Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan bahwa NPL yang tinggi ini merupakan indikasi dari adanya debitur yang tidak bisa menyelesaikan pembayaran utangnya. Maka dari itu, penambahan CKPN dianggap sebagai pilihan yang terbaik bagi perusahan di tengah ketidakpastian situasi ekonomi saat ini.
"Kami tambah CKPN karena melihat angka NPL yang tinggi di semester I tahun ini. Melihat ada kemungkinan beberapa debitur mengalami kesulitan, maka lebih baik bagi kami untuk menambahprovisioning, padahal kinerja kita terbilang membaik di semester I tahun ini," jelas Achmad di Jakarta, Kamis (30/7).
Achmad bahkan menegaskan bahwa sebenarnya pendapatan bunga bersih (Net Interest Margin) perusahaan pada semester I tahun ini meningkat 14 persen dari angka Rp 10,75 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 12,26 triliun pada semester I tahun ini. Selain itu, pendapatan selain bunga juga meningkat 2 persen dari angka Rp 4,2 triliun di semester I tahun lalu ke angka Rp 4,89 triliun.
"Padahal kalau kami tidak alokasikan provisioning, laba kami meningkat 9,1 persen dibanding tahun lalu dari angka Rp 8,33 triliun ke angka Rp 9,06 triliun," katanya. Rencananya, perusahaan akan menambah CKPN dari angka 138,8 persen dari NPL ke angka 150 persen dari NPL pada akhir tahun mendatang sebagai langkah antisipasi. Namun diakui Achmad, hal tersebut tidak akan dilakukan oleh perusahaan secara tergesa-gesa.
"Memang nanti hingga akhir tahun kami akan menambah alokasi CKPN karena kami melihat ada ketidakpastian ekonomi yang membuat beberapa segmen pembiayaan kini tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Mungkin bisa di angka 150 persen, tapi sebisa mungkin akan kami jaga di level 138,8 persen," jelasnya.
Segmen yang sedang lesu tersebut diakui Achmad berada di segmen pembiayaan usaha menengah dan kecil, sedangkan pembiayaan korporasi masih terbilang rendah. Hal tersebut terlihat dari NPL segmen usaha kecil yang meningkat dari angka 5,2 persen di semester I tahun lalu ke 6,8 persen di tahun ini dan berkontribusi besar terhadap total NPL perusahaan. "Nantinya dengan provision ini, NPL pun juga diharapkan bisa menurun dari angka 3 persen di semester I tahun ini ke angka 2,7 persen di akhir tahun," kata Achmad.
Sebagai informasi, pada semester I tahun ini perusahaan mencadangkan kenaikan CKPN sebesar 172,2 persen dari angka Rp 2,2 triliun ke angka Rp 5,99 triliun. Hal tersebut menyebabkan laba bersih BNI tergerus 50,8 persen dari angka Rp 4,93 triliun pada tahun lalu ke angka Rp 2,43 triliun di tahun ini.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) akan mengucurkan pembiayaan infrastruktur senilai Rp 13 triliun pada semester II 2015. Proyek-proyek yang akan menjadi prioritas pendanaan bank pelat merah itu adalah infrastruktur jalan tol, energi dan telekomunikasi.
"Jadi nanti semester II kita sudah siap gelontorkan uang Rp 13 triliun dari hasil agreement kita pada periode sebelumnya. Nanti masing-masing uang tersebut, akan ditarik pembiayaannya dengan nilai paling besar di jalan tol, telekomunikasi, dan juga energi," jelas Direktur Banking I BNI, Harry Sidharta di Jakarta, Kamis (29/7).
Dengan tambahan Rp 13 triliun ini, Harry memperkirakan total pembiayaan BNI untuk proyek-proyek infratsruktur akan mencapai Rp 75,32 triliun hingga akhir tahun. Harry mengatakan beberapa proyek jalan tol yang akan didanai BNI antara lain proyek jalan tol Becakayu dan jalan tol Solo - Kertosono. Untuk proyek pertama BNI akan menyiapkan pendanaan Rp 1,41 triliun, sedangkan untuk pembiayaan jalan tol Solo - Kertosono senilai Rp 7 triliun merupakan konsorsium dengan PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri.
Selain itu, pembangunan jalan tol Pemalang-Batang-Semarang juga akan menjadi target pembiayaan BNI. Namun, Harry tak menjelaskan lebih jauh mengenai nilai dananya. "Kontrak pembiayaan dengan beberapa kontraktor jalan tol ini sebenarnya sudah lama kita lakukan agreement-nya, tapi kan beberapa perusahaan tersebut banyak mendapat hambatan kemarin seperti pembebasan lahan yang terhambat. Jadi baru kita kasih semester ini," jelasnya.
