10/4).
Kekhawatiran Rachmat memang beralasan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada tahun 2013. Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai US$ 2,1 juta. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai US$ 937,6 ribu. Negara lain mengekspor produk batiknya ke Indonesia adalah Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.
Menurut Rachmat, nilai budaya bangsa yang terkandung dalam produk tersebut harus dijaga karena tidak ternilai harganya. Selain itu, keberadaan produk tersebut juga merugikan pelaku industri domestik karena harus bersaing harga dengan produk impor yang lebih murah.
“Saya menunggu dukungan dari Menteri Pariwisata dan mungkin juga Kepala Badan Ekonomi Kreatif untuk supaya kita bisa segera men-stop daripada impor-impor yang akan menggangu, bukan hanya mengganggu industri tetapi ini ada nilai budaya yang harus kita jaga,” ujarnya.
"Industri kain, baik itu tekstil biasa maupun batik, memiliki penyerapan tenaga kerja yang banyak. Apalagi sektor ini mampu menggerakkan ekonomi di daerah dan desa-desa. Untuk melindungi produk ini, maka kami putuskan untuk berlakukan kebijakan ini," jelas Rachmat di kantornya, Kamis (30/7).
Ia sangat menyayangkan, batik yang merupakan warisan budaya asli Indonesia justru pasarnya didominasi oleh produk impor. Ia berharap, pengetatan impor ini juga bisa berdampak baik bagi mental generasi muda untuk mencintai produk Indonesia. "Memang harus direstriksi karena kalau impor terus, cucu cicit kita tidak akan paham kalau produk-produk itu kebanggaan Indonesia," ujar Rachmat.
Dalam Permendag tersebut disebutkan, produk tekstil bermotif batik yang akan diatur impornya adalah tekstil yang paling sedikit memiliki dua warna. Selain itu, hanya importir terdaftar (IT) yang boleh mengimpor TPT batik dan motif batik.
Dengan demikian, importir harus mengajukan Izin Usaha Industri, Angka Pengenal Importir, Nomor Identitas Kepabeanan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak untuk bisa memiliki izin impor produk tersebut. itu. "Selain itu, importir harus mendapatkan rekomendasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM apabila ingin memperoleh persetujuan impor batik dan produk turunannya. Jika ada yang melanggar peraturan tersebut walaupun sudah ada izin impor, ya izin impornya bisa kita cabut," jelas Rachmat.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan membatasi pintu keluar TPT batik yaitu hanya boleh dari Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara, Tanjung Perak di Jawa Timur, dan Soekarno-Hatta di Sulawesi Utara. Sedangkan pelabuhan udara yang memperbolehkan hanya Bandara Soekarno-Hatta di Banten.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Harjanto mengatakan instansinya akan lebih selektif dalam melihat peruntukkan produk impor sebelum pihaknya memberikan rekomendasi impor batik tersebut. Ia mengatakan, rekomendasi impor atas TPT batik akan diberikan Kemenperin jika produk tersebut dijadikan sebagai salah satu input industri.
"Jika peruntukkan produk batik bisa menambah value added industri kita, kita bisa berikan rekomendasi atas izin impor itu. Namun jika peruntukkan produk itu adalah sebagai bahan konsumsi langsung seperti baju dan barang olahan batik lain, kita tidak akan mudah memberikan rekomendasi tersebut," tutur Harjanto.
Kemendag mencatat impor TPT batik dan motif batik sejak 2012 hingga 2014 meningkat sebesar 17,9 persen, dari US$ 78,89 juta menjadi US$ 87,14 juta. Sementara itu, impor TPT batik pada triwulan pertama 2015 tercatat sebesar US$ 34,91 juta atau naik sebesar 24,1 persen jika dibandingkan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya US$ 28,13 juta
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung rencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), untuk mengeluarkan aturan mengenai larangan impor tekstil berbasis budaya Indonesia, misalnya batik dan songket. “Kalau menurut saya itu bagus,” ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani ketika ditemui usai menandatangani nota kesepahaman antara Apindo dan Kemendag di kantor Kemendag, Senin (13/4).
Hariyadi menyebutkan Malaysia telah lebih dulu mengeluarkan aturan sejenis dengan alasan melestarikan kekayaan budaya lokal. Dampaknya, Indonesia juga tidak dapat mengekspor produk yang ditengarai memiliki kesamaan budaya dengan Malaysia, misalnya batik. Dia tidak memungkiri, selama ini pengusaha Indonesia ada yang mengimpor produk tekstil batik cetak (printing) dari Tiongkok karena harganya lebih murah dibandingkan dengan batik produksi Indonesia. Kendati demikian, lanjut Hariyadi, apabila semangat pemerintah adalah untuk memperbaiki industri dalam negeri, maka memang perlu ada aturan pembatasan impor produk tersebut.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Perdagangan Rachmat Gobel juga kembali menegaskan keinginan pemerintah untuk mengeluarkan aturan tersebut. Hal itu dilakukan guna melindungi produk berbasis budaya dan melindungi industri Tanah Air. “Misalnya seperti batik, banyak tekstil kita yang impor dari Tiongkok, desainnya, desain batik. Ini akan kita hambat. Karena kalau tidak kita hambat, industri batik kita yang kecil-kecil kita yang printing pasti akan mati,” tutur Rachmat.
Untuk itu, Menteri Rachmat masih menunggu dukungan dari Kementerian Pariwisata dan berbagai pihak terkait. Rahmat tidak ingin dinilai hanya sekedar mengeluarkan larangan tanpa ada koordinasi.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada tahun 2013. Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai US$ 2,1 juta. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai US$ 937,6 ribu.
Setelah melarang impor pakaian bekas dan jeroan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan akan segera menerbitkan aturan mengenai larangan impor tekstil bermotif batik ataupun desain bercorak budaya Indonesa. Ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan pemerintah pada industri berbasis budaya Tanah Air.
“Kalau tidak impornya makin lama makin tinggi dan ini merugikan para pengrajin batik, mungkin (juga) songket. Kemarin saya diberi tahu juga dari Bali, kain khas Bali juga demikian, dibuat di Cina dan diekspor ke Indonesia yang sayangnya dilakukan oleh perusahaan Indonesia,” tutur Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam acara Jakarta International Handicraft Trade Fair ( INACRAFT) Award 2015 di Jakarta Convention Center, Jumat (10/4).
Kekhawatiran Rachmat memang beralasan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengimpor sebanyak 282,3 ton produk batik dari berbagai negara dengan nilai mencapai US$ 5,2 miliar pada tahun 2013. Impor terbesar berasal Tiongkok sebesar 136,8 ton, senilai US$ 2,1 juta. Setelah itu disusul oleh Italia yang mengirim produk batiknya ke Tanah Air sebesar 43,1 ton, senilai US$ 937,6 ribu. Negara lain mengekspor produk batiknya ke Indonesia adalah Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang.
Menurut Rachmat, nilai budaya bangsa yang terkandung dalam produk tersebut harus dijaga karena tidak ternilai harganya. Selain itu, keberadaan produk tersebut juga merugikan pelaku industri domestik karena harus bersaing harga dengan produk impor yang lebih murah.
“Saya menunggu dukungan dari Menteri Pariwisata dan mungkin juga Kepala Badan Ekonomi Kreatif untuk supaya kita bisa segera men-stop daripada impor-impor yang akan menggangu, bukan hanya mengganggu industri tetapi ini ada nilai budaya yang harus kita jaga,” ujarnya.
4 Bank Asing Beri Pinjaman Pada Pemerintah Senilai Rp. 14,8 Triliun
Pemerintah kembali mendapatkan komitmen pinjaman program baru dari empat lembaga keuangan multilateral, dengan total plafon mencapai US$1,1 miliar atau setara dengan Rp 14,8 triliun (kurs Rp 13.470). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan komitmen tersebut diberikan oleh Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) masing-masing US$ 500 juta, sedangkan US$ 100 juta sisanya berasal dari Bank Pembangunan Jerman (KfW Bankengruppe) dan Bank Pembangunan Perancis (Agence Francaise Development).
Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, menjelaskan komitmen baru tersebut melengkapi komitmen pinjaman program sebelumnya, sebesar US$ 600 juta, yang sudah diperhitungkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.
"Yang sudah di APBN US$ 600 juta, dengan komitmen baru itu sekarang pemerintah punya ketersediaan pinjaman US$ 1,7 miliar," ujar Robert kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (30/7). Menurut Robert, pinjaman program tersebut bersifat siaga dan sewaktu-waktu bisa ditarik jika defisit fiskal berpotensi melebar.
Sebagai informasi, pemerintah masih mengantongi komitmen pinjaman siaga dari luar negeri sebesar US$ 5 miliar, yang berasal dari Bank Dunia sebesar US$ 2 miliar, Pemerintah Australia sebesar US$ 1 miliar, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar US$ 1,5 miliar, dan Asean Development Bank (ADB) sebesar US$ 500 juta
Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, menjelaskan komitmen baru tersebut melengkapi komitmen pinjaman program sebelumnya, sebesar US$ 600 juta, yang sudah diperhitungkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.
"Yang sudah di APBN US$ 600 juta, dengan komitmen baru itu sekarang pemerintah punya ketersediaan pinjaman US$ 1,7 miliar," ujar Robert kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan, Kamis (30/7). Menurut Robert, pinjaman program tersebut bersifat siaga dan sewaktu-waktu bisa ditarik jika defisit fiskal berpotensi melebar.
Sebagai informasi, pemerintah masih mengantongi komitmen pinjaman siaga dari luar negeri sebesar US$ 5 miliar, yang berasal dari Bank Dunia sebesar US$ 2 miliar, Pemerintah Australia sebesar US$ 1 miliar, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar US$ 1,5 miliar, dan Asean Development Bank (ADB) sebesar US$ 500 juta
Nasfu Besar Tenaga Kurang ... Wijaya Karya Bingung Cari Modal Untuk Garap Proyek Kereta Cepat
Perusahaan konstruksi pelat merah, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) memperoleh restu pemegang saham untuk ikut andil dalam menggarap proyek kereta cepat (high speed railway/HSR) rute Jakarta-Bandung yang sempat digadang membutuhkan dana investasi hingga Rp 50 triliun. Perseroan berencana mencari dana melalui penerbitan saham baru maupun surat utang untuk membiayai proyek tersebut.
Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo menyatakan pemegang saham yang mayoritas dimiliki pemerintah merestui rencana perseroan untuk terjun ke proyek tersebut. Namun untuk detailnya, ia menyatakan belum bisa memberikan informasi lebih lanjut.
“Terkait HSR, intinya kami hanya menyiapkan dulu, dan bahwa bidang usaha kami punya sarana dan prasarana perkeretaapian. Kemudian berdasarkan aturan KAI juga sudah sesuai,” ujarnya, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di gedung WIKA, Jakarta, Kamis (30/7).
Ada perusahaan Jepang dan China menyatakan berminat berinvestasi dalam proyek tersebut. Bintang mengatakan belum tahu mana yang akan diterima oleh pemerintah. Adapun WIKA sendiri lebih fokus pada persiapan. “Sebulan diharapkan bisa rampung persiapannya dan segera dilakukan, kemudian akhir tahun sudah mulai berjalan pengerjaannya. Nanti akan membentuk anak usaha baru, tapi tergantung pemerintah penunjukannya kapan dan berapa belanja modal yang dibutuhkan,” ujarnya.
