"Angka simpanan DPK (dana pihak ketiga) valas naik dramatis, awalnya rata-rata US$ 50.000-US$ 100.00 per bulan, naik jadi US$ 200.000-US$ 300.000 per bulan. Ada perusahaan yang awalnya tidak beli dolar, jadi beli dolar. Itu terjadi karena sentimen pasar," ujar Ekonom BNI, Ryan Kiryanto, saat acara Seminar BPR di Hotel Merlynn Park, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Ryan menjelaskan, kondisi perlambatan ekonomi dunia juga berpengaruh terhadap negara-negara emerging market lainnya, termasuk Indonesia. Kondisi perlambatan ekonomi ini direspons China dengan sengaja melemahkan mata uang yuan hingga melebihi 3%.
Ini untuk menggenjot ekspor China, sehingga perekonomian tumbuh dengan baik. Pelemahan yuan ikut menyeret rupiah terus terpuruk. "Jadi sekali lagi ini masalah sentimen. Banyak orang beli dolar. Simpanan dolar meningkat," katanya.
Tak hanya China, Vietnam juga ikut-ikutan melakukan pelemahan mata uangnya. Tujuannya sama, agar barang ekspor Vietnam bersaing di pasar global. "Tiga hari lalu, bank sentral Vietnam mendevaluasi mata uangnya menjadi 21.900 dong per US$, nanti di pasar regional barang-barang Indonesia akan bertemu langsung dengan China dan Vietnam," sebut dia.
Menurut Ryan, kondisi ini akan berlangsung hingga akhir tahun ini. Ditambah, ekspor Indonesia belum membaik secara signifikan. "Ini tantangan jangka pendek sampai akhir tahun. Ekspor kita babak belur. Itulah faktor eksternal yang membuat perekonomian Indonesia melambat," katanya.
Perlambatan tersebut, lanjut Ryan, juga menekan kinerja perbankan dalam negeri. Bank-bank pelat merah atau BUMN juga ikut terhempas. Misalnya saja PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang labanya merosot hingga lebih dari 50% di semester I-2015.
Saat ini, Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperbaiki sektor keuangan. Tinggal pemerintah untuk bisa lebih agresif mendorong belanja pemerintah agar perekonomian tumbuh lebih baik.
"BI dan OJK sudah melakukan berbagai kebijakan dan in the right track. Tinggal pemerintah. Obat paling cespleng ya kebijakan fiskal, bicara APBN, ketika belanjanya tidak optimal maka penerimaan juga tidak akan optimal, OJK dan BI sudah melakukan kerja, tinggal pemerintah," tandasnya.
No comments:
Post a Comment