Tuesday, October 6, 2015

Utang Pemerintah Baru Rp. 3.000 Triliun, Jokowi Akan Tambah Utang Lagi

Utang pemerintah sudah mencapai level Rp 3.000 triliun. Karena masih adanya defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar 2,1%, maka tahun depan pemerintah masih akan menambah utang. Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menjelaskan, tambahan utang selalu muncul ketika anggaran masih defisit. Sebab utang dipergunakan untuk menutupi belanja negara yang sudah ditetapkan.

"Utang dengan nominal Rp 3.000 triliun bisa ditahan atau diturunkan. Utang hanya muncul kalau ada defisit di anggaran," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta. Defisit anggaran, kata Bambang bukanlah sesuatu hal yang buruk. Ini menjadi hal umum ketika suatu negara yang tengah mengejar pertumbuhan tinggi, seperti Indonesia.‎ Khususnya bila dipergunakan untuk belanja yang produktif.

"Defisit hal umum, karena negara masih butuh pertumbuhan, caranya itu adalah dengan mengoptimalkan anggaran pemerintah," jelasnya. Namun, konsentrasi pemerintah adalah menjaga defisit tidak terlalu melebar sampai di batas yang ditetapkan oleh undang-undang (UU) yaitu 3% untuk pemerintah pusat dan daerah. Penggunannya pun ditujukan untuk hal produktif seperti pembangunan infrastruktur.

"Tugas kita adalah bagaimana agar defisit nggak terlalu besar," kata Bambang. Di samping itu, Bambang menegaskan bahwa rasio utang terhadap PDB masih batas aman, yaitu 24,7%. Bila dibandingkan dengan negara kawasan seperti Malaysia, Jepang hingga Amerika Serikat (AS) tentu Indonesia masih lebih baik.

‎"Tetangga kita Malaysia utang per PDB lebih besar dari kita. Apalagi seperti Jepang 200%, AS 100%, dan Yunani mendekati 100%. Kita masih di 24,7%," paparnya. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 masih disusun dalam skema defisit 2,1%. Ini karena belanja negara yang dianggarkan lebih besar dibandingkan dengan penerimaan. Sehingga tahun depan pemerintah masih mengandalkan utang untuk salah satu sumber belanja negara.

"Defisit 2,1% setara dengan Rp 272,2 triliun, dengan sumber pembiayaan utang dan non utang. Pembiayaan utang sebesar Rp 329,9 triliun dan non utang Rp 57,7 triliun," ungkap Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Bambang mengatakan, nanti juga akan diterbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 326,2 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 13.900/US$. "SBN netto jumlahnya sebesar Rp 326,2 triliun," imbuhnya. ‎Selain itu, untuk penarikan pinjaman luar negeri (bruto) adalah Rp 75,1 triliun, meliputi pinjaman program Rp 36,8 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp 38,2 triliun. Selanjutnya adalah pinjaman dalam negeri Rp 3,2 triliun.

"Artinya untuk 2016 pemerintah masih mengandalkan sumber pembiayaan utang untuk belanja negara," kata Bambang. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengajukan dana Rp 30,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Anggaran paling besar adalah untuk Sekretariat Jenderal (Setjen) dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).

‎"Total anggaran yang kami ajukan adalah sebesar Rp 30,9 triliun," kata Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi XI d I Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2015). Anggaran yang diajukan memang tidak terlalu beda signifikan dibandingkan tahun sebelumnya dan pagu sementara saat pembacaaan nota keuangan. Namun dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam Nawa Cita Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Setiap program yang dirancang oleh Kemenkeu disesuaikan dengan program Nawa Cita dan RPJMN 2015-2020," jelasnya.

Berikut rinciannya :
  • ‎Secretariat Jenderal Rp 14,6 triliun
  • Inspektorat Jenderal Rp 115 miliar
  • Direktorat Jenderal Anggaran Rp 154 miliar
  • Direktorat Jenderal Pajak Rp 8,7 triliun
  • Direktorat Jenderal Bea Cukai Rp 3,7 triliun
  • Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Rp144,3 miliar
  • Direktorat Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Rp 85,5 miliar
  • Direktorat Jenderal Perbendaharaan Rp 1,63 triliun
  • Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Rp 665,9 miliar
  • Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Rp 780 miliar
  • Badan Kebijakan Fiskal Rp 263,2 miliar

No comments:

Post a Comment