Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan gas Bumi (SKK Migas) menilai perluasan objek pajak penghasilan (PPh) pasal 23, yang menyasar ke hampir semua jasa pertambangan, berpotensi mengurangi pendapatan negara dari sektor migas.
Budi Agusetyono, Sekretaris SKK Migas mengaku belum mengetahui kalau sektor usaha jasa pertambangan migas dikenakan PPh pasal 23 sebesar 2 persen dari pendapatan bruto. Namun, dia berpendapat tambahan pajak tersebut akan semakin menekan kinerja perusahaan jasa penunjang migas, yang umumnya merupakan perusahaan lokal.
Dengan dikenakannya PPh 23, Budi mengatakan akan menambah beban biaya oeprasi sehingga berpotensi menggerus keuntungan perusahaan. Hal ini dikhawatirkan berdampak pula terhadap pelaporan jumlah biaya yang dimasukan ke dalam komponen cost recovery sehingga dapat mengurangi bagian negara. "Kalau dikenakan di situ otomatis biaya naik. Bagian pemerintah juga akan turun karena sifatnya kayak balon. Semua pajak kan masuk ke cost, akibatnya bagian negara jadi kecil," tutur Budi.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Kementerian ESDM Susyanto juga mengaku belum mengetahui kebijakan dari Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro itu. "Saya malah baru tahu info ini. Tentunya kami harus pelajari dulu sebelum berkomentar (soal dampak)," ujar Susyanto
No comments:
Post a Comment