Bintang menjelaskan, pihaknya belum mengetahui kapan groundbreaking perusahaan tersebut akan digelar. Ia menambahkan, pihaknya juga belum tahu apakah kedua investor asing tersebut sudah menyerahkan hasil Feasibility Study kepada pemerintah. “Kami tidak ikut Feasibility Study. Yang bikin investor Jepang dan China. Nanti baru dibandingkan apple to apple oleh pemerintah, mana yang paling baik,” katanya.
Direktur Keuangan Wijaya Karya Aji Firmantoro mengatakan beberapa opsi pendanaan masih dikaji. Beberapa opsi itu antara lain penerbitan saham baru (right issue) atau obligasi yang juga mengkaji hasil Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2016. “Kemarin kan sudah terbitkan obligasi MTN. Kalau PMN jadi dilaksanakan 2016 sepertinya kami akan menggunakan right issue. Tapi kami juga akan menerbitkan obligasi yang sedang kami jajaki, apakah global atau domestik. Akan kami pelajari dulu,” kata Aji.
Aji menyatakan WIKA ingin memperoleh PMN di kisaran Rp 5 triliun sampai Rp 7,2 triliun. “Obligasi kalau dengan right issue tentunya akan besar ya. Tapi kalau right issue tetapi belum ada PMN, ya minimal Rp 1 triliun right issue-nya. Obligasi dan right tahun depan, karena kebutuhan belanja modal kita yang besar tahun depan,” ujarnya.
Adapun belanja modal yang dibutuhkan masih dievaluasi. Namun diyakini dana yang dibutuhkan akan besar sekali, bisa lebih dari Rp 25 triliun. Sebagai persiapan, tahun ini dipersiapkan Rp 2 triliun dan tahun depan Rp 3-4 triliun. Terkait besaran dana proyek HSR yang dibutuhkan, Aji bilang masih dikaji. Angka kisaran investasi Rp 50 triliun adalah besaran hasil Feasibility Study sementara dari pihak Jepang. Itu belum final. “Kalau konsorsium harapannya Indonesia 60 persen dan asing 40 persen. Konsorsium Indonesia nanti terdiri dari beberapa BUMN,” ucap Aji.
Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo menyatakan pemegang saham yang mayoritas dimiliki pemerintah merestui rencana perseroan untuk terjun ke proyek tersebut. Namun untuk detailnya, ia menyatakan belum bisa memberikan informasi lebih lanjut.
“Terkait HSR, intinya kami hanya menyiapkan dulu, dan bahwa bidang usaha kami punya sarana dan prasarana perkeretaapian. Kemudian berdasarkan aturan KAI juga sudah sesuai,” ujarnya, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di gedung WIKA, Jakarta, Kamis (30/7).
Ada perusahaan Jepang dan China menyatakan berminat berinvestasi dalam proyek tersebut. Bintang mengatakan belum tahu mana yang akan diterima oleh pemerintah. Adapun WIKA sendiri lebih fokus pada persiapan. “Sebulan diharapkan bisa rampung persiapannya dan segera dilakukan, kemudian akhir tahun sudah mulai berjalan pengerjaannya. Nanti akan membentuk anak usaha baru, tapi tergantung pemerintah penunjukannya kapan dan berapa belanja modal yang dibutuhkan,” ujarnya.
Bintang menjelaskan, pihaknya belum mengetahui kapan groundbreaking perusahaan tersebut akan digelar. Ia menambahkan, pihaknya juga belum tahu apakah kedua investor asing tersebut sudah menyerahkan hasil Feasibility Study kepada pemerintah. “Kami tidak ikut Feasibility Study. Yang bikin investor Jepang dan China. Nanti baru dibandingkan apple to apple oleh pemerintah, mana yang paling baik,” katanya.
Direktur Keuangan Wijaya Karya Aji Firmantoro mengatakan beberapa opsi pendanaan masih dikaji. Beberapa opsi itu antara lain penerbitan saham baru (right issue) atau obligasi yang juga mengkaji hasil Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2016. “Kemarin kan sudah terbitkan obligasi MTN. Kalau PMN jadi dilaksanakan 2016 sepertinya kami akan menggunakan right issue. Tapi kami juga akan menerbitkan obligasi yang sedang kami jajaki, apakah global atau domestik. Akan kami pelajari dulu,” kata Aji.
Aji menyatakan WIKA ingin memperoleh PMN di kisaran Rp 5 triliun sampai Rp 7,2 triliun. “Obligasi kalau dengan right issue tentunya akan besar ya. Tapi kalau right issue tetapi belum ada PMN, ya minimal Rp 1 triliun right issue-nya. Obligasi dan right tahun depan, karena kebutuhan belanja modal kita yang besar tahun depan,” ujarnya.
Adapun belanja modal yang dibutuhkan masih dievaluasi. Namun diyakini dana yang dibutuhkan akan besar sekali, bisa lebih dari Rp 25 triliun. Sebagai persiapan, tahun ini dipersiapkan Rp 2 triliun dan tahun depan Rp 3-4 triliun. Terkait besaran dana proyek HSR yang dibutuhkan, Aji bilang masih dikaji. Angka kisaran investasi Rp 50 triliun adalah besaran hasil Feasibility Study sementara dari pihak Jepang. Itu belum final. “Kalau konsorsium harapannya Indonesia 60 persen dan asing 40 persen. Konsorsium Indonesia nanti terdiri dari beberapa BUMN,” ucap Aji.
Sementara itu, WIKA bersama dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, telah melakukan penandatanganan perjanian pembangunan pelaksanaan paket pekerjaan paket A proyek rel kereta api Manggarai ke Jatinegara. Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya, Suradi mengatakan bahwa perseroan dinyatakan sebagai pemenang pelelangan pelaksanaan paket pekerjaan Paket A “Pekerjaan Jalan Rel” sesuai dengan surat penunjukan penetapan pemenang oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia No. PL.405/4/14 Phb 2015, pada tanggal 24 Juni 2015.
“Rencananya proyek ini akan mencapai nilai Rp 363,26 miliar dan pelaksanaannya akan memakan waktu selama 886 hari kalender atau hingga 31 Desember 2017,” katanya. Adapun lingkup utama pekerjaan pada proyek ini adalah pekerjaan platform (stasiun Manggarai, Matraman, dan Jatinegara), pekerjaan jalan rel seperti supply, penghamparan dan pemadatan ballast, kemudian supply dan pemasangan sleeper, serta supply dan pemasangan rel termasuk turn out dan scissor crosing.
Maxi Liesyaputra, analis KBD Daewoo Securities Indonesia mengatakan, untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah sangat perlu untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur karena tingkat penyediaan infrastruktur di Indonesia masih rendah, bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
“Potensi peningkatan pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak positif terhadap beberapa BUMN konstruksi seperti Wijaya Karya (WIKA),” ujarnya dalam riset, belum lama ini.
“Rencananya proyek ini akan mencapai nilai Rp 363,26 miliar dan pelaksanaannya akan memakan waktu selama 886 hari kalender atau hingga 31 Desember 2017,” katanya. Adapun lingkup utama pekerjaan pada proyek ini adalah pekerjaan platform (stasiun Manggarai, Matraman, dan Jatinegara), pekerjaan jalan rel seperti supply, penghamparan dan pemadatan ballast, kemudian supply dan pemasangan sleeper, serta supply dan pemasangan rel termasuk turn out dan scissor crosing.
Maxi Liesyaputra, analis KBD Daewoo Securities Indonesia mengatakan, untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah sangat perlu untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur karena tingkat penyediaan infrastruktur di Indonesia masih rendah, bahkan bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
“Potensi peningkatan pembangunan infrastruktur akan memberikan dampak positif terhadap beberapa BUMN konstruksi seperti Wijaya Karya (WIKA),” ujarnya dalam riset, belum lama ini.
AirAsia Kurangi Penerbangan Domestik Karena Pelemahan Rupiah Yang Buat Bisnis Di Indonesia Tidak Menarik
PT Indonesia AirAsia akan mengurangi rute maupun frekuensi penerbangan domestik guna memperkuat bisnis penerbangan internasional. Langkah ini juga merupakan upaya perseroan melakukan lindung nilai di tengah depresiasi rupiah yang semakin dalam. Presiden Direktur AirAsia, Sunu Widyatmoko mengungkapkan saat ini komposisi penerbangan maskapainya adalah 35 persen melayani penerbangan domestik dan 65 persen merupakan penerbangan internasional.
“35 persen (layanan penerbangan domestik) itu akan kita turunkan, nanti jadi 30 persen, lebih dikit lah,” tutur Sunu saat ditemui usai menghadiri acara halal-bihalal perseroan di Jakarta, Kamis (30/7).
Kecenderungan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat disebut Sunu sebagai alasan pertama. Dengan memperbanyak rute penerbangan internasional, kata Sunu, membuka kesempatan perseroan untuk melakukan lindung nilai mata uang alami (natural hedge) untuk kegiatan operasionalnya. “Dalam kondisi (pelemahan rupiah) seperti ini saya harus mendapatkan mata uang asing lebih banyak. Memang mata uang asing relatif lebih tahan terhadap dolar dari pada rupiah,” kata Sunu.
Selain itu, Sunu mengakui bahwa kondisi pasar penerbangan domestik saat ini tengah lesu. Apalagi, lanjutnya, pemerintah juga telah memberlakukan aturan tarif batas bawah bagi tiket domestik guna menghindari perang tarif sehingga berpengaruh negatif terhadap permintaan. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jumlah penumpang rute domestik Air Asia pada paruh pertama tahun ini sebesar 1,16 juta penumpang, turun 28 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun.
“Kami juga harus melihat realita dari market domestik. Market domestik kecenderungannya melemah karena masalah ekonomi, kemudian pasar domestik juga kecenderungannya over supply karena banyak pemain,” ujar Sunu. Selain itu, lanjut Sunu, AirAsia ingin mendukung program pemerintah yang ingin meningkatkan jumlah turis asing melalui program bebas visa. Hal itu dinilainya sebagai peluang untuk memperluas pasar.
“Kami ingin men-support program itu. Karena pesawat terbang terbatas, untuk menambah penerbangan internasional, kami harus mengurangi rute-rute domestik,” ujarnya. Alasan berikutnya, Sunu mengatakan pihaknya ingin memanfaatkan jaringan internasional milik Group AirAsia yang luas. “Network kita di luar kan sangat kuat. Itu yang ingin kita kapitalisasi,tuturnya.
Sayangnya, Sunu enggan menyebutan rute penerbangan domestik mana yang akan ditutup atau dikurangi frekuensi penerbangannya. Namun, perseroan telah menunjukkan keseriusannya untuk menambah rute penerbangan internasional dengan membuka rute Surabaya-Bangkok beberapa waktu lalu dan berencana untuk membuka rute Padang-Singapura.
PT Indonesia AirAsia akan meminta perpanjangan waktu dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) guna memperbaiki ekuitas perusahaan yang negatif. Sebelumnya, maskapai merah ini sempat menyanggupi penambahan modal yang dipersyaratkan Kemenhub sebelum batas waktunya berakhir pada 31 Juli 2015.
Presiden Direktur PT Indonesia AirAsia, Sunu Widyatmoko menyadari bahwa neraca modal perseroan negatif dan batas waktu untuk memperbaikinya hanya sampai besok. Namun, transaksi yang terkait dengan ekuitas perseroan harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga tidak memungkinkan untuk dipenuhi sesuai tenggat waktu yang sudah ditetapkan regulator.
