Saham-saham di Wall Street anjlok lebih dari tiga persen pada perdagangan Jumat (21/8/2015) waktu setempat (Sabtu pagi WIB). Masalah ekonomi Tiongkok memicu aksi jual besar-besaran dua hari berturut-turut. Dalam sesi tunggal terburuk dalam hampir empat tahun, Dow Jones Industrial Average kehilangan lebih dari 500 poin atau 3,12 persen sedangkan indeks lebih luas S&P 500 merosot 3,19 persen dan indeks komposit Nasdaq turun 3,52 persen.
Kemerosotan itu menyusul penurunan serupa di pasar Asia dan Eropa, di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa pelambatan Tiongkok akan menahan pertumbuhan di seluruh dunia dan bahkan memukul ekonomi Amerika Serikat yang relatif kuat. Memimpin penurunan di antara perusahaan terkemuka adalah perusahaan terbesar di dunia berdasarkan valuasi pasar Apple, yang kehilangan 6,1 persen atau sekitar 37 miliar dollar AS. Saham Apple jatuh 4,6 persen menjadi 107,44 dollar AS.
Tetapi penurunan menjalar ke seluruh papan teknologi, energi, industri, dan perusahaan pembiayaan.
Semua terpapar signifikan penurunan yang dipimpin Tiongkok dalam ekonomi global: Microsoft kehilangan 5,7 persen, Chevron turun 4,4 persen, Bank of America merosot 3,7 persen, Boeing berkurang 3,9 persen, dan General Motors jatuh 4,0 persen.
Dow Jones Industrial Average, yang didukung serangkaian rekor tertinggi tahun ini, berakhir turun 530,94 poin menjadi 16.459,75. Aksi jual selama dua hari menghapus keuntungan yang dibuat pada selama tahun 2015 ini, membuat indeks 30 saham unggulan (blue chips) -- dengan Apple terbesar -- ke level terendah sejak Oktober tahun lalu.
Indeks S&P 500 kehilangan 64,84 poin menjadi 1.970,89, juga membawanya kembali ke posisi Oktober lalu. Sedangkan indeks komposit Nasdaq, yang telah mencatat keuntungan terkuat tahun ini, merosot 171,45 poin pada 4.706,04, sekitar 30 poin di bawah posisi akhir 2014.
"Sentimen bergeser dalam cara yang sangat negatif dan Anda benar-benar melihat tidak ada tempat untuk bersembunyi hari ini," kata David Levy dari Kenjol Capital Management. Dia mengatakan aksi jual itu berlebihan tetapi menambahkan bahwa, tanpa berita positif, tidak ada alasan bagi pembeli untuk masuk. "Anda harus menjaga sabuk pengaman Anda," katanya.
Patrick OHare dari Briefing.com mengatakan bahwa yang mendasari aksi jual karena investor kehilangan kepercayaan pada kemampuan bank-bank sentral dari Beijing hingga Washington menggunakan kebijakan moneter mereka untuk merangsang pertumbuhan.
Tetapi OHare juga menunjuk valuasi terlalu tinggi untuk saham AS baru-baru ini memberikan prospek pertumbuhan moderat dalam ekonomi AS. Intensitas aksi jual sama dengan di Eropa, di mana indeks utama kehilangan antara 2,8 persen hingga 3,2 persen.
"Kami memiliki situasi ekonomi yang menantang di Tiongkok, yang kini telah mengambil langkah ekstrem mendevaluasi mata uangnya untuk mendukung ekonomi. Pelemahan itu merambah melalui pasar negara-negara berkembang dan sektor industri global," kata Lisa Emsbo-Mattingly, direktur alokasi aset di Fidelity, dalam catatan untuk nasabahnya.
No comments:
Post a Comment