Bank Indonesia Surakarta memprediksi perekonomian di eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, melambat pada semester pertama 2014. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo Ismet Inono mengatakan pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 5,1-5,6 persen. Lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 5,51 persen.
Menurut Ismet, kondisi tersebut disebabkan perlambatan investasi, tingginya suku bunga perbankan, dan melemahnya nilai tukar rupiah. Ekspor juga masih tertekan karena permintaan global belum sepenuhnya pulih. »Sehingga komoditas unggulan seperti tekstil dan produk tekstil, mebel kayu, dan rotan tidak banyak terserap pasar global,” katanya di sela diskusi kajian ekonomi regional eks Karesidenan Surakarta semester I 2014, Selasa, 7 Oktober 2014.
Ismet mengatakan konsumsi masyarakat juga melemah. Komoditas tersier seperti sepeda motor misalnya. Bank Indonesia Surakarta mencatat pendaftaran sepeda motor baru di semester I 2014 hanya tumbuh 0,7 persen dibanding awal 2013. Padahal di semester II-2013, pendaftaran sepeda motor baru tumbuh 17,8 persen.
Perlambatan investasi, lanjut Ismet, terjadi karena pengusaha bersikap menunggu hasil pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Bank Indonesia Surakarta mencatat realisasi investasi dari 6 kabupaten/kota di eks Karesidenan Surakarta di semester I-2014 mencapai Rp 1,99 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, realisasi investasi sebesar Rp 8,82 triliun.
Ismet berharap perlambatan ekonomi tidak akan terjadi pada 2015. Dia memperkirakan perekonomian kembali menguat seiring membaiknya permintaan global. »Kami memprediksi pertumbuhan ekonomi di eks Karesidenan Surakarta pada 2015 di kisaran 5,3-5,8 persen,” katanya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surakarta Teguh Prakosa menilai kunci pertumbuhan ekonomi ada pada kestabilan politik. Menurutnya jika politik stabil, ekonomi akan tumbuh. »Tentunya juga harus melihat potensi tiap daerah untuk mendukung perekonomian,” ucapnya. Dia mengatakan tiap daerah harus menjaga pertumbuhan ekonominya sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara kawasan.
Ismet mengatakan, hal lain yang perlu diwaspadai adalah inflasi. Jika tidak dikelola dengan baik, inflasi akan menggerus pertumbuhan ekonomi. »Seperti saat ini, harga BBM belum naik tapi sudah ada dampaknya. Ada yang bersiap naikkan harga,” katanya.
Menurut Ismet, ini karena masyarakat menganggap harga akan naik ketika harga BBM naik. Padahal sampai sekarang belum ada keputusan menaikkan harga BBM subsidi. Sehingga perlu komunikasi antara pelaku usaha dan pemangku kebijakan. Agar pengusaha tidak menggunakan dasar ekspektasi untuk menaikkan harga.
No comments:
Post a Comment