“Karena ini perusahaan publik dalam bentuk PT (Perusahaan Terbatas), maka membutuhkan untuk RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Itu kan membutuhkan waktu juga untuk approval. Jadi tidak bisa cepat,” tutur Sunu saat ditemui usai menghadiri acara halal-bihalal perseroan di Jakarta, Kamis (30/7).
Menurut Sunu, setidaknya dibutuhkan waktu tambahan selama dua bulan untuk menyelesaikan proses dengan pemegang saham dan melakukan aksi korporasi yang dibutuhkan. “Kami akan sampaikan (permohonan perpanjangan waktu) kepada Kementerian Perhubungan hari ini,” ujarnya. Lebih lanjut, Sunu menjelaskan perseroan tidak hanya sekedar meminta perpanjangan waktu untuk memperbaiki ekuitasnya, tetapi juga akan menyampaikan langkah-langkah untuk memenuhi ketentuan pemerintah.
“Kita akan menyampaikan rencana kita terkait dengan permintaan Kementerian Perhubungan untuk menjadikan ekuitas kita positif. Jadi kita akan sampaikan langkah-langkah kita, timelinenya seperti apa,” ujarnya. Kendati demikian, Sunu enggan membeberkan langkah-langkah yang akan diambil AirAsia untuk menjadikan ekuitasnya positif. Dia juga masih menutup rapat merahasiakan soal neraca negatif perseroan.
Kendati demikian, Sunu meyakinkan arus kas operasional perusahaan masih positif sehingga kualitas pelayanan dan operasional Air Asia tidak terganggu. "Operation suatu perusahaan terutama airline itu selalu refer ke cash flow. Cash flow kita positif," tutur Sunu.
Seperti diketahui, beberapa waktu Indonesia Air Asia bersama dua belas maskapai domestik lain dinyatakan memiliki ekuitas negatif oleh Kemenhub. Adapun daftarnya adalah AirAsia, Air Pasifik Utama, Asialink Cargo Airlines, Batik Air, Cardig Air, Eastindo Services, Ersa Eastern Aviation, Johnlin Air Transport, Manunggal Air Service, Nusantara Buana Air, Survai Udara Penas, Transwisata Prima Aviation, dan Tri-MG Intra Airlines.
“35 persen (layanan penerbangan domestik) itu akan kita turunkan, nanti jadi 30 persen, lebih dikit lah,” tutur Sunu saat ditemui usai menghadiri acara halal-bihalal perseroan di Jakarta, Kamis (30/7).
Kecenderungan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat disebut Sunu sebagai alasan pertama. Dengan memperbanyak rute penerbangan internasional, kata Sunu, membuka kesempatan perseroan untuk melakukan lindung nilai mata uang alami (natural hedge) untuk kegiatan operasionalnya. “Dalam kondisi (pelemahan rupiah) seperti ini saya harus mendapatkan mata uang asing lebih banyak. Memang mata uang asing relatif lebih tahan terhadap dolar dari pada rupiah,” kata Sunu.
Selain itu, Sunu mengakui bahwa kondisi pasar penerbangan domestik saat ini tengah lesu. Apalagi, lanjutnya, pemerintah juga telah memberlakukan aturan tarif batas bawah bagi tiket domestik guna menghindari perang tarif sehingga berpengaruh negatif terhadap permintaan. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), jumlah penumpang rute domestik Air Asia pada paruh pertama tahun ini sebesar 1,16 juta penumpang, turun 28 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun.
“Kami juga harus melihat realita dari market domestik. Market domestik kecenderungannya melemah karena masalah ekonomi, kemudian pasar domestik juga kecenderungannya over supply karena banyak pemain,” ujar Sunu. Selain itu, lanjut Sunu, AirAsia ingin mendukung program pemerintah yang ingin meningkatkan jumlah turis asing melalui program bebas visa. Hal itu dinilainya sebagai peluang untuk memperluas pasar.
“Kami ingin men-support program itu. Karena pesawat terbang terbatas, untuk menambah penerbangan internasional, kami harus mengurangi rute-rute domestik,” ujarnya. Alasan berikutnya, Sunu mengatakan pihaknya ingin memanfaatkan jaringan internasional milik Group AirAsia yang luas. “Network kita di luar kan sangat kuat. Itu yang ingin kita kapitalisasi,tuturnya.
Sayangnya, Sunu enggan menyebutan rute penerbangan domestik mana yang akan ditutup atau dikurangi frekuensi penerbangannya. Namun, perseroan telah menunjukkan keseriusannya untuk menambah rute penerbangan internasional dengan membuka rute Surabaya-Bangkok beberapa waktu lalu dan berencana untuk membuka rute Padang-Singapura.
PT Indonesia AirAsia akan meminta perpanjangan waktu dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) guna memperbaiki ekuitas perusahaan yang negatif. Sebelumnya, maskapai merah ini sempat menyanggupi penambahan modal yang dipersyaratkan Kemenhub sebelum batas waktunya berakhir pada 31 Juli 2015.
Presiden Direktur PT Indonesia AirAsia, Sunu Widyatmoko menyadari bahwa neraca modal perseroan negatif dan batas waktu untuk memperbaikinya hanya sampai besok. Namun, transaksi yang terkait dengan ekuitas perseroan harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga tidak memungkinkan untuk dipenuhi sesuai tenggat waktu yang sudah ditetapkan regulator.
“Karena ini perusahaan publik dalam bentuk PT (Perusahaan Terbatas), maka membutuhkan untuk RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Itu kan membutuhkan waktu juga untuk approval. Jadi tidak bisa cepat,” tutur Sunu saat ditemui usai menghadiri acara halal-bihalal perseroan di Jakarta, Kamis (30/7).
Menurut Sunu, setidaknya dibutuhkan waktu tambahan selama dua bulan untuk menyelesaikan proses dengan pemegang saham dan melakukan aksi korporasi yang dibutuhkan. “Kami akan sampaikan (permohonan perpanjangan waktu) kepada Kementerian Perhubungan hari ini,” ujarnya. Lebih lanjut, Sunu menjelaskan perseroan tidak hanya sekedar meminta perpanjangan waktu untuk memperbaiki ekuitasnya, tetapi juga akan menyampaikan langkah-langkah untuk memenuhi ketentuan pemerintah.
“Kita akan menyampaikan rencana kita terkait dengan permintaan Kementerian Perhubungan untuk menjadikan ekuitas kita positif. Jadi kita akan sampaikan langkah-langkah kita, timelinenya seperti apa,” ujarnya. Kendati demikian, Sunu enggan membeberkan langkah-langkah yang akan diambil AirAsia untuk menjadikan ekuitasnya positif. Dia juga masih menutup rapat merahasiakan soal neraca negatif perseroan.
Kendati demikian, Sunu meyakinkan arus kas operasional perusahaan masih positif sehingga kualitas pelayanan dan operasional Air Asia tidak terganggu. "Operation suatu perusahaan terutama airline itu selalu refer ke cash flow. Cash flow kita positif," tutur Sunu.
Seperti diketahui, beberapa waktu Indonesia Air Asia bersama dua belas maskapai domestik lain dinyatakan memiliki ekuitas negatif oleh Kemenhub. Adapun daftarnya adalah AirAsia, Air Pasifik Utama, Asialink Cargo Airlines, Batik Air, Cardig Air, Eastindo Services, Ersa Eastern Aviation, Johnlin Air Transport, Manunggal Air Service, Nusantara Buana Air, Survai Udara Penas, Transwisata Prima Aviation, dan Tri-MG Intra Airlines.
Laba Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Anjlok 50,8 Persen Karena Kredit Macet
Bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatat penurunan laba bersih sebesar 50,8 persen pada paruh pertama tahun ini menyusul meningkatnya alokasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar 172,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sepanjang semester I tahun ini, BNI mencatat adanya kenaikan kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar 3 persen.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan bahwa NPL yang tinggi ini merupakan indikasi dari adanya debitur yang tidak bisa menyelesaikan pembayaran utangnya. Maka dari itu, penambahan CKPN dianggap sebagai pilihan yang terbaik bagi perusahan di tengah ketidakpastian situasi ekonomi saat ini.
"Kami tambah CKPN karena melihat angka NPL yang tinggi di semester I tahun ini. Melihat ada kemungkinan beberapa debitur mengalami kesulitan, maka lebih baik bagi kami untuk menambahprovisioning, padahal kinerja kita terbilang membaik di semester I tahun ini," jelas Achmad di Jakarta, Kamis (30/7).
Achmad bahkan menegaskan bahwa sebenarnya pendapatan bunga bersih (Net Interest Margin) perusahaan pada semester I tahun ini meningkat 14 persen dari angka Rp 10,75 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 12,26 triliun pada semester I tahun ini. Selain itu, pendapatan selain bunga juga meningkat 2 persen dari angka Rp 4,2 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 4,89 triliun.
"Padahal kalau kami tidak alokasikan provisioning, laba kami meningkat 9,1 persen dibanding tahun lalu dari angka Rp 8,33 triliun ke angka Rp 9,06 triliun," katanya. Rencananya, perusahaan akan menambah CKPN dari angka 138,8 persen dari NPL ke angka 150 persen dari NPL pada akhir tahun mendatang sebagai langkah antisipasi. Namun diakui Achmad, hal tersebut tidak akan dilakukan oleh perusahaan secara tergesa-gesa.
"Memang nanti hingga akhir tahun kami akan menambah alokasi CKPN karena kami melihat ada ketidakpastian ekonomi yang membuat beberapa segmen pembiayaan kini tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Mungkin bisa di angka 150 persen, tapi sebisa mungkin akan kami jaga di level 138,8 persen," jelasnya.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan bahwa NPL yang tinggi ini merupakan indikasi dari adanya debitur yang tidak bisa menyelesaikan pembayaran utangnya. Maka dari itu, penambahan CKPN dianggap sebagai pilihan yang terbaik bagi perusahan di tengah ketidakpastian situasi ekonomi saat ini.
"Kami tambah CKPN karena melihat angka NPL yang tinggi di semester I tahun ini. Melihat ada kemungkinan beberapa debitur mengalami kesulitan, maka lebih baik bagi kami untuk menambahprovisioning, padahal kinerja kita terbilang membaik di semester I tahun ini," jelas Achmad di Jakarta, Kamis (30/7).
Achmad bahkan menegaskan bahwa sebenarnya pendapatan bunga bersih (Net Interest Margin) perusahaan pada semester I tahun ini meningkat 14 persen dari angka Rp 10,75 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 12,26 triliun pada semester I tahun ini. Selain itu, pendapatan selain bunga juga meningkat 2 persen dari angka Rp 4,2 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 4,89 triliun.
"Padahal kalau kami tidak alokasikan provisioning, laba kami meningkat 9,1 persen dibanding tahun lalu dari angka Rp 8,33 triliun ke angka Rp 9,06 triliun," katanya. Rencananya, perusahaan akan menambah CKPN dari angka 138,8 persen dari NPL ke angka 150 persen dari NPL pada akhir tahun mendatang sebagai langkah antisipasi. Namun diakui Achmad, hal tersebut tidak akan dilakukan oleh perusahaan secara tergesa-gesa.
