PT Pertamina Gas melalui anak perusahaannya, PT Pertagas Niaga, menandatangani nota kesepahaman pasokan gas bumi komersial non-industri (city gas) dengan PT Jababeka Infrastruktur, Senin, 13 Oktober 2014.
Direktur Utama Pertagas Niaga Jugi Prajugio mengatakan kerja sama tersebut merupakan realisasi program untuk mengurangi ketergantungan impor elpiji. Dengan pasokan tersebut, warga kawasan komersial Jababeka dapat melakukan konversi bahan bakar rumah tangga dari elpiji ke gas alam. "Apalagi ketergantungan akan elpiji impor sudah mencapai 60 persen dari kebutuhan nasional," kata dia.
Dalam kerja sama ini, Pertagas Niaga akan menyuplai gas bumi untuk perumahan dan wilayah komersial di Kawasan Mandiri Jababeka dengan pasokan 500 ribu meter kubik per bulan. Gas tersebut diperoleh dari beberapa lapangan di Jawa Barat.
Direktur Jababeka Infrastruktur Sutedja Sidarta Darmono mengatakan kerja sama ini bisa menciptakan lingkungan yang lebih bersih. "Adalah komitmen kami untuk menjadi eco friendly city," ujarnya.
PT Jababeka Infrastruktur adalah anak perusahaan PT Jababeka yang saat ini mengelola kawasan terpadu di Cikarang, Bekasi. Di wilayah tersebut terdapat kawasan industri yang dihuni beberapa perusahaan multinasional serta kawasan komersial dan permukiman dengan jumlah penduduk 1 juta orang. Kawasan ini memiliki luas lahan 56 ribu meter persegi.
Pengamat minyak dan gas bumi dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi, mengatakan ketersediaan gas alam di Indonesia sesungguhnya mampu memenuhi kebutuhan gas untuk rumah tangga. Karena itu, penggunaan elpiji di rumah tangga perlu segera diubah.
“Ini harus diubah karena berbahaya jika energi rumah tangga bergantung pada energi impor,” katanya saat dihubungi , Rabu, 13 Agustus 2014.
Tapi, Kurtubi menjelaskan, elpiji dapat diganti dengan gas pipa yang sumbernya banyak diperoleh di perut bumi Indonesia. Bahan dasar dari gas pipa atau disebut dengan nama city gas, berbeda dengan bahan elpiji. Menurut Kurtubi, elpiji mengandung bahan kimia C3 (propana) dan C4 (butana) sedangkan pipa gas mengandung C1 (metana) dan C2 (etana).
“Gas C1 dan C2 ini enggak usah impor, di dalam perut bumi di Indonesa lebih banyak,” ujarnya.
Kurtubi menilai energi alternatif yang bagus untuk penggunaan di rumah tangga Indonesia--terutama kota besar--adalah gas pipa. Sayangnya, pemerintah hingga saat ini masih belum membangun infrastruktur saluran pipa gas dari rumah ke rumah. “Sudah jelas, penggunaan gas lewat pipa jauh lebih murah daripada elpiji.”
Menurut Kurtubi, beberapa tempat yang sudah menggunakan gas pipa ini antara lain Perumnas Klender serta perumahan di daerah Menteng dan sebagian Cirebon. “Di sana yang membangun infrastrukturnya PT Perusahaan Gas Negara,” ujar Kurtubi.
PT Pertamina berencana menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram dari harga sekarang Rp 89-100 ribu per tabung. Kenaikan harga gas ini diprediksi akan membuat masyarakat beralih ke gas tabung bersubsidi ukuran 3 kilogram. Pemerintah segera melelang proyek pembangunan jaringan gas rumah tangga di lima kota.
Menurut Kepala Sub-Direktorat Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Isnaini, proyek tersebut berlokasi di Lhokseumawe, Aceh; Batam, Kepulauan Riau; Semarang, Jawa Tengah; Sidoarjo, Jawa Timur; Kabupaten Bekasi, Jawa Barat; dan Bulungan, Kalimantan Utara.
"Akhir bulan ini dilelang," kata dia seusai diskusi "Peluang Bisnis Hilirisasi Migas" di kantor PT Rajawali Nusantara Indonesia, Rabu, 19 Maret 2014. Isnaini mengatakan investasi yang dibutuhkan untuk setiap proyek tersebut sebesar Rp 45-50 miliar. Lelang untuk tender pembangunan infrastruktur ini, kata dia, bersifat terbuka.
Jika lelang tersebut dibuka pada akhir bulan Maret, kemungkinan besar kontrak pengerjaan ditandatangani pada Mei 2014. "Proses tender umumnya memakan waktu 45 hari," ujarnya. Isnaini berharap jaringan gas di lima kota ini bisa memenuhi kebutuhan 20 ribu rumah tangga.
Proyek ini termasuk dalam roadmap pembangunan jaringan distribusi gas rumah tangga tahun 2008-2014 yang sudah dibuat pemerintah. Program ini dijalankan di daerah yang dekat dengan sumber gas bumi.
Pada 2013, pemerintah membangun jaringan gas di empat kota, yakni Sorong, Papua Barat; Subang, Jawa Barat; Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan; dan Blora, Jawa Tengah. Jumlah sambungan dalam proyek tersebut mencapai 15.623 unit.
Pengamat minyak dan gas dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), Kurtubi, mengatakan pemerintah harus membangun infrastruktur gas rumah tangga untuk menyiasati konsumsi elpiji.
Meski investasi untuk pipa gas mahal, dalam jangka panjang sistem ini dapat menjawab minimnya kandungan gas elpiji di Indonesia. "Dalam 50 tahun kita dapat gas dengan harga yang murah tanpa mengimpor," katanya.
No comments:
Post a Comment