Saturday, June 28, 2014

RI Pertanyakan Standar Ganda Uni Eropa Terhadap Produk Kelapa Sawit

Indonesia, melalui wakilnya di Kedutaan Besar RI di Brussel mempertanyakan standar ganda pelaku usaha Eropa terkait minyak sawit. Pertanyaan itu diajukan dalam pertemuan Eropa tentang Dampak Minyak Sawit terhadap Kesehatan di Brussel, Rabu, 25 Juni 2014 lalu.

“Delhaize/Super Indo menjual produk-produk yang mengandung minyak sawit di Indonesia dengan kampanye bahwa minyak sawit sehat karena mengandung betakaroten, vitamin A, dan vitamin E. Namun di Belgia, Delhaize/Super Indo menjual produk yang menggunakan label 'no palm oil',” ungkap siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa yang diterima Tempo, Sabtu, 27 Juni 2014. Delhaize adalah perusahaan retail makanan asal Eropa yang juga beroperasi di Indonesia dengan nama Super Indo.

Lebih jauh dipaparkan KBRI, di Uni Eropa, minyak sawit diserang kampanye hitam melalui berbagai isu, mulai dari kesehatan, lingkungan, deforestasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Kampanye dilakukan atas dasar kepentingan industri pesaing minyak sawit yaitu minyak rapeseed dan bunga matahari yang merupakan produksi andalan petani di UE yang menjadi pasar utama sawit.

“Ini merupakan proteksionisme hijau yang ingin melindungi petani dan industri dalam negeri UE,” kata KBRI Brussel dalam siaran pers yang dikirim Riaz Saehu, Konselor bidang Informasi, Sosial Budaya dan Diplomasi, Publik.  Sampai dengan saat ini, industri Indonesia telah membayar pajak anti-dumping untuk ekspor sawit ke UE sebesar 183 juta euro (sekitar Rp 3 triliun) sebagai akibat dari permohonan European Biodiesel Board (EBB), asosiasi industri Eropa yang sangat berpengaruh.

Permohonan EBB ini didukung oleh Friends of the Earth (FoE), sebuah LSM lingkungan yang menerima kontribusi dari UE sebesar 751 ribu Euro untuk tahun 2013. FoE juga memiliki wakilnya di Indonesia. “Ironisnya bahwa LSM Indonesia bekerja sama LSM dan industri di UE untuk kepentingan proteksionisme,” sesal KBRI Brussel tanpa menyebut lembaga swadaya masyarakat yang dimaksud.

Dalam simposium tersebut para pakar nutrisi dan kesehatan di Uni Eropa (UE) menyatakan minyak sawit baik untuk kesehatan manusia karena mengandung betakaroten, vitamin A, dan vitamin E. “Pandangan bahwa konsumsi minyak sawit dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke adalah salah dan menyesatkan,” demikian kesimpulan simposium.

Sejumlah pakar Eropa yang hadir antara lain Albert Dijkstra, spesialis di bidang pemrosesan minyak goreng; Jean Graille, spesialis di bidang biokimia dan teknologi lemak; Guy-Andre Pelouze, spesialis di bidang thoracic dan bedah kardiovaskular; Furio Brighenti, Guru Besar Ilmu Makanan dari Universitas Parma, Italia; dan Aseem Malhotra, spesialis di bidang interventional kardiologi, dari Croydon University Hospital, Inggris. Simposium tersebut juga dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan minyak sawit di Eropa, termasuk pemerintah, LSM dan industri makanan.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan Eropa menanggapi positif crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah Indonesia. Hal ini disampaikan pembeli CPO dari Eropa yang ditemuinya beberapa waktu lalu.  "Saya bertemu dengan sekitar 300 buyers CPO. Mereka sempat khawatir isu lingkungan dari CPO Indonesia yang sempat beredar. Tapi mereka yakin, memang tidak semua CPO Indonesia bermasalah," kata Bayu saat ditemui di Jakarta, Selasa, 10 Juni 2014.

Lagi pula, menurut Bayu, mereka memang butuh CPO. “Tinggal bagaimana kita memperbanyak produksi CPO yang baik dan mengurangi yang bermasalah," ujar Bayu. Menurut Bayu, jika pembeli dari Eropa menginginkan CPO yang tidak bermasalah lingkungan, Indonesia sudah siap menyediakan. Apalagi Indonesia telah memiliki sertifikasi CPO sendiri, yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Prasayarat sertifikat ini hanya berbeda 10 persen dari sertifikat CPO internasional, yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Indonesia merupakan produsen CPO sustainable terbesar di dunia. Dari 8,5 juta hingga 9 juta ton minyak sawit mentah berkelanjutan, 4,5 juta ton berasal dari Indonesia, dan 3 juta ton di antaranya diekspor ke Eropa. "Dari 30 juta ton produksi CPO Indonesia, jumlah itu memang masih sedikit. Tapi kita akan terus berusaha agar yang sustainable ini semakin tinggi," ujarnya.

Jika ini terus berjalan dan deal dengan 300 buyer tadi selesai, kata dia, Indonesia akan menjadi yang pertama dan terbesar di dunia untuk ekspor CPO sustainable. Sementara itu, tidak hanya minyak sawit yang perlu dipertanyakan isu lingkungannya, minyak jenis lain seperti minyak kedelai dan minyak zaitun juga menghadapi masalah lingkungan.

"Tapi itu kan tidak produksi di Indonesia. Jadi, fokus kita adalah di minyak sawit sebagai komoditas andalan ekspor kita," kata Bayu. Sebelumnya, di negara-negara Uni Eropa sempat mempertanyakan soal isu lingkungan terkait dengan CPO Indonesia. Akibatnya, Bayu Krisnamurthi harus berangkat ke London untuk mengkampanyekan kembali CPO Indonesia dalam pertemuan tahunan RSPO beberapa waktu lalu.

No comments:

Post a Comment