"Memang nanti hingga akhir tahun kami akan menambah alokasi CKPN karena kami melihat ada ketidakpastian ekonomi yang membuat beberapa segmen pembiayaan kini tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Mungkin bisa di angka 150 persen, tapi sebisa mungkin akan kami jaga di level 138,8 persen," jelasnya.
Segmen yang sedang lesu tersebut diakui Achmad berada di segmen pembiayaan usaha menengah dan kecil, sedangkan pembiayaan korporasi masih terbilang rendah. Hal tersebut terlihat dari NPL segmen usaha kecil yang meningkat dari angka 5,2 persen di semester I tahun lalu ke 6,8 persen di tahun ini dan berkontribusi besar terhadap total NPL perusahaan. "Nantinya dengan provision ini, NPL pun juga diharapkan bisa menurun dari angka 3 persen di semester I tahun ini ke angka 2,7 persen di akhir tahun," kata Achmad.
Sebagai informasi, pada semester I tahun ini perusahaan mencadangkan kenaikan CKPN sebesar 172,2 persen dari angka Rp 2,2 triliun ke angka Rp 5,99 triliun. Hal tersebut menyebabkan laba bersih BNI tergerus 50,8 persen dari angka Rp 4,93 triliun pada tahun lalu ke angka Rp 2,43 triliun di tahun ini.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) akan mengucurkan pembiayaan infrastruktur senilai Rp 13 triliun pada semester II 2015. Proyek-proyek yang akan menjadi prioritas pendanaan bank pelat merah itu adalah infrastruktur jalan tol, energi dan telekomunikasi.
"Jadi nanti semester II kita sudah siap gelontorkan uang Rp 13 triliun dari hasil agreement kita pada periode sebelumnya. Nanti masing-masing uang tersebut, akan ditarik pembiayaannya dengan nilai paling besar di jalan tol, telekomunikasi, dan juga energi," jelas Direktur Banking I BNI, Harry Sidharta di Jakarta, Kamis (29/7).
Dengan tambahan Rp 13 triliun ini, Harry memperkirakan total pembiayaan BNI untuk proyek-proyek infratsruktur akan mencapai Rp 75,32 triliun hingga akhir tahun. Harry mengatakan beberapa proyek jalan tol yang akan didanai BNI antara lain proyek jalan tol Becakayu dan jalan tol Solo - Kertosono. Untuk proyek pertama BNI akan menyiapkan pendanaan Rp 1,41 triliun, sedangkan untuk pembiayaan jalan tol Solo - Kertosono senilai Rp 7 triliun merupakan konsorsium dengan PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri.
Selain itu, pembangunan jalan tol Pemalang-Batang-Semarang juga akan menjadi target pembiayaan BNI. Namun, Harry tak menjelaskan lebih jauh mengenai nilai dananya. "Kontrak pembiayaan dengan beberapa kontraktor jalan tol ini sebenarnya sudah lama kita lakukan agreement-nya, tapi kan beberapa perusahaan tersebut banyak mendapat hambatan kemarin seperti pembebasan lahan yang terhambat. Jadi baru kita kasih semester ini," jelasnya.
Terkait proyek telekomunikasi, Harry menuturkan perseroan akan mengikat perjanjian pembiayaan baru dengan PT Telkom pada paruh kedua tahun ini. Meskipun nilai pembiayaannya masih dirahasiakan, namun Harry menegaskan total pinjaman ke Telkom tak akan melebihi Rp 16 triliun. "Pembiayaan outstanding kami bagi Telkom sudah ada kira-kira Rp 5 hingga Rp 7 triliun. Semester depan kita ada agreement lagi tapi kita belum mau beritahu nilainya," jelasnya.
Hingga Juni 2015, BNI telah menggelontorkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 62,33 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak 30 persen untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik, 22 persen ditujukan bagi proyek minyak dan gas (migas) dan 19 persen untuk proyek transportasi. Secara kumulatif, nilai kredit yang disalurkan BNI meningkat 12,1 persen pada semester I tahun ini, dari Rp 257,53 triliun pada Januari-Juni 2014 menjadi Rp 288,7 triliun.
Sebagai informasi, pada semester I tahun ini perusahaan mencadangkan kenaikan CKPN sebesar 172,2 persen dari angka Rp 2,2 triliun ke angka Rp 5,99 triliun. Hal tersebut menyebabkan laba bersih BNI tergerus 50,8 persen dari angka Rp 4,93 triliun pada tahun lalu ke angka Rp 2,43 triliun di tahun ini.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) akan mengucurkan pembiayaan infrastruktur senilai Rp 13 triliun pada semester II 2015. Proyek-proyek yang akan menjadi prioritas pendanaan bank pelat merah itu adalah infrastruktur jalan tol, energi dan telekomunikasi.
"Jadi nanti semester II kita sudah siap gelontorkan uang Rp 13 triliun dari hasil agreement kita pada periode sebelumnya. Nanti masing-masing uang tersebut, akan ditarik pembiayaannya dengan nilai paling besar di jalan tol, telekomunikasi, dan juga energi," jelas Direktur Banking I BNI, Harry Sidharta di Jakarta, Kamis (29/7).
Dengan tambahan Rp 13 triliun ini, Harry memperkirakan total pembiayaan BNI untuk proyek-proyek infratsruktur akan mencapai Rp 75,32 triliun hingga akhir tahun. Harry mengatakan beberapa proyek jalan tol yang akan didanai BNI antara lain proyek jalan tol Becakayu dan jalan tol Solo - Kertosono. Untuk proyek pertama BNI akan menyiapkan pendanaan Rp 1,41 triliun, sedangkan untuk pembiayaan jalan tol Solo - Kertosono senilai Rp 7 triliun merupakan konsorsium dengan PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri.
Selain itu, pembangunan jalan tol Pemalang-Batang-Semarang juga akan menjadi target pembiayaan BNI. Namun, Harry tak menjelaskan lebih jauh mengenai nilai dananya. "Kontrak pembiayaan dengan beberapa kontraktor jalan tol ini sebenarnya sudah lama kita lakukan agreement-nya, tapi kan beberapa perusahaan tersebut banyak mendapat hambatan kemarin seperti pembebasan lahan yang terhambat. Jadi baru kita kasih semester ini," jelasnya.
Terkait proyek telekomunikasi, Harry menuturkan perseroan akan mengikat perjanjian pembiayaan baru dengan PT Telkom pada paruh kedua tahun ini. Meskipun nilai pembiayaannya masih dirahasiakan, namun Harry menegaskan total pinjaman ke Telkom tak akan melebihi Rp 16 triliun. "Pembiayaan outstanding kami bagi Telkom sudah ada kira-kira Rp 5 hingga Rp 7 triliun. Semester depan kita ada agreement lagi tapi kita belum mau beritahu nilainya," jelasnya.
Hingga Juni 2015, BNI telah menggelontorkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 62,33 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak 30 persen untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik, 22 persen ditujukan bagi proyek minyak dan gas (migas) dan 19 persen untuk proyek transportasi. Secara kumulatif, nilai kredit yang disalurkan BNI meningkat 12,1 persen pada semester I tahun ini, dari Rp 257,53 triliun pada Januari-Juni 2014 menjadi Rp 288,7 triliun.
Laba Jasa Marga Turun Rp 141,5 Miliar Pada Semester 1 2015
Operator jalan tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk, mencetak laba bersih Rp 670,03 miliar pada semester I 2015, turun 17,44 persen dari perolehan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 811,59 miliar. Pelemahan kinerja tersebut disebabkan melonjaknya beban akibat aktivitas investasi dan pelemahan bisnis konstruksi.
Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Mohammad Sofyan menyatakan pada semester I 2015, perseroan membukukan pendapatan usaha di luar pendapatan konstruksi sebesar Rp 3,63 triliun. Pendapatan usaha ini merupakan kontribusi dari pendapatan tol sebesar Rp 3,41 triliun dan pendapatan usaha lain Rp 229,13 miliar.
“Khusus pendapatan tol tumbuh 7,4 persen dari periode yang sama tahun lalu. Merefleksikan pertumbuhan volume lalu lintas transaksi pada semester I 2015. Sementara semester I 2014 volume lalu lintas transaksi adalah sebesar 639,30 juta transaksi meningkat menjadi 666,67 juta transaksi pada semester I 2015 atau tumbuh 4,3 persen,” ujar Sofyan dalam keterangan resmi, Kamis (30/7).
Ia menyatakan, peningkatan volume lalu lintas transaksi ini memberikan keyakinan bagi Jasa Marga untuk dapat mencapai target pertumbuhan volume lalu lintas transaksi sampai akhir 2015 sebesar 4,5 persen di tengah perlambatan ekonomi serta penurunan penjualan kendaraan. Meskipun jumlah kendaraan yang melintasi pintu tol Jasa Marga bertambah, namun pendapatan konstruksi Jasa Marga justru turun drastis akibat ekspansi bidang konstruksi yang rendah.
“Mengingat sebagian besar aktivitas konstruksi ruas-ruas baru yang akan dioperasikan tahun ini telah terlaksana pada tahun lalu, maka pendapatan konstruksi pada semester I 2015 sejumlah Rp 455,22 miliar terlihat lebih rendah dari semester I 2014 sejumlah Rp 1,05 triliun,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan dengan adanya aktivitas investasi dan penambahan panjang jalan tol operasi sebesar 22 kilometer (km) pada 2014, maka beban usaha (di luar beban konstruksi) meningkat sebesar 14,0 persen. Aktivitas investasi ini, lanjutnya, tercermin pada peningkatan beban depresiasi dan amortisasi sebesar 18,3 persen yaitu dari Rp 395,01 miliar menjadi Rp 467,25 miliar.
“Dengan beroperasinya 22 km jalan tol baru pada tahun 2014, berdampak pada meningkatnya beban keuangan sebesar 19,5 persen yaitu dari Rp 557,00 miliar menjadi Rp 665,43 miliar,” tambahnya. Di sisi lain, ia menyatakan bahwa pada semester I 2015, aset Jasa Marga meningkat menjadi Rp 32,67 triliun yang ditopang oleh realisasi belanja modal pada semester I 2015 sebesar Rp 1,24 triliun.
Dari sisi konsesi, Sofyan menyatakan dengan diakusisinya Ruas Tol Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, dan Cinere-Serpong sepanjang 187 km, maka sampai dengan semester I tahun 2015 Perseroan telah memiliki konsesi sepanjang lebih kurang 1.000 km. Sepanjang tahun ini sendiri, perseroan telah mengoperasikan Ruas Jalan Tol Gempol-Pandaan sepanjang 13,6 km pada Juni 2015.
“Selanjutnya perseroan menargetkan pengoperasian dua ruas tol baru di Jawa Timur (Ruas Gempol-Pasuruan Seksi Gempol-Rembang dan Ruas Surabaya-Mojokerto Seksi Krian-Mojokerto) sehingga total keseluruhan penambahan panjang jalan tol operasi pada akhir tahun 2015 adalah sekitar 46 km,” jelasnya. Analis CIMB Securities Patricia Sumampouw mengatakan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar seluruh operator jalan tol memberikan diskon sampai 35 persen mulai 7-22 Juli 2015 telah diikuti oleh Jasa Marga.
