Anggota Komisi Perhubungan DPR, Azam Azman Natawijaya, mengatakan utang PT Merpati Nusantara Airlines ke PT Pertamina mencapai Rp 1,38 triliun. "Tadi Pertamina mengatakan mereka tidak bisa memberikan Avtur lagi. Syaratnya harus cash-and-carry. Kalau mau ambil Avtur Pertamina, ya PT Merpati harus bayar dulu," kata Azam usai rapat panitia kerja Merpati, Kamis petang, 12 Juni 2014, di ruang rapat Komisi Perhubungan DPR Jakarta.
PT Pertamina, menurut Azam, sudah menyerahkan utangnya kepada pemegang saham. Direktur Keuangan Pertamina Andri Trunajaya Hidayat menolak berbicara saat ditemui usai rapat. Ia buru-buru meninggalkan ruang rapat. Azam menjelaskan rapat Panitia Kerja Merpati baru sebatas mengiventarisir masalah-masalah yang membelit PT Merpati saat ini, termasuk syarat-syarat untuk dapat terbang lagi. Rapat molor satu jam dari yang seharusnya dimulai pada pukul 13.00 WIB.
Kondisi Merpati saat ini, menurut Azam, serba sulit. "Kalau untuk cash-and-carry, Merpati tidak punya uang. Kalaupun mau menerbangkan pesawat, pesawatnya harus diasuransikan. Sayangnya, Merpati juga belum melunasi tunggakan premi asurasinya, enggak bisa bayar. Soal sumber daya manusianya juga, siap atau tidak," ujarnya. Masalah lainnya adalah soal rute Merpati yang sudah dibekukan oleh Kementerian Perhubungan.
Menurut Azam, rute perintis yang dimiliki Merpati ternyata sudah dilelang ke perusahaan-perusahaan swasta. "Siapa yang berani membayar terbaik untuk rute ke daerah-daerah timur, daerah yang remote area, itulah yang menang. Yang menang ya kayak Susi Air dan swasta lainnya yang punya pesawat kecil, seperti pesawat isi 20 penumpang ke bawah."
Hal itu dilakukan Merpati, ujar Azam, sebagai pemasukan untuk perusahaan. Merpati juga punya usaha kecil, tapi cuma sedikit, seperti kerja sama dengan Pemerintah Daerah Merauke. Pesawat MA60 mereka yang selama ini digunakan juga sudah tidak layak terbang. Jadi, masalahnya itu sudah bertumpuk-tumpuk. "Direksinya juga menggerogoti dari dalam," katanya.
Azam mengatakan bahwa izin usaha Merpati berakhir pada Februari 2015. Jadi, sebelum Januari 2015 harus bisa terbang kalau izin usahanya ingin diperpanjang. Kalau sampai Merpati tidak dapat memenuhi syarat itu, maka Izin Usaha Penerbangan Merpati akan dicabut oleh pemerintah. Kalau izin usaha dicabut, ujarnya, akan repot untuk mengurusnya kembali.
Menurut dia, DPR belum memutuskan solusi untuk masalah yang dihadapi Merpati." Kami masih kumpulkan dulu pihak-pihak terkait untuk ketahui masalahnya secara komprehensif, baru kemudian kami simpulkan," kata Azam. DPR dan Kementerian Perhubungan, ia melanjutkan, pada dasarnya menginginkan agar Merpati bisa terbang dan hidup kembali. "Tapi ini kecil sekali kemungkinannya."
Adapun agenda rapat Panja Merpati selanjutnya, Azam menjelaskan, adalah rapat dengan perusahaan pengelola aset (PPA). Mekanisme Penyertaan Modal Negara dinilai tak memungkinkan lagi, apalagi dengan situasi APBN saat ini.
Panja Merpati pada 19 Juni mendatang akan ke Surabaya untuk melihat fasilitas perusahaan Merpati. "Apakah bisa beroperasi atau tidak Merpati Maintenance Facilities (MMF) dan Merpati Training Center (MTC), menguntungkan atau tidak, dan semacamnya. Itu yang akan kami evaluasi. Mungkin tidak diterbangkan lagi, itu yang sedang kita pikirkan." Panja menargetkan dalam sepuluh hari agenda tentang Merpati akan rampung.
Hingga Januari 2014 utang maskapai pelat merah PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) sudah mencapai Rp 7,6 triliun. Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Imam A. Putro mengatakan utang ini terbagi menjadi utang kepada BUMN, swasta, maupun pemerintah.
"Utang ke BUMN seperti Pertamina, Jasindo, AP II itu ditotal Rp 3 triliun, ke pemerintah Rp 2 Triliun, dan lain lain," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 9 Juni 2013. Tak hanya itu, ekuitas perseroan per Desember 2013 juga negatif Rp 4,96 triliun. Perusahaan juga menunggak pembayaran gaji 1.467 pegawai sejak Desember 2013.
Sejak Februari 2014, Imam mengatakan Merpati tidak beroperasi karena kesulitan keuangan. Perseroan kini sedang berupaya untuk terbang kembali dengan mengharapkan dana restrukturisasi dan revitalisasi dari PT Perusahaan Pengelola Aset yang pencairannya membutuhkan izin Kementerian Keuangan. Ada pun jumlah dananya hanya sebesar Rp 200-400 miliar. Dana ini untuk menutup biaya operasi serta tunggakan pegawai. "Sambil menunggu restrukturisasi utangnya," kata dia.
Ketika beroperasi nanti, Merpati akan berfokus memperoleh pendapatan dari kerja sama operasi melalui anak-anak usahanya, PT Merpati Maintanance Facilities, Merpati Training Center, dan Merpati Aviation Services. Ketiga anak usaha ini merupakan anak usaha baru, dua dari spin off anak usaha dan satu baru terbentuk
No comments:
Post a Comment