Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia per April 2014 mencapai US$ 276,6 miliar atau sekitar Rp 3.300 triliun. Utang luar negeri ini tumbuh sebesar 7,6 persen dibandingkan posisi utang luar negeri April tahun 2013 lalu. Peningkatan utang luar negeri Indonesia naik tipis sebesar US$ 0,1 miliar dari sebelumnya US$ 276,5 miliar.
"Pertumbuhan tahunan utang luar negeri pada April 2014 tercatat lebih lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Maret 2014 yang sebesar 8,7 persen year on year," seperti yang dikutip melalui siaran pers Bank Indonesia, Selasa, 17 Juni 2014.
Bank sentral mencatat utang luar negeri April 2014 terdiri dari utang sektor publik sebesar US$ 131 miliar dan utang sektor swasta US$ 145,6 miliar. Utang luar negeri sektor publik diketahui naik dari US$ 130,5 miliar di bulan Maret menjadi US$ 131 miliar pada April. Adapun pertumbuhan utang secara month to month diketahui sebesar 0,3 persen. Sedangkan utang sektor swasta terkontraksi 0,2 persen dari sebelumnya US$ 146 miliar pada Maret menjadi US$ 145,6 miliar pada April.
Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri pada April 2014 dipengaruhi pertumbuhan utang luar negeri sektor publik yang melambat. Utang luar negeri sektor publik tercatat tumbuh 2,2 persen year on year, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan Maret yang mencapai 5,1 persen.
Sedangkan utang luar negeri sektor swasta tumbuh 13 persenyear on year, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Maret yang sebesar 12,2 persen. Pada jangka waktu, perlambatan pertumbuhan posisi utang luar negeri terjadi pada utang jangka panjang maupun utang jangka pendek.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Destry Damayanti, menyatakan kenaikan utang luar negeri saat ini harus diwaspadai. Sebab, kenaikannya terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat dan akan mendorong pembengkakan rasio pembayaran utang (debt to service ratio/ DSR). "Pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri," kata dia.
Menurut Destry, saat ini DSR Indonesia berada di kisaran 45-47 persen. Sedangkan data Bank Indonesia menyebutkan, DSR pada kuartal pertama 2014 mencapai 46,31 persen, naik dari Oktober-Desember 2013 sebesar 43,38 persen. Angka sudah melampaui ambang batas DSR yang harus diwaspadai berdasarkan kesepakatan internasional, yakni 44 persen.
Bank Indonesia mencatat utang luar negeri per Maret 2014 mencapai US$ 276,5 miliar atau sekitar Rp 3.155 triliun. Angka itu naik sekitar US$ 4,15 miliar bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 272,35 miliar. Sebagian besar utang tersebut berasal dari swasta sebesar US$ 145,98 miliar. Sisanya bersumber dari pemerintah dan bank sentral yang mencapai US$ 130,5 miliar.
Mayoritas utang luar negeri itu berdenominasi dolar AS senilai US$ 191,1 miliar, lalu disusul oleh denominasi rupiah senilai US$ 37,9 miliar dan denominasi yen Jepang senilai US$ 30,6 miliar. Adapun negara pemberi utang terbesar adalah Singapura US$ 52 miliar, Amerika Serikat US$ 41,1 miliar dan Jepang US$ 35,1 miliar.
Sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa (kini non-aktif) mewanti-wanti perusahaan swasta berpenghasilan dalam bentuk rupiah dalam mengambil utang berdenominasi valas. Menurut dia, jangan sampai terjadi kesahalan perhitungan dalam pengambilan utang. "Jangan sampai ada mismatch di sana. Tapi Bank Indonesia tentu sudah mengantisipasi hal itu," ucapnya pada akhir April lalu.
No comments:
Post a Comment