Dalam empat tahun ke depan, Jakarta akan dihiasi gedung-gedung perkantoran kosong. Hal ini dimungkinkan karena jumlah pasokan baru yang akan memasuki pasar perkantoran di pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta hingga 2019 mendatang sangat signifikan. Sementara itu, di sisi lain, permintaan dan tingkat serapan terus merosot akibat krisis ekonomi domestik yang dipicu depresiasi rupiah dan perlambatan ekonomi sehingga banyak pelaku bisnis dan investor, terutama penyewa dan calon penyewa gedung, memilih opsi menunda ekspansi.
Menurut laporan Savills Indonesia yang diterima terdapat lebih dari 3 juta meter persegi pasokan baru dijadwalkan selesai dalam kurun waktu 2015-2019. Mayoritas merupakan perkantoran Grade A sebanyak 52 persen, disusul perkantoran premium 44 persen. Hal ini berpotensi melipatgandakan ruang-ruang kosong perkantoran di CBD Jakarta. Pasalnya, pasar hanya akan menyerap rata-rata seluas 420.000 meter persegi dalam setahun.
"Dengan permintaan terbatas, sementara pasokan baru yang akan datang demikian banyak, itu akan menaikkan kekosongan ke tingkat yang lebih tinggi. Kami memproyeksikan tingkat kekosongan mencapai puncak sekitar 20 persen pada 2019," tutur Head of Research and Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus. Tahun ini saja, terdapat gelombang pasokan baru memasuki pasar seiring kelarnya beberapa proyek perkantoran baru. Sebanyak 228.000 meter persegi masuk pasar CBD Jakarta dari tiga proyek, yakni Sahid Sudirman Center, Noble House, dan Gran Rubina 1. Dengan demikian, total pasokan mencapai 4.930.000 meter persegi.
Mayoritas pasokan yang ada di CBD Jakarta merupakan perkantoran Grade B sebanyak 36 persen, diikuti perkantoran Grade A sebesar 30 persen. Sementara itu, perkantoran premium mencapai sekitar 20 persen dan Grade C 14 persen. Pasokan baru tersebut menyisakan sekitar 414.000 meter persegi ruang kosong. Mereka harus bersaing ketat dengan gedung-gedung perkantoran lainnya yang sedang dalam tahap pembangunan untuk mendapatkan penyewa.
Anton menjelaskan, lonjakan tingkat kekosongan ruang yang tersedia kemungkinan akan menyeret harga sewa semakin terpuruk, terutama harga sewa perkantoran Grade A dan premium. Harga sewa perkantoran premium dan Grade A akan menyusut sekitar 45 persen dan 40 persen pada 2019. Selama periode yang sama harga sewa Grade B dan Grade C diproyeksikan turun 25 persen dan 30 persen. "Perlambatan ekonomi juga memengaruhi pertumbuhan sewa selama 20 bulan terakhir. Namun, koreksi pasar sejauh ini terbatas pada segmen kelas premium yang dipengaruhi depresiasi rupiah," kata Anton.
Untuk diketahui, segmen harga sewa perkantoran premium dalam dollar AS telah mengalami penurunan yang terjadi sejak tahun lalu. Penurunan terus berlanjut hingga 5,2 persen pada semester pertama 2015. Gedung-gedung perkantoran di pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta dihantui kekosongan. Hal ini dipicu terbatasnya permintaan, sementara beberapa gedung yang baru saja selesai dibangun dan beroperasi mencatat tingkat okupansi rendah. Akibatnya, pasar mengalami kelebihan pasokan (over supply).
Menurut laporan Savills Indonesia, tingkat kekosongan perkantoran di CBD Jakarta terus berlanjut. Jika sebelumnya 4,8 persen, melonjak menjadi 8,4 persen pada pertengahan 2015. Terbatasnya permintaan memicu tingkat serapan jatuh menjadi hanya seluas 16.000 meter persegi. Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2014, tingkat serapan pada semester pertama tahun 2015, anjlok sekitar 60 persen. Ini merupakan kinerja terburuk dalam sepuluh tahun terakhir.
Head of Research and Colsultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus, menjelaskan, kondisi aktual sektor perkantoran ini tak lepas dari aktivitas bisnis dan sentimen investor yang melemah sebagai dampak krisis ekonomi domestik. "Permintaan ruang kantor dan transaksi menurun drastis sepanjang semester I-2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebagian besar penyewa yang ada dan calon penyewa mengambil sikap menunggu (wait and see)," ujar Anton dalam laporan tertulisnya.
Secara umum, perkantoran Grade A dan B, lanjut Anton, masih menyerap sebagian besar permintaan dalam beberapa tahun terakhir. Seiring terbatasnya permintaan, tingkat kekosongan di sebagian besar segmen perkantoran tetap stabil, kecuali di segmen perkantoran Grade A yang disebabkan peningkatan jumlah pasokan signifikan selama periode ini. ementara perkantoran premium, Grade B dan C mencatat tingkat kekosongan masing-masing 2,5 persen, 5,7 persen, dan 4,8 persen. Sedangkan ruang perkantoran yang tersedia, untuk Grade A melonjak dari sebelumnya 6,4 persen pada akhir 2014 menjadi 17,1 persen pada pertengahan tahun ini.
Savills Indonesia juga mencatat, terdapat gelombang pasokan baru memasuki pasar tahun ini seiring kelarnya beberapa proyek perkantoran baru. Sebanyak 228.000 meter persegi masuk pasar CBD Jakarta dari tiga proyek yakni Sahid Sudirman Center, Noble House dan Gran Rubina 1. Dengan demikian, total pasokan mencapai 4.930.000 meter persegi.
Gedung-gedung pusat bisnis dan perkantoran terpantau dari udara di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (5/6). Pertumbunhan pusat bisnis di beberapa kawasan di Jakarta memicu kenaikan harga tanah hingga mencapai 20 persen per tahun.Mayoritas pasokan yang ada di CBD merupakan perkantoran Grade B sebanyak 36 persen, diikuti perkantoran Grade A sebesar 30 persen. Sementara perkantoran premium mencapai sekitar 20 persen, dan Grade C 14 persen.
Pasokan baru tersebut menyisakan sekitar 414.000 meter persegi ruang kosong di CBD Jakarta. Mereka harus bersaing ketat dengan gedung-gedung perkantoran lainnya yang sedang dalam pembangunan untuk mendapatkan penyewa. "Perlambatan ekonomi juga memengaruhi pertumbuhan sewa selama 20 bulan terakhir. Namun koreksi pasar sejauh ini terbatas pada segmen kelas premium yang dipengaruhi depresiasi Rupiah," tambah Anton. Tak hanya segmen permintaan dan serapan, segmen harga sewa dalam dollar AS pun mengalami penurunan yang terjadi sejak tahun lalu. Harga sewa perkantoran premium anjlok 5,2 persen.
No comments:
Post a Comment