"Kebijakan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan yang meloloskan hampir empat juta (ton) lebih gula rafinasi masuk menguasai pasar gula nasional itu berdampak bukan saja ruginya pabrik-pabrik gula BUMN, tapi terbunuhnya hutan petani tebu di ladang tebu mereka. Karena mereka tidak bisa menjual gulanya dan kalau pun bisa dijual itu harganya akan sangat merugikan mereka," ujar Ismed di Indramayu, Minggu (19/10/2013).
Namun, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Partogi Pangaribun, impor yang dilakukan pemerintah justu merupakan antisipasi kurangnya pasokan gula dalam negeri. Dia pun mengatakan, impor pangan bukanlah suatu dosa. "Jangan berarti, bahwa impor adalah dosa. Tapi kalau konsumen kekurangan gula, itu dosa," ujar Partogi di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (19/9/2014).
Regulasi yang terkait dengan gula rafinasi itu, tutur Ismed, merupakan regulasi terburuk dalam sejarah pergulaan Indonesia. Kebijakan yang dibuat oleh Mendag bersama Menko Ekuin beberapa waktu lalu itu disebut oleh Ismed sebagai "satu permainan transaksional yang luar biasa daya pukulnya, daya bunuhnya, terhadap industri gula nasional."
"Dan ini dampaknya akan sangat signifikan, mengapa, karena sampai saat ini ada sekitar 1,2 juta ton gula tebu yang tersimpan di gudang. Itu artinya kalau nanti sampai 2015 tidak terjual, dan ditambah dengan produksi 2015 maka kita sebetulnya tidak (perlu) berproduksi selama tiga tahun, gula tebu itu sudah cukup. Ini serius," imbuhnya.
Ismed juga mengungkapkan, gula hasil produksi 2013 pun kini mulai rusak dan harus diproduksi ulang. Tidak hanya menyulitkan orang per orang, hal ini juga memberatkan perusahaan-perusahaan produsen gula, misalnya PTPN.
"PTPN yang membayar gaji karyawannya dengan gula. Tidak pernah dalam sejarah republik ini karyawan pabrik gula itu dibayar dengan gula, itu satu," sebutnya. Yang kedua, lanjut dia, kontraktor atau rekanan juga dibayar dengan gula karena tidak ada uang masuk sementara barang bertumpuk di gudang.
"Belum pernah terjadi dalam sejarah. Jadi ini betul-betul slogan swasembada gula itu omong-kosong karena pada faktanya komitmen Pak SBY itu dirusak, dikhianati oleh menteri-menterinya, anggota kabinetnya yang rakus. Yang tidak punya nasionalisme, yang berpikir hanya untuk kepentingan pragmatis dan transaksional atau perburuan rente dengan kartel," katanya.
Sebagai catatan, Ismed mengungkapkan bawa industri gula PT RNI sepanjang 2014 ini terus mengalami kerugian. Pada akhir tahun nanti, RNI akan merugi sebesar Rp 300 miliar untuk induatri tersebut. Meski masih memiliki pemasukan dalam industri kelapa sawit, obat, serta karung plastik, namun keuntungan dari sektor lain disinyalir akan terus tergerus. Pasalnya, 60 persen dari laba RNI ditentukan oleh sektor gula.
Masih seringnya Indonesia mengimpor barang pangan termasuk gula banyak dinilai sebagai suatu ketergantungan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan sumberdaya pangan. Khusus untuk impor gula, menurut Partogi, tidak bisa hanya dikaitkan dengan barang yang langsung dikonsumsi. Pasalnya, gula impor juga diperuntukkan kepada industri makanan dan minuman sebagai bahan baku.
Setelah diolah dan menjadi makanan dan minuman, hasil produksi itu pun banyak yang di ekspor. Oleh karena itu menurut dia, masyarakat harus bijak melihat impor gula tidak dari satu sisi.
Banyaknya suara-suara dari para petani tebu untuk menghentikan impor gula juga sudah diketahui Partogi. Namun, karena pengeluaran izin impor dari Kemendag juga berdasarkan kesepakatan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Perekonomian, maka hal tersebut harus atas persetujuan dengan tiga kementerian tersebut.