Pemerintah menurut Patricia menyatakan hal ini dapat meringankan kemacetan 40 persen di non jalan tol sehingga operator tol tidak akan terpengaruh negatif secara financial karena akan ada peningkatan penggunaan jalan tol meskipun tarifnya turun. “Di kalkulasi CIMB, earnings bisa kena dampak 3,2 persen, kurang lebih dengan asumsi tidak ada penambahan traffic selama periode diskon,” ujarnya dalam riset, belum lama ini.
Patricia melihat risiko intervensi Pemerintah di fee tol cukup rendah seiring tarif tol Indonesia rendah, dan adanya major proyek tol yang Pemerintah berjanji dengan menggandeng sektor privat. “Intervensi di penyesuaian tarif akan menurunkan target ambisius ini,” jelasnya. PT Jasa Marga Tbk menghabiskan dana Rp 110 miliar untuk membeli 1,37 juta saham milik PT Thiess Contractors Indonesia di PT Cinere Serpong Jaya (CSJ). Pasca transaksi tersebut, Jasa Marga menjadi pemegang saham mayoritas CSJ yang memiliki konsesi jalan tol Cinere-Serpong dengan kepemilikan sebesar 55 persen.
David Wijayanto, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya menjelaskan nilai transaksi pengambilalihan saham tersebut bernilai 0,96 persen dari total nilai ekuitas perusahaan sesuai laporan keuangan 2014 yang telah di audit. "Setelah akuisisi tersebut, komposisi pemegang saham CSJ adalah Jasa Marga 55 persen, Waskita Toll Road 34,99 persen, Jakarta Propertindo 9,99 persen, dan Waskita Karya 0,00004 persen," ujar David dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu (1/7).
Sebelumnya, CSJ hanya dimiliki oleh Thiess yang menguasai 80 persen saham dan Waskita Karya pemilik 20 persen saham.
Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Mohammad Sofyan menyatakan pada semester I 2015, perseroan membukukan pendapatan usaha di luar pendapatan konstruksi sebesar Rp 3,63 triliun. Pendapatan usaha ini merupakan kontribusi dari pendapatan tol sebesar Rp 3,41 triliun dan pendapatan usaha lain Rp 229,13 miliar.
“Khusus pendapatan tol tumbuh 7,4 persen dari periode yang sama tahun lalu. Merefleksikan pertumbuhan volume lalu lintas transaksi pada semester I 2015. Sementara semester I 2014 volume lalu lintas transaksi adalah sebesar 639,30 juta transaksi meningkat menjadi 666,67 juta transaksi pada semester I 2015 atau tumbuh 4,3 persen,” ujar Sofyan dalam keterangan resmi, Kamis (30/7).
Ia menyatakan, peningkatan volume lalu lintas transaksi ini memberikan keyakinan bagi Jasa Marga untuk dapat mencapai target pertumbuhan volume lalu lintas transaksi sampai akhir 2015 sebesar 4,5 persen di tengah perlambatan ekonomi serta penurunan penjualan kendaraan. Meskipun jumlah kendaraan yang melintasi pintu tol Jasa Marga bertambah, namun pendapatan konstruksi Jasa Marga justru turun drastis akibat ekspansi bidang konstruksi yang rendah.
“Mengingat sebagian besar aktivitas konstruksi ruas-ruas baru yang akan dioperasikan tahun ini telah terlaksana pada tahun lalu, maka pendapatan konstruksi pada semester I 2015 sejumlah Rp 455,22 miliar terlihat lebih rendah dari semester I 2014 sejumlah Rp 1,05 triliun,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan dengan adanya aktivitas investasi dan penambahan panjang jalan tol operasi sebesar 22 kilometer (km) pada 2014, maka beban usaha (di luar beban konstruksi) meningkat sebesar 14,0 persen. Aktivitas investasi ini, lanjutnya, tercermin pada peningkatan beban depresiasi dan amortisasi sebesar 18,3 persen yaitu dari Rp 395,01 miliar menjadi Rp 467,25 miliar.
“Dengan beroperasinya 22 km jalan tol baru pada tahun 2014, berdampak pada meningkatnya beban keuangan sebesar 19,5 persen yaitu dari Rp 557,00 miliar menjadi Rp 665,43 miliar,” tambahnya. Di sisi lain, ia menyatakan bahwa pada semester I 2015, aset Jasa Marga meningkat menjadi Rp 32,67 triliun yang ditopang oleh realisasi belanja modal pada semester I 2015 sebesar Rp 1,24 triliun.
Dari sisi konsesi, Sofyan menyatakan dengan diakusisinya Ruas Tol Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, dan Cinere-Serpong sepanjang 187 km, maka sampai dengan semester I tahun 2015 Perseroan telah memiliki konsesi sepanjang lebih kurang 1.000 km. Sepanjang tahun ini sendiri, perseroan telah mengoperasikan Ruas Jalan Tol Gempol-Pandaan sepanjang 13,6 km pada Juni 2015.
“Selanjutnya perseroan menargetkan pengoperasian dua ruas tol baru di Jawa Timur (Ruas Gempol-Pasuruan Seksi Gempol-Rembang dan Ruas Surabaya-Mojokerto Seksi Krian-Mojokerto) sehingga total keseluruhan penambahan panjang jalan tol operasi pada akhir tahun 2015 adalah sekitar 46 km,” jelasnya. Analis CIMB Securities Patricia Sumampouw mengatakan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar seluruh operator jalan tol memberikan diskon sampai 35 persen mulai 7-22 Juli 2015 telah diikuti oleh Jasa Marga.
Pemerintah menurut Patricia menyatakan hal ini dapat meringankan kemacetan 40 persen di non jalan tol sehingga operator tol tidak akan terpengaruh negatif secara financial karena akan ada peningkatan penggunaan jalan tol meskipun tarifnya turun. “Di kalkulasi CIMB, earnings bisa kena dampak 3,2 persen, kurang lebih dengan asumsi tidak ada penambahan traffic selama periode diskon,” ujarnya dalam riset, belum lama ini.
Patricia melihat risiko intervensi Pemerintah di fee tol cukup rendah seiring tarif tol Indonesia rendah, dan adanya major proyek tol yang Pemerintah berjanji dengan menggandeng sektor privat. “Intervensi di penyesuaian tarif akan menurunkan target ambisius ini,” jelasnya. PT Jasa Marga Tbk menghabiskan dana Rp 110 miliar untuk membeli 1,37 juta saham milik PT Thiess Contractors Indonesia di PT Cinere Serpong Jaya (CSJ). Pasca transaksi tersebut, Jasa Marga menjadi pemegang saham mayoritas CSJ yang memiliki konsesi jalan tol Cinere-Serpong dengan kepemilikan sebesar 55 persen.
David Wijayanto, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya menjelaskan nilai transaksi pengambilalihan saham tersebut bernilai 0,96 persen dari total nilai ekuitas perusahaan sesuai laporan keuangan 2014 yang telah di audit. "Setelah akuisisi tersebut, komposisi pemegang saham CSJ adalah Jasa Marga 55 persen, Waskita Toll Road 34,99 persen, Jakarta Propertindo 9,99 persen, dan Waskita Karya 0,00004 persen," ujar David dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu (1/7).
Sebelumnya, CSJ hanya dimiliki oleh Thiess yang menguasai 80 persen saham dan Waskita Karya pemilik 20 persen saham.
Tuesday, July 28, 2015
Currency War Antara China dan AS Dituding Jadi Penyebab Pelemahan Rupiah
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini memperkirakan negara-negara yang berpeluang melakukan perang nilai tukar adalah mereka yang memiliki kekuatan untuk memainkan nilai tukar sebagai alat untuk mendorong daya saing industri mereka. Hendri menyebutkan negara-negara yang dimaksud adalah China dan Amerika Serikat. Hendri mengatakan perang nilai tukar mata uang atau currency war ini kemungkinan terjadi lantaran menguatnya dollar AS.
"Yang bisa melakukan ini adalah China dan Amerika," kata Hendri, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (28/7/2015). Hendri mengatakan, dampak dari perang nilai tukar kedua negara itu tentu akan berpengaruh besar terhadap Indonesia. Sebab, baik China maupun Amerika Serikat merupakan dua mitra dagang utama Indonesia.
Ekspor RI ke China mayoritas berupa komoditas primer, sedangkan ekspor RI ke Amerika Serikat adalah produk manufaktur. Memang, perlambatan ekonomi di China menyebabkan impornya dari Indonesia berkurang."Tentu untuk mengatasi ini, kita lakukan kerjasama dengan China. Kita tawarkan kerjasama sehingga mengurangi tekanan tadi. Begitu juga dengan negara-negara lain," ucap Hendri. Lebih lanjut dia mengatakan, kerjasama apa yang bisa ditawarkan adalah tergantung kemampuan pemerintah guna menyelesaikan defisit neraca transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.
"Kebijakan yang dikeluarkan itu akan berimbas pada sektor riil. Bukan hanya utak-atik di sektor moneter," pungkas Hendri. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, sempat mencapai titik terendah pasca-krisis 1998 yaitu Rp 13.465 per dollar AS pada Jumat (24/7/2015). Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini menilai, struktur ekonomi Indonesia saat ini tak mampu membuat mata uang garuda itu menguat.
Bahkan, kata dia, tak ada optimisme yang mampu diberikan saat ini lantaran struktur ekonomi tersebut. "Sekarang ini sebenarnya, kalau kita melihat dari struktur ekonomi kita itu kan sebenarnya tidak ada faktor yang bisa membuat kita lebih optimis terhadap rupiah. Artinya dari struktur nih. Dari sektor itu juga belum ada yang membuat kita besok kira-kira rupiah akan bisa menguat karena begini," ujar Hendri di sela-sela acara halalbihalal Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (27/7/2017).
Saat ini kata dia, rupiah di-drive oleh demand (permintaan) dansupply (penawaran) saja. Akibatnya, saat kebutuhan barang impor meningkat, rupiah kembali melemah seperti yang terjadi saat ini.
Lebih lanjut, Hendri Saparini sangat berharap adanya penguatan struktur ekonomi yang mampu dilakukan oleh pemerintah. Hendri yakin dengan adanya penguatan struktur ekonomi, rupiah pun akan kembali menguat dan tak akan terlalu tergantung dengan kondisi pasar. "Misalnya kita sudah ada penguatan struktur ekonomi, nah itu penguatan rupiahnya bisa kita harap lebihsustainable. Ini yang kita harap kepada pemerintah untuk memberikan sinyal bahwa akan ada perbaikan struktur ekonomi," kata Hendri.
Saat ditanya prediksinya terkait kekuatan rupiah hingga akhir tahun 2015, Hendri mengatakan bahwa depresiasi nilai tukar akan sangat dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan internal. "Tekanan itu kan ada dua, pertama tekanan eksternal. Itu saya rasa Thailand tekanannya jauh lebih besar. Indonesia sendiri sebenarnya pasti kena dampak yang sama. Apalagi perdagangan kita volumenya tidak terlalu besar, jadi kalau dikurangi sedikit ditambah sedikit, itu gejolaknya akan ada. Sementara yang di dalam negeri itu tadi,supply dan demand," ucap dia.
"Yang bisa melakukan ini adalah China dan Amerika," kata Hendri, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (28/7/2015). Hendri mengatakan, dampak dari perang nilai tukar kedua negara itu tentu akan berpengaruh besar terhadap Indonesia. Sebab, baik China maupun Amerika Serikat merupakan dua mitra dagang utama Indonesia.
