Wednesday, June 18, 2014

Daftar Maskapai Penerbangan Indonesia Yang Tidak Lagi Mengudara

Kemarin Dewan Direksi PT Mandala Airlines, yang beroperasi dengan merek Tigerair Mandala mengumumkan bahwa Tigerair Mandala akan menghentikan kegiatan operasional terhitung tanggal 1 Juli 2014. Kebijakan yang diambil oleh Dewan Mandala merupakan keputusan yang sangat berat. Dewan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: kondisi pasar yang sedang turun, serta meningkatnya biaya operasional akibat depresiasi rupiah yang cukup tajam terhadap dolar AS.

Sejak beroperasi kembali di bulan April 2012, Mandala terus mengalami kerugian. Perkembangan industri yang menantang membuat pemegang saham sulit untuk terus memberikan dukungan keuangan kepada Mandala. Dewan meninjau posisi Mandala dan memutuskan bahwa Mandala tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk melanjutkan kegiatan operasionalnya. Maskapai telah secara resmi menyampaikan informasi terkait penghentian operasional terhitung tanggal 1 Juli 2014 ini kepada Direktorat Jenderal Perhubungan.

Setelah pengumuman ini, penerbangan terakhir yang akan dioperasikan oleh Mandala adalah RI545 pada tanggal 1 Juli 2014, yang dijadwalkan berangkat dari Hong Kong menuju Denpasar pada pukul 02.35. Selain penerbangan di atas, seluruh penerbangan Mandala pada tanggal 1 Juli 2014 dan seterusnya dibatalkan.

Sebelum Tigerair Mandala memutuskan untuk berhenti, masih banyak merek maskapai penerbangan Indonesia yang sudah setop operasi:

Didirikan pada Desember 1968 dengan nama PT Sempati Air Transport, Sempati memulai penerbangan perdananya pada Maret 1969 menggunakan pesawat DC-3. Sempati awalnya hanya menawarkan jasa transportasi bagi karyawan perusahaan minyak, namun setelah DC-3 tambahan serta Fokker F27 dibeli, Sempati memulai penerbangan berjadwal ke Singapura, Kuala Lumpur dan Manila. Nama perusahaan berubah menjadi Sempati Air pada tahun 1996. Ketika krisis moneter 1998 menghantam Indonesia, Sempati Air terpaksa menjual atau mengembalikan pesawatnya. Sempati Air berhenti beroperasi sejak 5 Juni 1998. Kode IATAnya, SG, kini kode itu digunakan oleh maskapai penerbangan dari India SpiceJet.

PT Adam SkyConnection Airlines didirikan oleh Sandra Ang dan Agung Laksono, yang juga menjabat sebagai Ketua DPR saat itu. Maskapai ini mulai beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan penerbangan perdana ke Balikpapan. Pada awal beroperasi Adam Air menggunakan dua Boeing 737 sewaan. Setelah berbagai insiden dan kecelakaan yang menimpa industri penerbangan Indonesia, pemerintah membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut.

Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Adam Air berada di peringkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan. Akibatnya Adam Air mendapat sanksi administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah tidak ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan, Air Operator Certificate Adam Air kemudian dibekukan.

Pada April 2007, PT Bhakti Investama Tbk (BHIT) melalui anak perusahaannya Global Air Transport membeli 50% saham Adam Air dari keluarga Sandra Ang dan Adam Suherman, namun setahun kemudian pada 14 Maret 2008 menarik seluruh sahamnya karena merasa Adam Air tidak melakukan perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi. Kegiatan operasional Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008 dan baru akan dilanjutkan jika ada investor baru yang bersedia menalangi 50% saham yang ditarik Bhakti Investama tersebut.

Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation Specification Adam Air dicabut Kementerian Perhubungan melalui surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa Adam Air tidak diizinkan lagi menerbangkan pesawatnya berlaku efektif mulai pukul 00.00 tanggal 19 Maret 2008. Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate)nya juga ikut dicabut pada 19 Juni 2008, mengakhiri semua operasi penerbangan Adam Air.

Bouraq dalam agama Islam adalah nama seekor kuda bersayap. Maskapai ini didirikan oleh J.A. Sumendap, putra asli Manado, demi membuka prasarana perhubungan dan transportasi dari dan ke Kalimantan pada akhir 1960-an. Selama tiga dekade beroperasi, banyak suka duka yang telah dialami Bouraq berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada dekade 80-an, Bouraq makin melaju. Saat itu Bouraq memiliki 4 (empat) pesawat Vicker Viscount (VC-843), 3 (tiga) buah Casa NC-212 dan 16 (enambelas) BAE-748 seri 2A dan 2B.

Sampai pada tahun 1997 Bouraq bahkan memiliki 10 (sepuluh) buah Hawker Siddeley 748 dan 8 (delapan) B-737-200. Sayangnya, krisis ekonomi menerpa Indonesia. Bouraq akhirnya mengambil bermacam langkah strategis agar mempu tetap bertahan, seperti penciutan armada, menutup beberapa operasi jalur penerbangan yang dinilai kurang menguntungkan. Krisis ekonomi tidak berarti seluruh kegiatan operasional Bouraq terhenti sama sekali. Segala upaya terus dilakukan manajemen Bouraq di bawah kepemimpinan Danny Sumendap, putra dari J.A. Sumendap agar bisa bertahan hidup.

