Monday, July 20, 2015

Diskon Siang Tarif Angkutan Kapal Tak Mampu Redam Lonjakan Penumpang Pada Malam Hari

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai keputusan Kementerian Perhubungan mengenai pengenaan diskon tarif siang hari untuk kapal penyeberangan tidak bisa memecahkan penumpukan penumpang pada malam hari. Menurutnya, karakter penumpang tetap akan memilih menyeberang pada malam hari apabila pemotongan harga tiket tidak signifikan.

Dia berpendapat bahwa pembedaan tarif malam bisa lebih mahal dua kali lipat akan lebih berhasil untuk menyebar pemudik pada siang hari. "Diskon itu tanggung, sebenarnya harus dibedakan antara tarif siang dan malam bisa 100% sehingga bisa mendorong orang untuk berpindah ke siang hari," ujarnya, Senin (6 Juli 2015).

Kecenderungan pemudik memilih menggunakan kapal pada malam hari terkait rasa keamanan ketika melintasi Sumatra untuk menuju ke tujuan. Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah daerah turut menciptakan keamanan di jalur darat ketika masyarakat akan menuju ke tempat tujuan di Sumatra seperti Palembang, Bengkulu, Jambi dan sebagainya.

"Melintas di Sumatra di malam hari tidak aman sehingga mereka perlu konvoi, siang pun mereka perlu konvoi kan," katanya. Operator kapal penyeberangan kecewa terhadap keputusan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang menolak kenaikan tarif saat arus mudik, terutama pada malam hari. Para operator yang tergabung dalam Gapasdap (Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan) itu kembali melayangkan surat keberatan.

Ketua Gapasdap DPD Jawa Timur, Khoiri Soetomo, mengatakan para operator kapal penyeberangan tetap meminta kebijakan pemerintah, agar mereka dibolehkan menaikkan tarif, hanya selama arus mudik dan arus balik Lebaran. “Sangat bijaksana kalau Menteri Jonan mempertimbangkan keinginan kami, karena tarif moda transportasi umum lainnya naik,” kata Khoiri kepada wartawan di kantor PT Dharma Lautan Utama, Surabaya, Senin, 6 Juli 2015.

Menurut Khoiri, ledakan penumpang kapal menjelang Lebaran semakin sulit diurai jika tarif penyeberangan tak disesuaikan. Antrean panjang akan terus terjadi, karena masyarakat cenderung memilih mudik pada malam hari. Dengan adanya perbedaan tarif, yakni lebih mahal pada malam hari dibandingkan siang hari, kepadatan bisa diurai. Maka, pemerintah harus memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi bisnis secara riil.

Menteri Jonan, kata Khoiri, seharusnya bisa melihat masalah lebih luas. Sebab, dengan tidak menaikkan tarif kapal penyeberangan, keputusan Jonan itu berbau politis dan reaktif semata. “Jangan membuat pernyataan seolah-olah menghibur dan bersimpati pada rakyat, tapi tujuan mengurai kepadatan arus mudik tidak tercapai,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (PT ASDP), Danang Baskoro, mengusulkan agar diterapkan dua tarif yang berbeda, yakni malam dan siang hari saat arus mudik.

Kebijakan dua jenis tarif itu bertujuan untuk mengurai penumpukan kendaraan pribadi baik mobil dan sepeda motor, yang kerap terjadi sepanjang arus mudik. Dengan penerapan tarif yang lebih mahal pada malam hari itu, pengguna jasa yang lebih sensitif terhadap harga diharapkan beralih ke pagi hari, sehingga tak ada penumpukan kendaraan di pelabuhan. Usulan PT ASDP itu disepakati Gapasdap, karena penghasilan yang diperoleh selama arus mudik dan arus balik bisa menutupi biaya operasional selama musim sepi, yakni di luar hari raya dan musim liburan.

Namun, usulan itu ditolak Jonan, yang memutuskan tarif penyeberangan selama arus mudik lebaran tahun ini tak boleh naik. Jonan menyetujui pemberlakuan dua tarif yang berbeda saat arus mudik tapi menolak rencana menaikkan tarif penyeberangan saat malam hari. "Bukan dinaikkan. Siang dikasih diskon, malam tetap pakai tarif normal," kata Jonan di Jakarta, Selasa, 30 Juni 2015.

No comments:

Post a Comment