Monday, October 6, 2014

Konsumsi dan Investasi Andalan Pertumbuhan Ekonomi

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Andien Hadianto mengatakan pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada konsumsi masyarakat. "Sumber pertumbuhan ekonomi dari konsumsi yang masih cukup kuat, bisa di atas lima persen," kata Andien Hadianto di Jakarta, Senin, 6 September 2014.

Sektor lain yang diharapkan pemerintah mampu menopang pertumbuhan adalah investasi. Andien mengklaim investasi sektor industri meningkat. "Mesin-mesin mulai tumbuh lagi sejak harga-harga komoditi turun," ujarnya. Penanaman modal asing dan domestik kembali menyasar ke industri mesin-mesin tersebut.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, kata Andien, investasi riil naik terus. Hiruk pikuk politik yang memanas belakangan ini dinilai Andien tidak mengganggu iklim investasi. Pelaku industri sudah lebih dewasa, katanya, dibandingkan tahun-tahun pemilihan presiden sebelumnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan pemerintah berencana merevisi target ekspor 2014 sebesar lima persen dari US$ 190 miliar menjadi US$ 180,5 miliar. Penurunan disebabkan turunnya harga Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan komoditas utama ekspor.

Bank Dunia memprediksi Indonesia bakal sulit bersaing dengan negara tetangga karena pertumbuhan ekonominya masih bergantung pada ekspor komoditas. Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Axel Van Trotsenburg, mengatakan perekonomian negara maju sebenarnya sudah pulih.

Trotsenburg mengatakan dampak pemulihan ekonomi bagi setiap negara berbeda-beda, tergantung pada iklim investasi dan kondisi ekspor negara tersebut. "Cina, Malaysia, Vietnam dan Kamboja dalam posisi meningkatkan ekspor," ujarnya melalui live streaming di kantor Bank Dunia, gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2014.

Ia menyatakan, secara keseluruhan, negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi tahun ini. Namun negara-negara itu diyakini mampu memperbaiki perekonomian masing-masing, tidak seperti Indonesia. Indonesia diprediksi hanya mampu mencatatkan pertumbuhan 5,2 persen pada tahun ini, turun dibanding tahun lalu yang mencapai 5,8 persen.

"Perbaikan ekonomi terjadi jika pemerintahnya menerapkan agenda reformasi, termasuk menghilangkan hambatan-hambatan investasi, meningkatkan daya saing ekspor, dan mengatur belanja negara," ujarnya.

Prediksi Bank Dunia, negara berkembang di Asia Timur tahun ini dan tahun depan akan tumbuh rata-rata 6,9 persen. Khusus Cina, pertumbuhan ekonominya akan melambat menjadi 7,4 persen tahun ini dan 2015 diperkirakan 7,2 persen.

Dalam laporan mereka hari ini, pertumbuhan ekonomi Malaysia diperkirakan naik menjadi 5,7 persen dari sebelumnya yang diprediksi berada di angka 4,9 persen. "Tingkat ekspor Malaysia cukup tinggi di paruh pertama," kata Trotsenburg.

Pertumbuhan Kamboja diprediksi naik menjadi 7,2 persen, yang didorong ekspor garmen mereka yang meningkat serta perbaikan ekonomi Thailand ke depan. "Jika kerusuhan politik tidak terjadi," ujar Trotsenburg.

Khusus Filipina, pengiriman uang oleh pekerja migran mereka mendorong konsumsi swasta yang berkontribusi lebih dari setengah pertumbuhan negara itu. Pertumbuhan mereka diprediksi 6,4 persen tahun ini dan 6,7 persen tahun depan.

No comments:

Post a Comment