Terkait proyek telekomunikasi, Harry menuturkan perseroan akan mengikat perjanjian pembiayaan baru dengan PT Telkom pada paruh kedua tahun ini. Meskipun nilai pembiayaannya masih dirahasiakan, namun Harry menegaskan total pinjaman ke Telkom tak akan melebihi Rp 16 triliun. "Pembiayaan outstanding kami bagi Telkom sudah ada kira-kira Rp 5 hingga Rp 7 triliun. Semester depan kita ada agreement lagi tapi kita belum mau beritahu nilainya," jelasnya.
Hingga Juni 2015, BNI telah menggelontorkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 62,33 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak 30 persen untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik, 22 persen ditujukan bagi proyek minyak dan gas (migas) dan 19 persen untuk proyek transportasi. Secara kumulatif, nilai kredit yang disalurkan BNI meningkat 12,1 persen pada semester I tahun ini, dari Rp 257,53 triliun pada Januari-Juni 2014 menjadi Rp 288,7 triliun.
Sebagai informasi, pada semester I tahun ini perusahaan mencadangkan kenaikan CKPN sebesar 172,2 persen dari angka Rp 2,2 triliun ke angka Rp 5,99 triliun. Hal tersebut menyebabkan laba bersih BNI tergerus 50,8 persen dari angka Rp 4,93 triliun pada tahun lalu ke angka Rp 2,43 triliun di tahun ini.
PT Bank Negara Indonesia (BNI) akan mengucurkan pembiayaan infrastruktur senilai Rp 13 triliun pada semester II 2015. Proyek-proyek yang akan menjadi prioritas pendanaan bank pelat merah itu adalah infrastruktur jalan tol, energi dan telekomunikasi.
"Jadi nanti semester II kita sudah siap gelontorkan uang Rp 13 triliun dari hasil agreement kita pada periode sebelumnya. Nanti masing-masing uang tersebut, akan ditarik pembiayaannya dengan nilai paling besar di jalan tol, telekomunikasi, dan juga energi," jelas Direktur Banking I BNI, Harry Sidharta di Jakarta, Kamis (29/7).
Dengan tambahan Rp 13 triliun ini, Harry memperkirakan total pembiayaan BNI untuk proyek-proyek infratsruktur akan mencapai Rp 75,32 triliun hingga akhir tahun. Harry mengatakan beberapa proyek jalan tol yang akan didanai BNI antara lain proyek jalan tol Becakayu dan jalan tol Solo - Kertosono. Untuk proyek pertama BNI akan menyiapkan pendanaan Rp 1,41 triliun, sedangkan untuk pembiayaan jalan tol Solo - Kertosono senilai Rp 7 triliun merupakan konsorsium dengan PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri.
Selain itu, pembangunan jalan tol Pemalang-Batang-Semarang juga akan menjadi target pembiayaan BNI. Namun, Harry tak menjelaskan lebih jauh mengenai nilai dananya. "Kontrak pembiayaan dengan beberapa kontraktor jalan tol ini sebenarnya sudah lama kita lakukan agreement-nya, tapi kan beberapa perusahaan tersebut banyak mendapat hambatan kemarin seperti pembebasan lahan yang terhambat. Jadi baru kita kasih semester ini," jelasnya.
Terkait proyek telekomunikasi, Harry menuturkan perseroan akan mengikat perjanjian pembiayaan baru dengan PT Telkom pada paruh kedua tahun ini. Meskipun nilai pembiayaannya masih dirahasiakan, namun Harry menegaskan total pinjaman ke Telkom tak akan melebihi Rp 16 triliun. "Pembiayaan outstanding kami bagi Telkom sudah ada kira-kira Rp 5 hingga Rp 7 triliun. Semester depan kita ada agreement lagi tapi kita belum mau beritahu nilainya," jelasnya.
Hingga Juni 2015, BNI telah menggelontorkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 62,33 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak 30 persen untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik, 22 persen ditujukan bagi proyek minyak dan gas (migas) dan 19 persen untuk proyek transportasi. Secara kumulatif, nilai kredit yang disalurkan BNI meningkat 12,1 persen pada semester I tahun ini, dari Rp 257,53 triliun pada Januari-Juni 2014 menjadi Rp 288,7 triliun.
No comments:
Post a Comment