Wednesday, July 22, 2015

Pasar Keuangan Global Beresiko Tinggi Bagi Pemilik Rupiah

Bank Indonesia (BI) mewaspadai ketidakpastian ekonomi global menyusul perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan China. Risiko terbesar berada di pasar keuangan terutama akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate, kejatuhan bursa saham China dan krisis utang Yunani.

"Pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian," ujar Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI melalui keterangan tertulisnya, Selasa (14/7).

BI melihat kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Secara umum perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi.

Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh.

"Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani," jelas Tirta.  Perekonomian dunia yang bias ke bawah, menurut Tirta, berdampak pada menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual. "Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi," tuturnya.

Dari dalam negeri, BI memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2015 akan tumbuh terbatas dan baru akan kembali meningkat pada kuartal berikutnya. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun. "Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah,"kata Tirta.

Demikian halnya dengan investasi, diproyeksi pertumbuhannya akan terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah.

Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah.

No comments:

Post a Comment