Ekspor RI ke China mayoritas berupa komoditas primer, sedangkan ekspor RI ke Amerika Serikat adalah produk manufaktur. Memang, perlambatan ekonomi di China menyebabkan impornya dari Indonesia berkurang."Tentu untuk mengatasi ini, kita lakukan kerjasama dengan China. Kita tawarkan kerjasama sehingga mengurangi tekanan tadi. Begitu juga dengan negara-negara lain," ucap Hendri. Lebih lanjut dia mengatakan, kerjasama apa yang bisa ditawarkan adalah tergantung kemampuan pemerintah guna menyelesaikan defisit neraca transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.
"Kebijakan yang dikeluarkan itu akan berimbas pada sektor riil. Bukan hanya utak-atik di sektor moneter," pungkas Hendri. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, sempat mencapai titik terendah pasca-krisis 1998 yaitu Rp 13.465 per dollar AS pada Jumat (24/7/2015). Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini menilai, struktur ekonomi Indonesia saat ini tak mampu membuat mata uang garuda itu menguat.
Bahkan, kata dia, tak ada optimisme yang mampu diberikan saat ini lantaran struktur ekonomi tersebut. "Sekarang ini sebenarnya, kalau kita melihat dari struktur ekonomi kita itu kan sebenarnya tidak ada faktor yang bisa membuat kita lebih optimis terhadap rupiah. Artinya dari struktur nih. Dari sektor itu juga belum ada yang membuat kita besok kira-kira rupiah akan bisa menguat karena begini," ujar Hendri di sela-sela acara halalbihalal Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (27/7/2017).
Saat ini kata dia, rupiah di-drive oleh demand (permintaan) dansupply (penawaran) saja. Akibatnya, saat kebutuhan barang impor meningkat, rupiah kembali melemah seperti yang terjadi saat ini.
Lebih lanjut, Hendri Saparini sangat berharap adanya penguatan struktur ekonomi yang mampu dilakukan oleh pemerintah. Hendri yakin dengan adanya penguatan struktur ekonomi, rupiah pun akan kembali menguat dan tak akan terlalu tergantung dengan kondisi pasar. "Misalnya kita sudah ada penguatan struktur ekonomi, nah itu penguatan rupiahnya bisa kita harap lebihsustainable. Ini yang kita harap kepada pemerintah untuk memberikan sinyal bahwa akan ada perbaikan struktur ekonomi," kata Hendri.
Saat ditanya prediksinya terkait kekuatan rupiah hingga akhir tahun 2015, Hendri mengatakan bahwa depresiasi nilai tukar akan sangat dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan internal. "Tekanan itu kan ada dua, pertama tekanan eksternal. Itu saya rasa Thailand tekanannya jauh lebih besar. Indonesia sendiri sebenarnya pasti kena dampak yang sama. Apalagi perdagangan kita volumenya tidak terlalu besar, jadi kalau dikurangi sedikit ditambah sedikit, itu gejolaknya akan ada. Sementara yang di dalam negeri itu tadi,supply dan demand," ucap dia.
Monday, July 27, 2015
Daftar Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau Rokok Per Provinsi Senilai Rp. 2,7 Triliun
Pemerintah mengalokasikan dana bagi hasil (DBH) cukai tembakau ke daerah penghasil sebesar Rp 2,78 triliun pada tahun ini, meningkat 25,6 persen dibandingkan dengan alokasi tahun lalu. Sebanyak 17 provinsi dan ratusan kabupaten penghasil tembakau mendapatkan jatah DBH cukai tembakau, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.07/2015 yang terbit 15 Juli 2015.
Adapun daerah penghasil yang memperoleh jatah DBH cukai tembakau terbesar adalah Jawa Timur, yakni mencapai Rp 1,44 triliun atau sebesar 51,7 persen dari total keseluruhan. Selanjutnya diikuti oleh Jawa Tengah sebesar Rp 628,22 miliar atau sekitar 22,59 persen dan Jawa Barat Rp 306,9 miliar atau 11,03 persen. Sementara yang terendah adalah Kepulauan Riau, hanya memperoleh alokasi Rp 5,9 miliar, di bawah Sumatera Selatan Rp 6,94 miliar dan Jambi Rp 7,23 miliar.
Berikut rincian alokasi DBH cukai tembakau 2015 berdasarkan provinsi penghasil:
Adapun daerah penghasil yang memperoleh jatah DBH cukai tembakau terbesar adalah Jawa Timur, yakni mencapai Rp 1,44 triliun atau sebesar 51,7 persen dari total keseluruhan. Selanjutnya diikuti oleh Jawa Tengah sebesar Rp 628,22 miliar atau sekitar 22,59 persen dan Jawa Barat Rp 306,9 miliar atau 11,03 persen. Sementara yang terendah adalah Kepulauan Riau, hanya memperoleh alokasi Rp 5,9 miliar, di bawah Sumatera Selatan Rp 6,94 miliar dan Jambi Rp 7,23 miliar.
Berikut rincian alokasi DBH cukai tembakau 2015 berdasarkan provinsi penghasil:
- Aceh Rp 15 miliar
- Sumatera Utara Rp 23,36 miliar
- Sumatera Barat Rp 12,34 miliar
- Kepulauan Riau Rp 5,9 miliar
- Jambi Rp 7,23 miliar
- Sumatera Selatan Rp 6,94 miliar
- Lampung Rp 13,7 miliar
- Jawa Barat Rp 306,9 miliar
- Jawa Tengah Rp 628,2 miliar
- DI Yogyakarta Rp 23,8 miliar
- Jawa Timur Rp 1,44 triliun
- Kalimantan Tengah Rp 6,04 miliar
- Sulawesi Tengah Rp 6,82 miliar
- Sulawesi Selatan Rp 20,9 miliar
- Bali Rp 13,59 miliar
- Nusa Tenggara Barat Rp 234,6 miliar
- Nusa Tenggara Timur Rp 13,95 miliar
Grup MNC Buyback Saham Senilai Rp 7,5 Triliun
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) grup MNC menyetujui rencana pembelian saham kembali atau buyback kepemilikan perusahaan di bawah naungan grup tersebut dengan nilai mencapai Rp 7,5 triliun. “Buyback dilakukan karena saham murah. Jadi daripada dana yang ada ditempatkan di bank, maka lebih produktif dipakai untuk buyback, karena suatu saat akan kami jual lagi ke pasar,” ujar Hary Tanoesoedibjo, CEO Grup MNC usai RUPS di auditorium gedung MNC, Senin (27/7).
Untuk diketahui perusahaan dalam grup yang melakukan buyback antara lain pertama, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dengan jumlah 1,25 miliar saham senilai Rp 3,2 triliun. Kedua PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) dengan jumlah 353 juta saham dengan nilai Rp 636 miliar.
Ketiga, adalah PT Global Mediacom Tbk (BMTR) yang melakukan pembelian 1,27 miliar saham dengan nilai mencapai Rp 2,2 triliun. Keempat, yaitu PT MNC Investama Tbk (BHIT) yang membeli 3,78 miliar lembar saham senilai Rp 1,52 triliun. Aksi buyback bakal dilakukan selama 18 bulan sejak 28 Juli 2015 hingga 28 Januari 2017.
Hary menjelaskan, dana yang digunakan oleh perseroan dalam melakukan buyback berasal dari berbagai sumber, yaitu kas internal dan pinjaman bank. Hary yakin, strategi buyback yang dilakukan ini bakal positif meski saat ini kondisi ekonomi sedang melemah. “Memang, secara makro ekonomi kondisi Indonesia kurang bagus, jadi kinerja kita tidak sebagus tahun lalu,” jelasnya.
Namun, menurutnya pada kuartal II tahun ini kinerja grup MNC masih relatif baik di sektor jasa keuangan, media dan properti. Hal itu, lanjutnya, membuat kinerja konsolidasi MNC Investama selaku holding juga baik. “Pendapatan iklan masih naik, pelanggan juga masih tumbuh. Cuma memang harus hati-hati, karena ekonomi sedang slowing down,” kata Hary.
Seperti diketahui, MNC menyiapkan modal Rp 30 triliun untuk ekspansi semua lini usahanya hingga 2020. Fokus investasi lima tahunan MNC ini akan diprioritaskan ke bisnis media, properti dan finansial.
MNC berencana fokus mengembangkan bisnus media, sektor keuangan seperti asuransi dan bank. Lebih lanjut, sektor properti dan investasi secara umum juga bakal dikembangkan untuk diversifikasi usaha. Lebih lanjut, terkait rencana pembelian 33,82 persen saham Link Net dari PT First Media Tbk yang dimiliki CVC Capital Partners Ltd, Hary Tanoe masih bungkam. Ia menyatakan belum bisa memberikan informasi lebih lanjut karena adanya perjanjian kerahasiaan transaksi.
“Saya tidak bisa bicara tentang hal itu karena sudah adanon-disclosure agreement terkait transaksi ini,” jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, beberapa pihak sudah menyatakan ketertarikannya untuk memboyong saham Link Net tersebut. Perusahaan tersebut antara lain PT Indosat Tbk (ISAT), PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan Grup MNC melalui PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Lebih lanjut, Hary mengungkapkan aksi perseroan terbaru dengan membuat induk perusahaan (holding) bernama Sky Vision Network. Nantinya, perusahaan tersebut bakal menjadi holding di bisnis TV dan broadband.
“Sky Vision Network nanti bakal 100 persen dimiliki Global Mediacom, dan akan menjadi induk produk Pay TV, IP TV, Over The Top (OTT) dan broadband,” jelasnya.
Untuk diketahui perusahaan dalam grup yang melakukan buyback antara lain pertama, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dengan jumlah 1,25 miliar saham senilai Rp 3,2 triliun. Kedua PT MNC Sky Vision Tbk (MSKY) dengan jumlah 353 juta saham dengan nilai Rp 636 miliar.
Ketiga, adalah PT Global Mediacom Tbk (BMTR) yang melakukan pembelian 1,27 miliar saham dengan nilai mencapai Rp 2,2 triliun. Keempat, yaitu PT MNC Investama Tbk (BHIT) yang membeli 3,78 miliar lembar saham senilai Rp 1,52 triliun. Aksi buyback bakal dilakukan selama 18 bulan sejak 28 Juli 2015 hingga 28 Januari 2017.
Hary menjelaskan, dana yang digunakan oleh perseroan dalam melakukan buyback berasal dari berbagai sumber, yaitu kas internal dan pinjaman bank. Hary yakin, strategi buyback yang dilakukan ini bakal positif meski saat ini kondisi ekonomi sedang melemah. “Memang, secara makro ekonomi kondisi Indonesia kurang bagus, jadi kinerja kita tidak sebagus tahun lalu,” jelasnya.
Namun, menurutnya pada kuartal II tahun ini kinerja grup MNC masih relatif baik di sektor jasa keuangan, media dan properti. Hal itu, lanjutnya, membuat kinerja konsolidasi MNC Investama selaku holding juga baik. “Pendapatan iklan masih naik, pelanggan juga masih tumbuh. Cuma memang harus hati-hati, karena ekonomi sedang slowing down,” kata Hary.
Seperti diketahui, MNC menyiapkan modal Rp 30 triliun untuk ekspansi semua lini usahanya hingga 2020. Fokus investasi lima tahunan MNC ini akan diprioritaskan ke bisnis media, properti dan finansial.
