Tuesday, June 24, 2014

Cara Penggelapan Uang Dan Ambisi Bisnis Dari CEO PT Cipaganti Citra Graha

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes (Pol) Martinus Sitompul mengungkapkan modus operandi penggelapan uang yang dilakukan oleh bos besar Cipaganti Travel dan CEO PT Cipaganti Citra Graha, Andianto Setiabudi.  Menurut Martinus, sejak tahun 2008 sampai dengan bulan Mei 2014, Andianto menggunakan kegiatan koperasi untuk menghimpun penyertaan modal dari sekitar 8.700 mitra yang telah bergabung dengan hasil mencapai Rp 3,2 triliun. Sistem bagi hasil kepada para mitra sesuai kesepakatan adalah 1,6 persen hingga 1,95 persen per bulan tergantung tenor.

"Dengan kesepakatan, dana itu akan dikelola oleh koperasi untuk kegiatan perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat, dan tambang," kata Martinus di Bandung, Selasa (24/6/2014).  Dari pemeriksaan saksi, dana mitra tersebut diketahui mengalir kepada beberapa perusahaan milik Andianto, yaitu PT CCG sebesar Rp 200 miliar, PT CGT sebesar Rp 500 miliar, dan PT CGP sebesar Rp 885 juta, dengan kesepakatan bagi hasil 1,5 persen hingga 1,75 persen.

"Kenyataannya, sejak Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan. Sisa uang mitra tidak jelas penggunaannya dan cenderung tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.  Untuk menutupi kesepakatan bagi hasil kepada para mitra yang lebih dulu berinvestasi, Andianto akhirnya menggunakan dana mitra lainnya yang ikut bergabung belakangan alias "gali lubang tutup lubang".  Untuk sementara ini, kerugian diperkirakan masih ratusan miliar rupiah.

"Pada saat awal bermitra, dana kerja sama langsung diberikan sebesar 1,5 persen sampai 2 persen kepada freeline marketingyang bisa berhasil menarik pemodal sebagai fee sehingga dana para mitra (yang baru bergabung) tidak semuanya digunakan untuk kegiatan usaha," tuturnya.

Selain Andianto, Polda Jawa Barat juga menahan dua orang lainnya yang diduga terkait kasus penggelapan uang tersebut. Dua orang itu bernama Djulia Sri Redjeki, warga jalan Gatot Subroto, Kelurahan Lingkar Selatan Kecamatan Coblong, Kota Bandung, dan Yulinda Tjendrawati Setiawan, warga Jalan Cipaganti Kelurahan, Cipaganti Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Sebelum kasus gagal bayar Koperasi Cipaganti meletup, Andianto Setiabudi banyak memberi inspirasi kepada pengusaha mengenai usahanya membangun kerajaan bisnis Grup Cipaganti. Mengawali bisnis jual-beli mobil, Andianto Setiabudi lambat laun merambah sektor-sektor lain seperti transportasi, properti, pertambangan, alat berat. Bahkan terakhir, dia ingin mengembangkan usaha maskapai penerbangan.

Cipaganti akhirnya menjelma menjadi korporasi besar, dengan sektor bisnis yang beragam. Perusahaan ini terus berambisi untuk membesarkan bisnisnya di berbagai ranah. Namun yang perlu dicatat, untuk mengembangkan bisnis tersebut, Andianto melakukan penghimpunan dana masyarakat melalui Koperasi Cipaganti. Modal minimal yang harus diserahkan sebesar Rp 100 juta, dan investor diiming-imingi imbal hasil sebesar 1,4 -1,9 persen per bulan. Bahkan, ada beberapa investor yang ditawari imbal hasil di atas 2 persen per bulan.

Beberapa waktu belakangan, pembayaran imbal hasil tak berjalan mulus, hingga akhirnya investor merasa ditipu oleh pemilik Grup Cipaganti, Andianto Setiabudi. Pengamat pasar modal Yanuar Rizky mengungkapkan, kasus yang terjadi pada Cipaganti sebenarnya terjadi missmatch keuangan, sehingga imbal hasil investor tidak bisa dibayar lancar.

Akan tetapi lebih dari itu, kasus Cipaganti merupakan akibat dari kecenderungan pengusaha untuk selalu ingin berkembang. Sehingga, mereka tidak bisa melihat dengan cermat sektor yang dimasuki masih menguntungkan ataukah tidak. "Seperti Cipaganti, terlanjur menghimpun dana masyarakat dan uangnya diputar ke sektor pertambangan. Cipaganti masuk ke pertambangan saat harga sedang tinggi-tingginya, kemudian harga komoditas batu bara anjlok," ujarnya, Selasa (24/6/2014).

Menurut Yanuar, kasus yang menimpa bos Cipaganti bisa menjadi pelajaran bagi pengusaha, bahwa mendorong bisnis menjadi besar memang diperlukan, akan tetapi ada kalanya harus menahan diri. "Istilahnya, jangan serakah dalam berbisnis. Seperti di kasus Cipaganti, pemilik perusahaan ingin terus menerus menggenjot bisnisnya, dan tidak menyadari bahwa ternyata bisnis yang dimasukinya sedang dalam tren menurun," jelasnya.

No comments:

Post a Comment