Pembangunan kilang selama beberapa tahun tak beranjak dari wacana. Saat kilang besar tak kunjung terealisasi, diam-diam muncul kilang mini yang bisa menjadi solusi untuk menekan angka impor BBM. Rudy Tavinos, CEO PT Tri Wahana Universal kini jadi satu-satunya pemain kilang dari sektor swasta.
“Gila, nekat, dan mustahil.” Itulah kata yang kerap didengar Rudy saat melontarkan niat untuk nyemplung ke bisnis penyulingan minyak. “Kamu bakal rugi, bangun kilang nggakgampang,” kata Rudy menirukan ucapan para koleganya waktu itu.
Mengabaikan semua komentar negatif, dia melanjutkan impian membangun pabrik pengolahan minyak bumi berkapasitas mini. Menurut Rudy, kilang berkapasitas 6 ribu - 30 ribu barel per hari lebih pas dengan kondisi Indonesia yang lokasi sumur dan produksi minyaknya sangat beragam.
Rudi juga repot mondar-mandir ke dalam dan luar negeri, mencari investor yang bersedia membiayai proyek senilai US$ 40 juta (sekitar Rp 480 miliar). Hingga akhirnya, pada 2009 train pertama terbangun dengan kapasitas 6 ribu barel per hari.
Kini, kilang Tri Wahana bisa mengolah minyak mentah hingga 18 ribu barel per hari. Hasilnya, luar biasa. Perusahaan membukukan pendapatan US$ 342 juta (sekitar Rp 4,1 triliun) tahun 2013 lalu. “Tahun ini bisa naik,” kata Rudy. “Diperkirakan lebih dari US$ 500 juta.”
Berdasarkan grafik pendapatan perusahaan yang terus merangkak naik, menurut Rudy, bisnis kilang ternyata masih menjanjikan. Buktinya, saat ini sudah ada bank yang siap mengucurkan kredit untuk ekspansi train ketiga dan meningkatkan kapasitas kilang Tri Wahana menjadi 30 ribu barel per hari.
Ide ‘liar’ Rudy melebar. Ia berencana mengembangkan bisnis membangun minimal 10 kilang mini di seluruh Indonesia, masing-masing berkapasitas 10 ribu barel per hari. Jika perizinan dan pasokan minyak telah ada kepastian, pembangunan 10 kilang mini akan dirampungkan dalam waktu dua tahun. “Setara dengan membangun kilang besar. Tapi lebih cepat dan efisien,” katanya.
Pemerintah akan membahas investor yang berminat membangun kilang di Indonesia. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan rapat akan digelar secara internal pekan depan, untuk membahas respon dari hasil konsultasi pasar yang digelar pada Februari lalu di Singapura. Dalam rapat tersebut akan dibahas rencana pemerintah selanjutnya.
"Artinya apakah perlu ada meeting terbatas untuk yang sudah menyatakan minat," kata Bambang di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 7 Maret 2014. Dia mengatakan akan dibuat pipline dalam pembangunan kilang tersebut. "Harus disiplin agar kilang terbangun."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan investor yang berminat membangun kilang di Indonesia adalah perusahaan-perusahaan lama yang sebelumnya sudah melakukan penjajakan. Meskipun tak mau menyebut secara rinci nama-nama perusahaan tersebut, namun dia mengatakan perusahaan itu berasal dari beberapa negara.
"Tidak banyak yang minat, itu-itu lagi. Ada Aramco, ada Qatar, Jepang juga ada. Walaupun ada juga beberapa lagi tapi sulit memenuhi Undang-Undang kita. Tim sudah berbicara dengan para investor itu," kata Hatta.
Menurut Hatta, untuk melakukan pembangunan kilang harus dipastikan dulu jaminan pasokan crude oil. Dia mengatakan tak banyak negara yang menjamin pasokan crude oil hingga 300 ribu barel per hari. "Paling nanti kami akan berbicara dengan Irak, Kuwait, Saudi, atau Venezuela," katanya. Dari semua negara tersebut, kata Hatta, yang berkomitmen untuk memberi pasokan hanya Irak.
Hatta mengaku sudah bertemu langsung dengan Perdana Menteri dan Deputi Perdana Menteri Irak dalam kunjungan bilateral kedua negara. "Yang mengatakan siap untuk mensuplai 300 ribu barel per hari ke Indonesia dari Oil Basra," katanya. Selain itu, Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal juga sudah melakukan road show mengundang investor. "Kami berkomitmen untuk membangun karena ini meyangkut security of suply."
Teguh belum bisa memastikan besaran investasi yang akan dikerjasamakan dengan swasta tersebut. Namun ia memastikan dana pembangunan kilang nantinya dari kantong investor. "Mekanismenya saya belum tahu persis, apakah akan menjadi komponen biaya keseluruhan atau terpisah."
Namun, untuk tahap awal ini, baik Kementerian Energi maupun Kementerian Keuangan sepakat segera memulai tahap kajian studi kelayakan pembangunan kilang. Sebab, dari hasil rapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, pengkajian kilang harus sudah selesai setahun terhitung sejak Senin, 16 Juni 2014.
Studi tersebut akan dilakukan konsultan dari badan usaha milik negara di bawah Kementerian Keuangan. Adapun anggarannya dari pemerintah, dengan perkiraan tak akan berbeda jauh dari anggaran yang dipotong, yakni sekitar Rp 200 miliar.
Kilang milik pemerintah ini rencananya akan memiliki kapasitas 300 ribu barel per hari. Rencananya, pembangunan kilang akan dilakukan di Bontang, Kalimantan Timur. Wilayah tersebut menjadi pilihan karena sudah tersedia lahan dan infrastruktur pendukung seperti pelabuhan laut. Adapun pasokan minyak mentah direncanakan dari Irak.
No comments:
Post a Comment