MNC berencana fokus mengembangkan bisnus media, sektor keuangan seperti asuransi dan bank. Lebih lanjut, sektor properti dan investasi secara umum juga bakal dikembangkan untuk diversifikasi usaha. Lebih lanjut, terkait rencana pembelian 33,82 persen saham Link Net dari PT First Media Tbk yang dimiliki CVC Capital Partners Ltd, Hary Tanoe masih bungkam. Ia menyatakan belum bisa memberikan informasi lebih lanjut karena adanya perjanjian kerahasiaan transaksi.
“Saya tidak bisa bicara tentang hal itu karena sudah adanon-disclosure agreement terkait transaksi ini,” jelasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, beberapa pihak sudah menyatakan ketertarikannya untuk memboyong saham Link Net tersebut. Perusahaan tersebut antara lain PT Indosat Tbk (ISAT), PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan Grup MNC melalui PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Lebih lanjut, Hary mengungkapkan aksi perseroan terbaru dengan membuat induk perusahaan (holding) bernama Sky Vision Network. Nantinya, perusahaan tersebut bakal menjadi holding di bisnis TV dan broadband.
“Sky Vision Network nanti bakal 100 persen dimiliki Global Mediacom, dan akan menjadi induk produk Pay TV, IP TV, Over The Top (OTT) dan broadband,” jelasnya.
Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Alami Lonjakan Laba Bersih 54,25 Persen Atau Rp. 831 Milyar
Bank yang fokus pada pembiayaan perumahan, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mencatat pertumbuhan laba semester I 2015 sebesar 54,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai 30 Juni 2015, BTN melansir berhasil mengantongi laba sebesar Rp 831 miliar atau meningkat Rp 292 miliar dibanding semester I tahun lalu.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan peningkatan laba ini dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan bunga yang lebih besar dibanding pertumbuhan beban bunga di semester I 2015. Pertumbuhan pendapatan bunga tercatat di angka 13,69 persen sedangkan pertumbuhan beban bunga sebesar 9 persen dibanding tahun lalu.
"Dengan adanya kondisi tersebut, maka net interest income kami pada semester I ini naik 19,06 persen dibanding tahun sebelumnya. Kami juga berhasil tekan beban pembiayaan, itu yang kami lakukan ke depan karena memang porsi pendapatan terbesar kami ada di pendapatan bunga," jelas Maryono di Jakarta, Senin (27/7).
Berdasarkan laporan keuangan semester I BTN, pendapatan bunga sepanjang paruh pertama 2015 tercatat sebesar Rp 7,35 triliun sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan hanya mencatat pendapatan bunga sebesar Rp 6,46 triliun. Sedangkan beban pembiayaan juga bertumbuh dari Rp 3,8 triliun ke angka Rp 4,18 triliun, kendati pertumbuhan tersebut tak setinggi pertumbuhan pendapatan bunga.
Sedangkan hingga akhir tahun, Maryono mengatakan akan membukukan pertumbuhan laba di atas 40 persen dibandingkan tahun kemarin. Dengan adanya pencapaian tersebut, perusahaan tak berniat merevisi target pertumbuhan laba tahun ini. "Kami optimistis akan peluang tersebut karena peluang untuk tumbuh masih terbuka dengan sangat lebar di semester II," jelas Maryono.
Sebagai informasi, pada tahun lalu BTN membukukan laba sebesar Rp 1,1 triliun. Sehingga, perusahaan setidaknya harus bisa menambah laba Rp 440 miliar jika ingin mencapai target.
Di samping itu, dengan capaian pertumbuhan laba sebesar 54,25 persen di semester I, maka perusahaan pun setidaknya harus bisa mencetak pertumbuhan laba sebesar 25,75 persen agar bisa mencatat pertumbuhan laba sebesar 40 persen tahun ini.
Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan peningkatan laba ini dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan pendapatan bunga yang lebih besar dibanding pertumbuhan beban bunga di semester I 2015. Pertumbuhan pendapatan bunga tercatat di angka 13,69 persen sedangkan pertumbuhan beban bunga sebesar 9 persen dibanding tahun lalu.
"Dengan adanya kondisi tersebut, maka net interest income kami pada semester I ini naik 19,06 persen dibanding tahun sebelumnya. Kami juga berhasil tekan beban pembiayaan, itu yang kami lakukan ke depan karena memang porsi pendapatan terbesar kami ada di pendapatan bunga," jelas Maryono di Jakarta, Senin (27/7).
Berdasarkan laporan keuangan semester I BTN, pendapatan bunga sepanjang paruh pertama 2015 tercatat sebesar Rp 7,35 triliun sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan hanya mencatat pendapatan bunga sebesar Rp 6,46 triliun. Sedangkan beban pembiayaan juga bertumbuh dari Rp 3,8 triliun ke angka Rp 4,18 triliun, kendati pertumbuhan tersebut tak setinggi pertumbuhan pendapatan bunga.
Sedangkan hingga akhir tahun, Maryono mengatakan akan membukukan pertumbuhan laba di atas 40 persen dibandingkan tahun kemarin. Dengan adanya pencapaian tersebut, perusahaan tak berniat merevisi target pertumbuhan laba tahun ini. "Kami optimistis akan peluang tersebut karena peluang untuk tumbuh masih terbuka dengan sangat lebar di semester II," jelas Maryono.
Sebagai informasi, pada tahun lalu BTN membukukan laba sebesar Rp 1,1 triliun. Sehingga, perusahaan setidaknya harus bisa menambah laba Rp 440 miliar jika ingin mencapai target.
Di samping itu, dengan capaian pertumbuhan laba sebesar 54,25 persen di semester I, maka perusahaan pun setidaknya harus bisa mencetak pertumbuhan laba sebesar 25,75 persen agar bisa mencatat pertumbuhan laba sebesar 40 persen tahun ini.
Sritex Terbitkan Obligasi Dolar Senilai Rp. 5,6 Triliun
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) akan menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 420 juta atau sekitar Rp 5,6 triliun dengan menunjuk perusahaan investasi asal Inggris, Barclays sebagai penjamin emisi. Penunjukan Barclays sebagai book runner dikonfirmasi Manajer Finansial Sritex Christanto Nughana seperti dikutip dari Reuters, Senin (27/7).
Namun Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam masih enggan mengungkapkan hal itu. “Secara resmi, keterangan mengenai penerbitan ada di prospektus awal dalam keterbukaan informasi kepada para pemegang saham,” jelasnya ketika dikonfirmasi, Senin (27/7).
Berdasarkan prospektus awal tersebut, jumlah penerbitan obligasi US$ 420 juta tersebut setara dengan 180 persen dari total ekuitas Sritex pada 2014 sebesar US$ 233 juta. Sesuai dengan peraturan Bursa Efek Indonesia, transaksi tersebut masuk dalam kategori transaksi material.
“Notes tersebut rencananya akan diterbitkan dengan suku bunga paling tinggi sebesar 10 persen per tahun dan dengan jangka waktu selama-lamanya 5 tahun atau periode lain yang disetujui oleh para pihak,” tulis manajemen dalam propektus. Sritex menyatakan hasil dari penerbitan global bond itu akan digunakan antara lain untuk melunasi utang, mendanai pembangunan pembangkit listrik, menambah modal kerja, serta menunjang pendanaan Sritex secara umum.
Nantinya, rencana penerbitan obligasi ini harus mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Sritex yang rencananya bakal digelar pada Rabu, 2 September 2015 di Hotel Diamond, Surakarta.
Hingga 30 Juni 2015, pemegang saham terbanyak Sritex adalah PT Huddlestone Indonesia yang menggenggam 56,07 persen kepemilikan. Jumlah itu disusul kepemilikan saham oleh publik sebanyak 36,06 persen, kemudian PT Prudential Life Assurance sebesar 7,82 persen dan H. M Lukminto sebanyak 0,05 persen.
Sebagai informasi, Sritex pernah mencari pendanaan melalui pasar keuangan pada April 2014 dengan menerbitkan surat utang senilai US$ 200 juta dengan bunga hingga 9 persen. Saat itu, Barclays juga ditunjuk sebagai book runner.
Dari sisi kinerja, pada tahun ini, perusahaan pembuat seragam pasukan North Atlantic Treaty Organization (NATO) tersebut membidik penjualan kotor senilai US$ 594 juta-US$ 611 juta. Perseroan menargetkan laba komprehensif bersih senilai US$ 49-US$ 52 juta di tahun 2015.
Jumlah itu naik dari perolehan tahun lalu. Sepanjang 2014, Sritex mampu mencapai penjualan kotor hingga US$ 555 juta. Dari jumlah tersebut, perseroan meraup laba bersih hingga US$ 45 juta pada tahun lalu.
Namun Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam masih enggan mengungkapkan hal itu. “Secara resmi, keterangan mengenai penerbitan ada di prospektus awal dalam keterbukaan informasi kepada para pemegang saham,” jelasnya ketika dikonfirmasi, Senin (27/7).
Berdasarkan prospektus awal tersebut, jumlah penerbitan obligasi US$ 420 juta tersebut setara dengan 180 persen dari total ekuitas Sritex pada 2014 sebesar US$ 233 juta. Sesuai dengan peraturan Bursa Efek Indonesia, transaksi tersebut masuk dalam kategori transaksi material.
“Notes tersebut rencananya akan diterbitkan dengan suku bunga paling tinggi sebesar 10 persen per tahun dan dengan jangka waktu selama-lamanya 5 tahun atau periode lain yang disetujui oleh para pihak,” tulis manajemen dalam propektus. Sritex menyatakan hasil dari penerbitan global bond itu akan digunakan antara lain untuk melunasi utang, mendanai pembangunan pembangkit listrik, menambah modal kerja, serta menunjang pendanaan Sritex secara umum.
Nantinya, rencana penerbitan obligasi ini harus mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Sritex yang rencananya bakal digelar pada Rabu, 2 September 2015 di Hotel Diamond, Surakarta.
Hingga 30 Juni 2015, pemegang saham terbanyak Sritex adalah PT Huddlestone Indonesia yang menggenggam 56,07 persen kepemilikan. Jumlah itu disusul kepemilikan saham oleh publik sebanyak 36,06 persen, kemudian PT Prudential Life Assurance sebesar 7,82 persen dan H. M Lukminto sebanyak 0,05 persen.
Sebagai informasi, Sritex pernah mencari pendanaan melalui pasar keuangan pada April 2014 dengan menerbitkan surat utang senilai US$ 200 juta dengan bunga hingga 9 persen. Saat itu, Barclays juga ditunjuk sebagai book runner.
Dari sisi kinerja, pada tahun ini, perusahaan pembuat seragam pasukan North Atlantic Treaty Organization (NATO) tersebut membidik penjualan kotor senilai US$ 594 juta-US$ 611 juta. Perseroan menargetkan laba komprehensif bersih senilai US$ 49-US$ 52 juta di tahun 2015.
Jumlah itu naik dari perolehan tahun lalu. Sepanjang 2014, Sritex mampu mencapai penjualan kotor hingga US$ 555 juta. Dari jumlah tersebut, perseroan meraup laba bersih hingga US$ 45 juta pada tahun lalu.
