Monday, July 20, 2015

Bank Indonesia : Ekonomi Kuartal 2 Melambat, Permintaan Kredit Anjlok dan Kredit Macet Naik

Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan triwulanan permintaan kredit baru pada kuartal II 2015 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal itu tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil survei perbankan triwulan II yang sebesar 66,7 persen atau lebih rendah dari 87,9 persen pada triwulan II 2014. SBT triwulan II 2015 merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.

Bank sentral mensinyalir faktor utama yang menghambat penyaluran kredit baru selama triwulan II 2015 adalah belum membaiknya kondisi usaha dan rendahnya kebutuhan pembiayaan akibat perlambatan ekonomi.

Berdasarkan survei BI, kondisi ini juga membuat perbankan mewaspadai meningkatnya risiko kredit macet atau non performing loan (NPL), terutama pada kredit modal kerja (KMK) dan kredi tinvestasi (KI). Pada Mei 2015 tercatat NPL KMK sebesar 2,94 persen atau meningkat 0,18 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara untuk NPL KI juga mengalami peningkatan sebesar 0,25 persen menjadi 2,81 persen.

BI mencatat penyeluran kredit konsumsi juga tidak mencapai target menyusul anjloknya penjualan otomotif, baik kendaraan roda dua maupun empat. Alhasil deviasi target paling besar terjadi pada kredit kendaraan bermotor yang permintaannya turun 9 persen pada kuartal II. Penurunan tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya yang masing-masing negatif 1,7 persen dan 3,2 persen.

Berdasarkan sektor ekonomi, ada dua sektor yang mengalami penurunan permintaan kedit. Pertama, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, yang turun 10,6 persen. Kedua, sektor real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan yang minus 13,4 persen.

Lebih lanjut BI menjelaskan, responden memperkirakan pertumbuhan kredit baru akan menguat pada triwulan III-2015 seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Indonesia dan meningkatnya kecukupan modal bank.  Di sisi lain, rata-rata suku bunga kredit rupiah pada triwulan III-2015 diperkirakan meningkat akibat kenaikan suku bunga dana dan tingginya risiko penyaluran kredit.

Sebaliknya, jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan justru mengalami peningkatan. Pada kuartal II 2015, DPK yang terhimpun tumbuh 93,2 persen atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 93,2 persen. BI memperkirakan semua jenis simpanan naik, di mana giro tumbuh 94,6 persen, tabungan 97,2 persen, dan deposito 85,2 persen.

Bank Indonesia (BI) mewaspadai beberapa sektor yang dinilai berpotensi memiliki tingkat kredit macet (non performing loan/NPL). Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo kewaspadaan tersebut muncul setelah bank sentral melihat adanya kenaikan data NPL per Mei 2015.

NPL perbankan tercatat sebesar 2,6 persen, naik 0,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang di level 2,5 persen. "Secara umum kualitas likuiditas perbankan itu baik dan pertumbuhan kreditnya ada di atas 10 persen, rasio kecukupan modalnya (capital adequacy ratio/ CAR) juga mencapai 20 persen. Namun NPL nya memang ada sedikit peningkatan karena secara gross itu sudah meningkat di atas 2,5 persen," ujar Agus saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Jumat (17/7).

BI mencatat pada Mei 2015, rasio kecukupan modal masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, yaitu sebesar 20,3 persen. "Hanya saja ada sektor-sektor tertentu yang perlu diwaspadai," katanya. Agus menjelaskan, peningkatan rasio NPL terjadi disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan kredit dan meningkatnya jumlah NPL secara nominal. Adapun peningkatan NPL antara lain masih terjadi pada kredit di sektor pertambangan dan konstruksi.

BI juga mencatat, hingga Mei 2015 kredit tumbuh sebesar 10,4 persen secara year on year (yoy) atau relatif stabil dibandingkan pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh 12,5 persen (yoy) atau melambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Kendati demikian, Agus optimistis berbagai kebijakan makro prudensial seperti pelonggaran Loan to Value (LTV) dan aturan keringanan Giro Wajib Minimum (GWM) dapat mengakomodasi pertumbuhan kredit perbankan. "Tapi kami yakin dengan pengawasan dari OJK, Perbankan akan berjalan secara baik," ujarnya

No comments:

Post a Comment