Angka impor barang konsumsi di Indonesia cukup tinggi dan membuat neraca perdagangan defisit. Fenomena makin banyaknya masyarakat kelas menengah dan naiknya pendapatan per kapita menjadi penyebabnya. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, defisit neraca perdagangan yang dialami membuat Indonesia masuk dalam kategori negara rawan.
"Fenomena kelas menengah saat ini sudah sangat terlihat, misalnya saja saat ini perayaan tahun baru dilakukan di Bali atau negara baru. Selain itu juga sekarang masyarakat mengantre di mal, dan menonton konser KPop. Kebiasaan konsumsi ini meningkatkan kebutuhan pelengkap menjadi kebutuhan utama," kata Chatib pada seminar ekonomi di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, SCBD, Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat ini menurut Chatib membuat kebutuhan masyarakat meningkat tajam. Kemudian, yang dilihat adalah kualitas barang-brang yang dibeli. Ini memicu ledakan barang impor.
"Peningkatan itu menambah impor, dan jika impor meledak maka hanya ada 2 cara mengantisipasinya, dengan menambah suplai melalui peningkatan infrastruktur yang tidak bisa dilakukan di kuartal kedua," jelas Chatib. Selain itu, untuk mengurangi permintaan impor, dari sisi moneter dinaikkan suku bunga, dan memangkas jatah BBM subsidi, seperti yang dilakukan pemerintah dalam APBN Perubahan 2014.
"Akibat kebijakan ini kami mengharapkan pertumbuhan ekonomi melambat melalui desain. Karena kita melakukan itu agar defisit neraca transaksi berjalan turun secara tajam. Pada triwulan kedua tahun ini defisit neraca berjalan akan naik, karena ini temporer, karena untuk memenuhi kebutuhan barang modal dan bahan baku," tutur Chatib.
Pada kuartal III dan IV-2014, defisit neraca perdagangan akan turun. Ini membuat pemerintahan baru di akhir tahun bisa melonggarkan kebijakan moneter atau suku bunganya, sehingga ekspansi bisa dilakukan.
No comments:
Post a Comment