Pada penghujung 2004 Bouraq Airlines telah berhenti beroperasi karena kalah bersaing dengan operator penerbangan yang baru yang bermunculan di awal masa reformasi.

PT Indonesian Airlines Aviapatria didirikan tahun 1999 dan mulai beroperasi Maret 2001. Pada September 1999, ia memperoleh izin dari pemerintah Indonesia untuk melakukan penerbangan berjadwal di 46 rute. Perusahaan ini dimiliki oleh investor perorangan (75%) dan Rudy Setyopurnomo (25%), Presiden Direktur maskapai ini. Indonesian Airlines menghentikan operasinya pada tahun 2003. Setelah itu kantor pusatnya juga ditutup.

Rudy Setyopurnomo kemudian bekerja pada Grup RGM Group yang mengoperasikan 4 pesawat kecil sebelum akhirnya dipilih Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk memimpin maskapai pelat merah, PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Maskapai ini pernah mengoperasikan 1 Boeing 727-200, 2 Boeing 737-300 dan 2 Boeing 747.

Linus Airways adalah salah satu maskapai penerbangan regional Indonesia. Maskapai ini pernah melayani beberapa kota di Indonesia antar lain Pekanbaru, Medan, Semarang, Palembang, Batam dan Bandung. LINUS sendiri merupakan kependekan dari 'Lintasan Nusantara'. Linus Airways yang berbadan hukum perseroan PT Linus Airways sejak 1 Juni 2004 ini, baru mengantongi ijin terbang (Air Operator Certificate/AOC) no 121-029 dari Kementerian Perhubungan 13 Februari 2008. Dikarenakan alasan kesulitan likuiditas maka terpaksa pemerintah secara resmi telah mencabut izin rute Linus Air, sehingga menghentikan layanannya sejak 27 April 2009.

Batavia Air menyatakan dengan keluarnya putusan pailit, kegiatan operasional bisnis penerbangan Batavia Air ditutup tanggal 31 Januari 2013 karena dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Surat Pemberitahuan setop operasi sudah dikirimkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat saat itu telah menunjuk empat kurator. Keempat kurator tersebut adalah Turman Panggabean dan Andra Reinhard Sirait dari firma Duma & Co., Permata N. Daulay dari firma Daulay & Partners, serta Alba Sukma Hadi dari firma Sukma & Partners.

Para kurator tersebut akan membantu menangani urusan dari dampak penutupan usaha Batavia Air. Tim kurator yang dipilih Pengadilan Niaga Jakarta Pusat akan menangani berbagai dampak diberhentikannya kegiatan bisnis Batavia Air, termasuk urusan refund atau endorse tiket penumpang, kargo, pajak, penyelesaian masalah karyawan, serta mitra seperti agen travel dan kreditur.

Seluruh karyawan Batavia Air diberhentikan secara hormat, kecuali yang ditunjuk sebagai tim pemberesan. Semua kewajiban karyawan yang diberhentikan akan diurus oleh tim sumber daya manusia kepada kurator, sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 pasal 165. Batavia Air digugat pailit oleh International Lease Finance Corporation (ILFC) yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Perusahaan penyewaan pesawat itu memiliki dua Airbus 330. Pesawat jenis itulah yang menjadi awal gugatan kepada Batavia Air. ILFC menggugat karena timbul utang besar oleh Batavia Air dengan menyewa pesawat tersebut.

Nasib sial terus menghampiri maskapai milik negara PT Merpati Nusantara Airlines. Karena utang yang menggunung hingga lebih dari Rp 7 triliun, Merpati berhenti beroperasi Februari 2014 lalu. Yang lebih tragis lagi, dua pesawat Merpati ternyata baru saja ditarik perusahaan penyewa (lessor) di Desember ini. Pesawat telah ditarik pada tanggal 16 Desember 2013 boeing 737-300 dan tanggal 19 Desember 2013 boeing 737-400. Kini Merpati pun hanya memiliki 15 pesawat untuk melayani penumpang.

Padahal idealnya pesawat Boeing harus memiliki setidaknya 12 pesawat kalau pembayaran karyawan terpenuhi semua. Apabila hanya lima pesawat dirasa kurang banyak dan sangat minim dalam memberikan pelayanan. Maskapai penerbangan PT Merpati Indonesia Airlines (Merpati) masih berada dalam keterpurukan. Rute-rute yang dulu diterbangi Merpati kini sudah hangus dan tak bisa diterbangi lagi.

Kementerian Perhubungan memberikan waktu 60 hari terhitung sejak Merpati berhenti terbang, agar Merpati bisa kembali mengaktifkan rute-rutenya. Diketahui, Merpati berhenti mengoperasikan armadanya pada 1 Februari 2014 Total utang menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 7,29 triliun di mana Rp 400 miliar adalah tunggakan untuk bayar gaji dan refund tiket.

No comments:

Post a Comment