Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memperluas kerja sama perdagangan dengan beberapa negara sebagai upaya peningkatan ekspor Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya mencapai target peningkatan ekspor hingga 300 persen di akhir 2019.
“Kementerian Perdagangan akan melakukan dialog dengan Uni Eropa dan Amerika guna memperkuat kerjasama yang sudah terjalin sekarang ini kemudian juga dengan negara seperti Iran, Afrika Selatan, untuk di daerah Afrika, dan juga dengan Timur Tengah,” kata Menteri Perdagangan Rahmat Gobel di Kantor Pusat Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta (15/7).
Perluasan kerjasama dagang tersebut, lanjut Rahmat, diupayakan agar terjadi keseimbangan antara negara-negara tujuan ekspor. Dengan demikian, Indonesia tidak selalu mengandalkan negara-negara tujuan ekspor utama untuk meningkatkan nilai ekspornya seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat.
"Kita harus usahakan agar ada keseimbangan dengan negara-negara lain karena kalau kita hanya mengandalkan seperti, kepada Cina ataupun Amerika, ketika negara itu perekonomiannya turun maka tidak berpengaruh ke neraca perdagangan kita," jelas Rachmat. Menurut Rahmat, beberapa produk manufaktur yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya antara lain batu semi permata, barang dari logam mulia, fotografi dan optik, kendaraan bermotor dan suku cadang lainnya, serta alas kaki.
“Sementara itu untuk produk pertanian yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya antara lain ubur-ubur, sayur-sayuran, buah-buahan, lada, bekicot, dan vanilli,” ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia pada Juni 2015 tercatat sebesar Rp US$ 13,44 miliar atau naik 5,91 persen dibandingkan dengan kinerja bulan sebelumnya. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan ekspor Juni 2014, ekspor bulan lalu anjlok 12,78 persen. Khusus untuk ekspor non migas pada Juni 2015 mencapai US$ 11,98 miliar atau naik 5,87 persen dibanding bulan sebelumnya. Namun, dibanding ekspor Juni tahun lalu juga tercatat turun 5,06 persen.
“Ekspor nonmigas Januari-Juni 2015 mencapai US$ 68,3 miliar atau menurun 6,62 persen," ujar Suryamin di kantornya, Rabu (15/7). Menteri Perdagangan Rahmat Gobel kembali mengeluarkan izin impor 50 ribu ekor sapi bakalan kepada 43 importir untuk periode pengiriman kuartal III 2015. Kuota impor dimungkinkan diperbesar menjadi 200 ribu jika pengadaannya diperlukan.
Izin tersebut merupakan yang ketiga kalinya sejak awal tahun, di mana yang pertama sebanyak 75 ribu ekor untuk kuartal I dan 250 ribu ekor untuk kuartal II.
"Izin yang dikeluarkan yang untuk 50 ribu ekor sapi itu adalah untuk yang tahap pertama di kuartal sekarang ini (kuartal III). Bukan berarti kita menurunkan kuota, bisa saja lebih nanti," kata Menteri Perdagangan Rahmat Gobel di Kantor BPS, Kamis (15/7). Rahmat mengungkapkan, perkiraan kebutuhan impor sapi di kuartal III mencapai 200 ribu ekor awalnya. Namun, saat ini pemerintah tengah melakukan evaluasi ketersedian stok sapi di dalam negeri, baik dari sisi besaran kebutuhan dan kesiapan peternak lokal. Setelah dilakukan evaluasi, pemerintah baru akan mengeluarkan izin impor kembali sesuai kebutuhan.
"Kemarin kita dikasih tahu pada waktu kita mau impor (sapi) dibilang sapi dari NTT (Nusa Tenggara Timur) tidak bisa dijual karena nggak ada pasar. Itu kan masukan jadi kita harus melakukan evaluasi semuanya," kata Rahmat. Selain itu, evaluasi tersebut juga berangkat dari ketidakmampuan impor dalam menekan kenaikan harga daging yang masih terjadi.
"Saya juga minta kepada importir yang masih memiliki stok supaya dilepas (stoknya) jangan mereka menahan," kata Rahmat. Rahmat menjelaskan, kebijakan impor dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan menekan harga yang diterima oleh masyarakat. Apabila persediaan di dalam negeri mencukupi, kebijakan impor bukanlah suatu keharusan bagi pemerintah.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan menyebutkan perkiraan total impor sapi untuk tahun ini mencapai 750 ribu ekor.
No comments:
Post a Comment