Rupiah melemah 15,5 poin (0,13 persen) ke level 12.150 per dolar Amerika Serikat pada penutupan perdagangan Kamis, 2 Oktober 2014. Padahal, dolar tengah bergerak melemah terhadap mayoritas mata uang regional.
Kinerja manufaktur Amerika Serikat pada September turun ke level 56,6, menyebabkan sebagian investor bimbang dengan prospek perekonomian Amerika Serikat. Namun, pelemahan dolar gagal membuat rupiah menguat. Investor terus mencemaskan situasi politik dalam negeri sehingga enggan melakukan aksi beli aset-aset keuangan bernilai rupiah.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, menyatakan pelemahan dolar memang dipicu oleh data negatif manufaktur AS. Oleh investor, data yang dianggap tidak konsisten dengan kinerja data ekonomi AS yang lain tersebut dikhawatirkan menimbulkan spekulasi negatif mengenai rencana penaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed). “Penurunan data manufaktur AS memang menyebabkan laju dolar cenderung melemah tipis,” kata dia.
Karena hal itu, menurut Rangga, investor pun menunggu konfirmasi data tenaga kerja AS (non-farm payrolls) bulanan. Data yang diprediksi bakal tumbuh sebanyak 216 ribu tersebut tampak masih tetap meragukan, akibat data manufaktur AS justru menunjukkan arah negatif. Di sisi lain, investor juga masih menantikan keputusan bank sentral Eropa mengenai program pembelian obligasi berskala besar (quantitative easing/QE)seperti yang dilakukan The Fed.
Hari ini, Jumat, 3 Oktober 2014, dengan sentimen politik dalam negeri yang terus menghangat, rupiah diperkirakan masih akan tertekan pada kisaran level 12.100-12.250 per dolar. Rilis non-farm payrolls diprediksi bakal dominan menjadi katalis pergerakan rupiah.
No comments:
Post a Comment