Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akhirnya membebaskan penerimaan manfaat asuransi jiwa dari pengenaan pajak penghasilan (PPh) setelah 18 tahun kebijakan berjalan. Ketentuan ini secara otomatis berlaku menyusul dicabutnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/1997 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Penerimaan Manfaat Asuransi Jiwa.
Pencabutan ini dipertegas melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 56/PJ/2015, yang terbit dan efektif berlaku pada 24 Juli 2015. Selama ini, selisih lebih antara manfaat tabungan asuransi yang diterima dengan premi yang telah dibayarkan, diperlakukan sama dengan penghasilan dari bunga tabungan atau bunga deposito, dimana masing-masing dikenakan PPh final sebesar 15 persen.
Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jenderal pajak menilai kebijakan itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Itu juga dinilai Sigit bertentangan dengan PP Nomor 131 Tahun 2000 yang mengatur bahwa PPh bersifat final tersebut hanya dikenakan atas bunga deposito atau tabungan yang ditempatkan di bank dan diskonto SBI yang dibayarkan oleh Bank Indonesia.
"Dalam hal ini, selisih lebih antara manfaat tabungan yang diterima dengan premi yang telah dibayarkan tidak termasuk yang diatur dalam PP Nomor 131 Tahun 2000," ujar Sigit seperti dikutip dari salinan SE - 56/PJ/2015 yang diterima.
"Surat Edaran ini diterbitkan dengan maksud dan tujuan agar perlakuan PPh atas penerimaan manfaat asuransi jiwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku," ujarnya melanjutkan.
No comments:
Post a Comment