Efek revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman bergulir. Pemerintah akan minta pemilik master franchise merek asing di Indonesia untuk melaporkan perjanjian yang mereka sepakati dengan pemilik waralaba di negara asal.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi mengatakan revisi beleid yang menyatakan bahwa pembatasan jumlah gerai milik sendiri maksimal 250 gerai tidak berlaku surut, maka beberapa waralaba asing yang sudah melebihi jumlah batasan gerai tetap bisa berdiri tegak.
"Bila mereka akan menambah gerai baru di masa mendatang,master franchise asing baru harus mendapatkan persetujuan pemerintah dulu sebelum bisa membuka gerainya," tandas Lutfi kepada KONTAN, Kamis (16/10/2014) lalu.
Lutfi bilang persetujuan ini penting agar perusahaan ini mematuhi regulasi baru yang sudah ditetapkan pemerintah tersebut. Sementara itu, untuk pemegang master franchise asing yang sudah memiliki banyak gerai milik sendiri, pemerintah juga akan melihat konsep perjanjian master franchise yang dijalankan selama ini.
Salah satu ketentuan yang akan dilihat adalah apakah selama ini ada poin yang membenarkan pemegang master franchise ini untuk tidak melakukan sub-franchise kepada pihak lain. Jika klausul itu tak ada, sanksi menunggu, Sayang Lutfi tak merinci sanksi yang akan diberikan ke mereka jika ditemukan adanya pelanggaran. "Ide yang kami kembangkan adalah melindungi waralaba dalam negeri," ujarnya.
Ketua Komite Tetap bidang Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Amir Karamoy menyebut langkah pemerintah untuk melihat perjanjian master franchise ini hanya bisa dilakukan pada waralaba baru agar tunduk untuk menjalankan beleid baru ini.
"Namun, pemerintah tak bisa mengintervensi master franchiseyang sudah di teken lima atau sepuluh tahun yang lalu karena aturan ini tak berlaku surut," ujarnya. Dia bilang pemerintah hanya bisa mengeluarkan imbauan kepada pemilik master franchise untuk merevisi perjanjian dengan pemilik waralaba di negara asal tanpa adanya pemaksaan.
Kementerian Perdagangan tengah mengkaji ulang peraturan mengenai waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman.
Menteri Perdagangan M Lutfi menuturkan, secara prinsip pemerintah akan meredefinisi pengertian waralaba, sebelum memberlakukan pembatasan. Sebagaimana diketahui, dalam beleid tersebut, baik pemilik waralaba (master franchise) maupun penerima waralaba hanya diperbolehkan mendirikan gerai restoran dan kafe sebanyak maksimal 250 gerai.
Lutfi menjelaskan, ada perbedaan antara waralaba di Indonesia dengan di luar negeri. Di Indonesia 70 persen gerai waralaba dimiliki oleh master franchise. "Di luar negeri, 70 persen McDonal dimiliki perorangan (franchaisor)," kata dia di Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Dengan memperbaiki aturan tersebut, diharapkan enterpreunership bisa semakin berkembang, karena tidak ada pembatasan jumlah gerai dengan nama yang sama. Namun, master franchise diharapkan bisa memperbesar kemitraan mereka, dan tidak hanya membuka toko-toko baru.
"Idealnya, kalau master waralaba ini perlu mendapatkan insentif, supaya mereka mau jual waralabanya. Jadi saya maunya enterpreunership bapak-ibu itu ada. Waralaba ini kan belum dapat insentif, seharusnya kan bisa memberikan nilai tambah ke pengusaha kita," ungka Lutfi.
"Dan ini untuk memperbaiki iklim perdagangan agar pasar Indonesia ini dikuasai oleh orang Indonesia," lanjut dia. Sementara itu, ketika ditanyakan berapa maksimal gerai yang bisa dimiliki satu merek, Lutfi tidak menjawab tegas. Hanya saja, pemerintah akan terlebih dahulu meredefinisi pengertian waralaba.
No comments:
Post a Comment