Selama libur lebaran, pengusaha agen perjalanan (travel agent) tidak menyediakan tiket penerbangan murah. Karena maskapai tak menyediakan tiket murah, melainkan tiket dengan batas atas. Wakil Sekjen Asosiasi Perusahaan Penjualan Tiket (Astindo), Pauline Suharno mengatakan, seperti yang terjadi sebelumnya, tiket penerbangan menjelang libur lebaran dan libur hari besar lainnya, baik arus mudik atau balik harganya naik.
"Harga semua pakai batas atas, apalagi rute-rute gemuk. Jadi bukan naik, tapi tiket yang harga murah dihapuskan. Kami jual pakai batas atas, harga yang mahal itu batas atas," ujarnya. Pauline menyebutkan, lumrah bila menjelang atau setelah liburan harga tiket menjadi lebih mahal. Ini sebagai salah satu kesempatan maskapai penerbangan mencari pendapatan lebih tinggi.
Contoh Jakarta-Denpasar, hari biasa tiket penerbangan dijual Rp 1,5-1,6 juta, sementara pada saat liburan atau lebaran dijual di harga batas, atas yaitu Rp 3,3-3,6 juta. "Hal biasa ya jual tiket dengan tarif batas atas, ini kesempatan maskapai dapat pendapatan lebih, semua dialokasikan ke harga mahal," katanya.
Pauline menjelaskan, saat ini semua tiket penerbangan dengan rute-rute gemuk hampir seluruhnya terjual alias full. Rute-rute gemuk yang selalu menjadi rebutan penumpang adalah Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, dan Padang. Sementara rute lain yang juga menjadi favorit untuk liburan seperti Bali, Lombok, dan Tanjung Pandan juga sudah terisi penuh.
"Arus mudik arus balik juga sudah penuh, full semua," imbuhnya. Perlambatan ekonomi Indonesia berdampak negatif terhadap bisnis penerbangan. Ditambah faktor global yang juga belum kondusif, ikut berkontribusi terhadap keberlangsungan bisnis penerbangan di Indonesia.
Maskapai penerbangan Indonesia yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memperkirakan bisnis penerbangan masih akan berat hingga kuartal pertama tahun depan.
"Airlines itu sudah pasti berat. Masih akan berat sampai awal tahun depan," ujar Ketua Umum INACA Arif Wibowo saat buka puasa bersama media di Plataran Dharmawangsa, Jakarta, Jumat (10/7/2015).
Dia menjelaskan, faktor yang paling dominan menekan bisnis penerbangan adalah soal pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Pasar kita traffic domestik turun, faktor eksternal cukup banyak, jadi memang banyak industri di traffic minus growth, kuartal satu secara industri pertumbuhan penumpang minus 9%," sebutnya.
Tahun lalu saja, kata dia, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih dalam level baik, industri bisnis penerbangan di Indonesia pertumbuhannya stagnan. "Tahun lalu saja hanya flat 5%, sekarang lebih parah minus 9% untuk air traffic, kita harus konsolidasi," ujarnya. Untuk itu, Arif menambahkan, maskapai harus melakukan berbagai macam efisiensi agar bisa terus hidup.
"Sudah pasti mulai dari fleet, kapasitas, bleeding route dipotong itu sudah biasa, tahun ini napasnya harus panjang sampai kuartal tiga, ini harus diperhatikan, tahun yang berat, tahun depan pun sampai kuartal satu masih akan berat," tandasnya.
No comments:
Post a Comment