Perumnas Aktif Cari Lahan Meskipun Penjualan Anjlok 76 Persen
Kinerja Perum Perumnas jauh dari harapan menyusul realisasi penjualan semester I 2015 yang baru Rp 536 miliar atau Rp 33,5 persen atau anjlok 76 persen dari target Rp 1,6 triliun sepanjang tahun. “Kami belum ada rencana revisi. Masih optimistis dengan target sebelumnya. Memang ada sedikit pelemahan di beberapa proyek, tapi masih ada juga proyek yang siap dijual,” ujar Direktur Utama Perumnas Himawan Arief Sugoto di kantornya, Senin (27/7).
Ia menjelaskan, lesunya penjualan terutama terjadi untuk hunian apartemen. Pelemahan penjualan Perumnas disinyalir disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat atau bisa juga karena penundaan pembelian menjelang bulan puasa dan Lebaran. “Namun untuk proyek hunian bagi masyarakat kelas menengah dan menengah ke bawah masih bagus kok. Apalagi ada beberapa proyek yang siap jual, tetapi belum mendapatkan penetapan penjualan dari pemerintah, jadi kami masih yakin dengan target yang ada,” katanya.
Oleh karena itu dia optimistis target penjualan tahun ini tercapai mengingat masih ada sejumlah proyek yang siap dipasarkan. Salah satu proyek siap jual adalah rumah susun (rusun) di Kemayoran, Jakarta. Namun, Himawan menyayangkan status rusun tersebut yang masih belum ditetapkan antara jual putus atau sebagai rumah susun sewa. Namun, sebelumnya pihak Pemprov DKI Jakarta menyatakan yang akan masuk ke rusun tersebut adalah penduduk yang dulu tinggal di kawasan kumuh Kebon Kosong.
“Kami tunggu dulu nanti hasil keputusan dari para stakeholders. Jika sudah diputuskan, maka bisa segera ditawarkan kepada masyarakat,” jelasnya. Sebagai informasi, proyek rusun Bandar Kemayoran terdiri dari dua tower dengan jumlah hunian sebanyak 576 unit. Rencananya, rusun tersebut digunakan untuk merelokasi sekitar 1.800 warga Kebon Kosong.
Direktur Perumnas Herry Irwanto menjelaskan nantinya penetapan status penjualan rusun Bandar Kemayoran tersebut dilakukan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sebenarnya kalau bisa dijual umum, maka bisa terjual dengan cepat. Tapi kami selaku Perum masih menunggu keputusan para stakeholder,” katanya.
Lebih lanjut, Himawan menyatakan ekspansi Perumnas untuk penambahan cadangan lahan (landbank) akan terus berlanjut. Ia menyatakan, pihaknya baru saja menambah lahan di Palembang dan Makassar dengan modal yang digelontorkan mencapak Rp 260 miliar.
“Tahun ini kami sudah menambah sekitar 200 hektare landbank di Palembang dan Makassar. Masing-masing sekitar 100 hektare,” jelasnya. Herry Irwanto menjelaskan, pada tahun ini pihaknya menargetkan penamabahan cadangan lahan hingga 366 hektare dari total landbank saat ini 2.100 hektare yang tersebar di berbagai daerah. “Untuk yang kemarin di Palembang 100 hektare, nilai akuisisinya sekitar Rp 100 miliar. Sementara yang di Makassar nilainya di kisaran Rp 160 miliar,” tuturnya.
Perum Perumnas mencatat kebutuhan rumah per tahun di Indonesia mencapai 800 ribu unit per tahun, tetapi pasokan yang terpenuhi maksimal hanya 300 ribu unit. Untuk menutup selisih kurang tersebut, pengembang properti pelat merah itu meminta penegasan status dari Presiden Joko Widodo sebagai penyedia perumahan dan permukiman rakyat di Indonesia.
Hal ini terkait dengan rencana perubahan Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2004 tentang Perumnas, yang dalam rancangan perubahannya menekankan tentang buku biru (blue print) tugas dan fungsi BUMN properti tersebut. Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief Sugoto mengatakan Indonesia sampai saat ini masih dibayangi oleh kekurangan (backlog) hunian yang cukup tinggi. Menurutnya, hal ini merupakan pekerjaan rumah pemerintah yang harus segera dicarikan solusi.
"Kebutuhan rumah mencapai 800 ribu per tahun, sedangkan kemampuan pasokan hanya 200 ribu sampai 300 ribu per tahun," ujarnya di kantor Perumnas, Jakarta, Senin (27/7). Himawan menjelaskan, jarak antara kebutuhan dan pasokan yang terus melebar tersebut harus segera diatasi. Ia menilai, dibutuhkan kebijakan taktis dengan memberikan peran strategis kepada Perumnas selaku agen pembangunan pemerintah dalam bidang perumahan dan pemukiman.
"Proses penyusunan dan pembahasan RPP Perumnas sudah berjalan beberapa tahun lalu dan hingga kini masih terus berjalan, dalam rencana perubahan PP No.15 Tahun 2004 Tentang Perumnas ini menegaskan peran Perumnas sebagai National Housing dan Urban Development Corporation," jelas Himawan.
Ia menjelaskan, peran utama Perumnas nantinya akan didorong menjadi penyedia utama perumahan rakyat yang meliputi fungsi perencanaan, pembangunan berkelanjutan, juga pengelolaan beserta monitor dan evaluasinya. Himawan menambahkan, dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah berupa Public Service Obligation (PSO), Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman lunak, tetapi perizinan untuk mendukung proses percepatan pembangunan.
"Diharapkan dengan proses revitalisasi Perumnas, berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang penyediaan dan pengembangan hunian rakyat dapat berjalan lebih cepat serta terstruktur. Khususnya dalam mendukung program pembangunan sejuta rumah di Indonesia," jelas Himawan.
Terkait program sejuta rumah, sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah siap menyiasati daya beli masyarakat rendah untuk menyukseskan program tersebut. Terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), akan diberikan fasilitas uang muka rendah. "Uang muka yang diminta 1 persen, bunga 5 persen ditambah uang cash Rp 4 juta sebagai bentuk subsidi. Jadi semua bisa beli harusnya," kata Basuki belum lama ini.
Ia menjelaskan, lesunya penjualan terutama terjadi untuk hunian apartemen. Pelemahan penjualan Perumnas disinyalir disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat atau bisa juga karena penundaan pembelian menjelang bulan puasa dan Lebaran. “Namun untuk proyek hunian bagi masyarakat kelas menengah dan menengah ke bawah masih bagus kok. Apalagi ada beberapa proyek yang siap jual, tetapi belum mendapatkan penetapan penjualan dari pemerintah, jadi kami masih yakin dengan target yang ada,” katanya.
Oleh karena itu dia optimistis target penjualan tahun ini tercapai mengingat masih ada sejumlah proyek yang siap dipasarkan. Salah satu proyek siap jual adalah rumah susun (rusun) di Kemayoran, Jakarta. Namun, Himawan menyayangkan status rusun tersebut yang masih belum ditetapkan antara jual putus atau sebagai rumah susun sewa. Namun, sebelumnya pihak Pemprov DKI Jakarta menyatakan yang akan masuk ke rusun tersebut adalah penduduk yang dulu tinggal di kawasan kumuh Kebon Kosong.
“Kami tunggu dulu nanti hasil keputusan dari para stakeholders. Jika sudah diputuskan, maka bisa segera ditawarkan kepada masyarakat,” jelasnya. Sebagai informasi, proyek rusun Bandar Kemayoran terdiri dari dua tower dengan jumlah hunian sebanyak 576 unit. Rencananya, rusun tersebut digunakan untuk merelokasi sekitar 1.800 warga Kebon Kosong.
Direktur Perumnas Herry Irwanto menjelaskan nantinya penetapan status penjualan rusun Bandar Kemayoran tersebut dilakukan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sebenarnya kalau bisa dijual umum, maka bisa terjual dengan cepat. Tapi kami selaku Perum masih menunggu keputusan para stakeholder,” katanya.
Lebih lanjut, Himawan menyatakan ekspansi Perumnas untuk penambahan cadangan lahan (landbank) akan terus berlanjut. Ia menyatakan, pihaknya baru saja menambah lahan di Palembang dan Makassar dengan modal yang digelontorkan mencapak Rp 260 miliar.
“Tahun ini kami sudah menambah sekitar 200 hektare landbank di Palembang dan Makassar. Masing-masing sekitar 100 hektare,” jelasnya. Herry Irwanto menjelaskan, pada tahun ini pihaknya menargetkan penamabahan cadangan lahan hingga 366 hektare dari total landbank saat ini 2.100 hektare yang tersebar di berbagai daerah. “Untuk yang kemarin di Palembang 100 hektare, nilai akuisisinya sekitar Rp 100 miliar. Sementara yang di Makassar nilainya di kisaran Rp 160 miliar,” tuturnya.
Perum Perumnas mencatat kebutuhan rumah per tahun di Indonesia mencapai 800 ribu unit per tahun, tetapi pasokan yang terpenuhi maksimal hanya 300 ribu unit. Untuk menutup selisih kurang tersebut, pengembang properti pelat merah itu meminta penegasan status dari Presiden Joko Widodo sebagai penyedia perumahan dan permukiman rakyat di Indonesia.
Hal ini terkait dengan rencana perubahan Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2004 tentang Perumnas, yang dalam rancangan perubahannya menekankan tentang buku biru (blue print) tugas dan fungsi BUMN properti tersebut. Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief Sugoto mengatakan Indonesia sampai saat ini masih dibayangi oleh kekurangan (backlog) hunian yang cukup tinggi. Menurutnya, hal ini merupakan pekerjaan rumah pemerintah yang harus segera dicarikan solusi.
"Kebutuhan rumah mencapai 800 ribu per tahun, sedangkan kemampuan pasokan hanya 200 ribu sampai 300 ribu per tahun," ujarnya di kantor Perumnas, Jakarta, Senin (27/7). Himawan menjelaskan, jarak antara kebutuhan dan pasokan yang terus melebar tersebut harus segera diatasi. Ia menilai, dibutuhkan kebijakan taktis dengan memberikan peran strategis kepada Perumnas selaku agen pembangunan pemerintah dalam bidang perumahan dan pemukiman.
"Proses penyusunan dan pembahasan RPP Perumnas sudah berjalan beberapa tahun lalu dan hingga kini masih terus berjalan, dalam rencana perubahan PP No.15 Tahun 2004 Tentang Perumnas ini menegaskan peran Perumnas sebagai National Housing dan Urban Development Corporation," jelas Himawan.
Ia menjelaskan, peran utama Perumnas nantinya akan didorong menjadi penyedia utama perumahan rakyat yang meliputi fungsi perencanaan, pembangunan berkelanjutan, juga pengelolaan beserta monitor dan evaluasinya. Himawan menambahkan, dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah berupa Public Service Obligation (PSO), Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pinjaman lunak, tetapi perizinan untuk mendukung proses percepatan pembangunan.
"Diharapkan dengan proses revitalisasi Perumnas, berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang penyediaan dan pengembangan hunian rakyat dapat berjalan lebih cepat serta terstruktur. Khususnya dalam mendukung program pembangunan sejuta rumah di Indonesia," jelas Himawan.
Terkait program sejuta rumah, sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah siap menyiasati daya beli masyarakat rendah untuk menyukseskan program tersebut. Terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), akan diberikan fasilitas uang muka rendah. "Uang muka yang diminta 1 persen, bunga 5 persen ditambah uang cash Rp 4 juta sebagai bentuk subsidi. Jadi semua bisa beli harusnya," kata Basuki belum lama ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)