Bank Dunia melaporkan Indonesia membutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, untuk mengakomodasi 15 juta tenaga kerja baru pada 2020 mendatang. "Indonesia akan terkena middle income trapkecuali ekonomi tumbuh lebih dari 5-6 persen," kata Direktur Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves, saat menyampaikan laporannya yang berjudul "Indonesia: Menghindari Jebakan" di Jakarta, Senin, 23 Juni 2014. Middle Income Trap, merupakan jebakan yang kerap dialami negara ekonomi menengah.
Jebakan itu antara lain adalah masalah pengangguran yang serius. Penduduk usia kerja, kata Chaves, diproyeksikan akan meningkat secara signifikan pada 10 tahun ke depan. Menurut catatannya, pada 2020, Indonesia akan mengalami penambahan penduduk usia kerja sebanyak 14,8 juta jiwa. Pada Mei 2014, Badan Pusat Statistik menyimpulkan adanya 260 ribu penduduk yang menganggur. "Pada 2020, Indonesia akan mengalami penambahan penduduk usia kerja sebanyak 14,8 juta jiwa," ujarnya.
Untuk itu, Chaves menyarankan pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Caranya, dengan menggeser tenaga kerja dari sektor berproduktivitas rendah, menuju yang lebih tinggi. Menurut dia, upaya tersebut dapat meningkatkan produktivitas agregat ekonomi. Selain itu, pemerintah mesti berupaya meningkatkan produktivitas di dalam sektor-sektor ekonomi. Misalnya, dia mencontohkan, munculnya perusahaan-perusahaan baru yang inovatif untuk sektor manufaktur, dan penggunaan benih unggul untuk sektor pertanian.
Adapun ekonom dari Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, mengatakan pemerintah perlu khawatir menghadapi ancaman jebakan kelas menengah. "Pada 1960-1970-an, pertumbuhan ekonomi Brasil sangat pesat. Namun, saat pendapatan per kapitanya mencapai US$ 3,939 pada 1981, Brasil mengalami pertumbuhan yang sangat lambat sampai dua dekade," katanya.
Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida Alisjahbana, mengatakan pemangkasan anggaran sebesar 30 persen bisa memangkas kesempatan kerja di Indonesia. "Kesempatan kerja menjadi 2,2 juta, dari target sebelumnya sebesar 3 juta," ujarnya seusai menghadiri pertemuan dengan Komisi XI DPR, Senin, 9 Juni 2014.
Dia mengatakan pada APBN sebelumnya, total dana yang dialokasikan terkait dengan masalah kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial lainnya sebesar Rp 140 triliun. Namun pada RAPBNP saat ini menjadi Rp 98 triliun. Angka tersebut, menurut Armida, masih dalam batas kewajaran, terlebih pemangkasan tersebut hanya sementara.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pasca-pemangkasan anggaran diperkirakan hanya sekitar 5,15 persen. Angka tersebut tidak sesuai dengan target BI yang memproyeksikan tumbuh hingga mencapai 5,5 persen.
Sebelumnya Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan pemangkasan anggaran ini demi menjaga keberlanjutan ekonomi Indonesia. Keputusan tersebut diambil lantaran pemerintah tidak berani menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Rentannya kondisi pasar keuangan Indonesia terhadap gejolak serta adanya penyelenggaraan pemilihan presiden, menjadi pertimbangan untuk menghapus kebijakan tersebut.
No comments:
Post a Comment