Badan Pemeriksa Keuangan belum bisa memberikan rapor hijau kepada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk tahun anggaran 2013. Auditor memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada pemerintah pusat, sama seperti tahun anggaran 2012.
Banyak temuan yang terindikasi janggal diungkap oleh auditor BPK. Temuan besar yang menjadi kunci utama opini WDP adalah lemahnya pengelolaan piutang pajak oleh bendahara umum negara. Namun, ada juga temuan kecil yang menjadi sorotan BPK, yaitu anggaran pensiun pegawai negeri sipil (PNS) sebesar Rp 302,06 miliar tidak diambil oleh penerima pensiun selama enam bulan.
Anggaran yang tak diambil itu seharusnya kembali ke kas negara. Namun, auditor BPK tidak mendapatkan laporan ihwal pengembalian keuangan anggaran miliaran rupiah itu. "Belum disetorkan kembali," begitu isi hasil pemeriksaan yang dilaporkan Ketua BPK Rizal Djalil dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2014
Temuan ini ironis. Sebab, dana pensiun masuk kategori belanja pegawai. Sebagian belanja negara di dalamnya ada belanja pegawai yang dibiayai dari utang karena besaran rencana belanja melebihi pendapatan negara. Sepanjang 2013, realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.438,89 triliun dan belanja negara serta transfer sebesar Rp 1,650,56 triliun.
Neraca keuangan pemerintah pada akhir 2013 terdiri saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 66,59 triliun, aset Rp 3.567,59 triliun, dan utang sebesar Rp 2.652,10 triliun yang komponen terbesarnya berupa utang jangka panjang dalam dan luar negeri sebesar Rp 1.890,75 triliun.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2013. Ketua BPK Rizal Djalil mengatakan ada banyak permasalahan yang membuat LKPP diberikan pengecualian.
Lemahnya pengelolaan piutang bukan pajak pada Bendahara Umum Negara dan aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebesar Rp 3,06 triliun tidak dapat ditelusuri, menjadi beberapa kunci utama laporan keuangan pemerintah pusat mendapat opini WDP. "Ada dua permasalahan utama," kata Rizal, dalam Sidang Paripurna di DPR, Selasa, 10 Juni 2014.
BPK menemukan piutang over lifting migas sebesar Rp 3,81 triliun dari total Rp 7,81 triliun belum pasti dan masih memerlukan pembahasan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Piutang penjualan migas bagian negara sebesar Rp 2,46 triliun dari total Rp 3,86 triliun juga belum pasti. Saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 66,59 triliun per 31 Desember 2013, diduga salah saji pelaporannya.
Dalam membelanjakan APBN, pemerintah pusat juga diduga tidak mematuhi Undang-undang. Di antaranya penerimaan hibah langsung pada 19 kementerian dan lembaga sebesar Rp 2,69 triliun belum dilaporkan ke negara. Ada juga penetapan dan penagihan pajak yang dianggap tak sesuai ketentuan dan mengakibatkan piutang pajak kadaluarsa sebesar Rp 800,88 miliar.
Auditor BPK juga menemukan kejanggalan pada Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 384,97 miliar dan US$ 1 juta di 30 Kementerian dan Lembaga yang diduga belum disetor, kurang disetor atau tidak dipungut, setoran fiktif dan dibelanjakan tanpa melalui APBN.
No comments:
Post a Comment