Proyeksi impor gula tahun ini yaitu 2,8 ribu ton. Sementara itu, realisasi sampai saat ini mencapai 2,1 ribu ton. Artinya, realisasi impor gula mentah sudah mencapai 73,3 persen hingga Agustus 2014 dari kuota impor gula mentah yang diberikan sebesar 2,8 juta ton. Sementara total izin yang sudah dikeluarkan sebesar 2,6 juta ton.
Regulasi yang terkait dengan gula rafinasi itu, tutur Ismed, merupakan regulasi terburuk dalam sejarah pergulaan Indonesia. Kebijakan yang dibuat oleh Mendag bersama Menko Ekuin beberapa waktu lalu itu disebut oleh Ismed sebagai "satu permainan transaksional yang luar biasa daya pukulnya, daya bunuhnya, terhadap industri gula nasional."
"Dan ini dampaknya akan sangat signifikan, mengapa, karena sampai saat ini ada sekitar 1,2 juta ton gula tebu yang tersimpan di gudang. Itu artinya kalau nanti sampai 2015 tidak terjual, dan ditambah dengan produksi 2015 maka kita sebetulnya tidak (perlu) berproduksi selama tiga tahun, gula tebu itu sudah cukup. Ini serius," imbuhnya.
Ismed juga mengungkapkan, gula hasil produksi 2013 pun kini mulai rusak dan harus diproduksi ulang. Tidak hanya menyulitkan orang per orang, hal ini juga memberatkan perusahaan-perusahaan produsen gula, misalnya PTPN.
"PTPN yang membayar gaji karyawannya dengan gula. Tidak pernah dalam sejarah republik ini karyawan pabrik gula itu dibayar dengan gula, itu satu," sebutnya. Yang kedua, lanjut dia, kontraktor atau rekanan juga dibayar dengan gula karena tidak ada uang masuk sementara barang bertumpuk di gudang.
"Belum pernah terjadi dalam sejarah. Jadi ini betul-betul slogan swasembada gula itu omong-kosong karena pada faktanya komitmen Pak SBY itu dirusak, dikhianati oleh menteri-menterinya, anggota kabinetnya yang rakus. Yang tidak punya nasionalisme, yang berpikir hanya untuk kepentingan pragmatis dan transaksional atau perburuan rente dengan kartel," katanya.
Sebagai catatan, Ismed mengungkapkan bawa industri gula PT RNI sepanjang 2014 ini terus mengalami kerugian. Pada akhir tahun nanti, RNI akan merugi sebesar Rp 300 miliar untuk induatri tersebut. Meski masih memiliki pemasukan dalam industri kelapa sawit, obat, serta karung plastik, namun keuntungan dari sektor lain disinyalir akan terus tergerus. Pasalnya, 60 persen dari laba RNI ditentukan oleh sektor gula.
Masih seringnya Indonesia mengimpor barang pangan termasuk gula banyak dinilai sebagai suatu ketergantungan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan sumberdaya pangan. Khusus untuk impor gula, menurut Partogi, tidak bisa hanya dikaitkan dengan barang yang langsung dikonsumsi. Pasalnya, gula impor juga diperuntukkan kepada industri makanan dan minuman sebagai bahan baku.
Setelah diolah dan menjadi makanan dan minuman, hasil produksi itu pun banyak yang di ekspor. Oleh karena itu menurut dia, masyarakat harus bijak melihat impor gula tidak dari satu sisi.
Banyaknya suara-suara dari para petani tebu untuk menghentikan impor gula juga sudah diketahui Partogi. Namun, karena pengeluaran izin impor dari Kemendag juga berdasarkan kesepakatan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Perekonomian, maka hal tersebut harus atas persetujuan dengan tiga kementerian tersebut.
Proyeksi impor gula tahun ini yaitu 2,8 ribu ton. Sementara itu, realisasi sampai saat ini mencapai 2,1 ribu ton. Artinya, realisasi impor gula mentah sudah mencapai 73,3 persen hingga Agustus 2014 dari kuota impor gula mentah yang diberikan sebesar 2,8 juta ton. Sementara total izin yang sudah dikeluarkan sebesar 2,6 juta ton.
No comments:
Post a Comment