Warga Metro, Lampung, ramai-ramai mengembangbiakkan ayam jamu, ayam potong yang diberi pakan khusus. Model beternak ini diklaim sehat karena kandungan lemak dalam dagingnya rendah dan tidak terpapar residu bahan kimia.
Cara budidaya ayam jamu ternyata tidak sulit. Menurut ketua kelompok peternak Berkat Usaha Bersama, Yulius Wahyu Hidayanto, pemeliharaan ayam jamu mirip dengan ayam biasa. Perbedaan terletak pada jenis pakan dan minuman. "Kami memberikan jamu-jamuan, satu hari tiga kali," katanya dalam sosialisasi pengelolaan ayam probiotik.
Jamu-jamuan diberikan dalam bentuk minuman dan makanan padat. Yulianus mencontohkan, beras atau bekatul dicampur dengan sekam, waring, atau lempuyang. Ayam ini juga diberi minuman berenergi berupa air dicampur dengan perasan lempuyang dan sambiloto. Menjelang 35 hari, minuman ayam ditambah dengan susu. "Selama enam tahun kami menjalankan usaha ini, tidak ada ayam yang keracunan dengan pakan ini," ujarnya.
Yulianus mengatakan volume jamu yang diberikan, terutama untuk minuman, bergantung pada umur ayam. Semakin besar ayam, pakan dan minuman jamunya semakin banyak. Masa pemeliharaan ayam hingga siap potong mencapai 35 hari. Bibit ayam didapatkan dari tempat peternakan boiler. "Tapi pilih yang sudah melalui proses rekayasa genetika."
Ihwal kandang, para peternak ayam jamu memilih sistem postal atau ruangan tertutup beralas tanah dengan lapisan merang atau bahan lain yang bisa menyerap air. Yulianus mengatakan peternak tidak diperbolehkan menggunakan sistem panggung agar kotoran ayam tak menjadi santapan lalat dan membuat area peternakan tercemar. Dengan sistem postal, kandang terbebas dari bau kotoran bahkan hingga radius kurang dari 5 meter.
Peternakan ayam jamu saat ini terpusat di Kota Metro, Lampung, tepatnya di Desa Yosomulyo. Para peternak di sana kebanyakan buruh lepas, preman, dan pengangguran yang akhirnya dipandu untuk mempelajari pemeliharaan ayam jamu. "Semua dilakukan swadaya, tanpa bantuan pemerintah," kata Yulius.
Provinsi Lampung punya inovasi unik di bidang peternakan. Para peternak di wilayah paling selatan Pulau Sumatera itu mengembangkan ayam jamu yang diklaim lebih sehat dan bisa dibudidayakan dengan cara ramah lingkungan.
Budidaya ayam jamu berpusat di Kota Metro. Di kota yang banyak dihuni penduduk asal Jawa ini, ayam jamu dikembangkan di lahan-lahan telantar. Tak cuma beternak, warga Metro sudah mengembangkan industri ayam jamu terintegrasi, mulai pakan, rumah pemotongan, hingga pengolahan daging menjadi nugget.
Ayam jamu berasal dari bibit ayam broiler yang dipelihara secara probiotik atau tidak menggunakan bahan kimia antiobiotik. Jadi, daging ayam ini lebih sehat karena tidak mengandung residu kimia. Disebut ayam jamu karena unggas-unggas ini biasa diberi pakan tanaman obat, seperti sekam, merang, lempuyang, dan sambiloto.
Menurut Ketua Berkat Usaha Bersama--kelompok peternak ayam--Yulius Wahyu Hidayanto, budidaya ayam jamu dimulai pada 2008. Saat itu, masyarakat punya inisiatif untuk memanfaatkan lahan telantar agar menghasilkan uang. Cara budidaya khas ayam jamu dipilih karena tidak mencemari lingkungan. "Peternakannya tidak berbau, tidak mengundang lalat, dan menghasilkan ayam yang sehat," ujarnya Rabu, 8 Oktober 2014.
Selain budidaya yang bersih, Yulius mengklaim daging ayam jamu lebih sehat karena mengandung serat alami dan tidak mengandung banyak lemak. Keunggulan ini muncul karena ayam-ayam itu memakan tanaman obat. "Mirip ayam kampung," tuturnya.
Warga Metro, Lampung, kini mengembangkan budidaya ayam jamu, ayam broiler yang diberi pakan tanaman obat. Selain ramah lingkungan, para peternak berlomba-lomba mengembangbiakkan ayam yang diklaim sehat ini karena dinilai cukup menguntungkan.
Ketua Berkat Usaha Bersama--kelompok peternak ayam--Yulius Wahyu Hidayanto mengatakan, dengan modal Rp 30 juta untuk kandang dan 1.000 ekor ayam bibit, peternak bisa mendapat keuntungan Rp 15 juta. Keuntungan hingga 50 persen itu diperoleh dalam 35 hari.
Di pasaran, daging ayam jamu bisa dijual Rp 30 ribu-70 ribu per ekor. Ayam jamu, ujar Yulius, dipasarkan di Lampung, Jakarta, Bali, dan Surabaya. "Ke depan, kami akan mengembangkan pasar hingga ke Yogyakarta, Papua, dan Balikpapan," tuturnya.
Di Metro, banyak peternak ayam jamu yang tak mengeluarkan modal untuk lahan. Sebab, mereka memanfaatkan lahan telantar yang banyak terdapat di pedesaan. Dia mengatakan budidaya ayam jamu tidak bakal diprotes masyarakat karena tidak menyebarkan bau tak sedap dan tidak mengundang serangga penganggu seperti lalat. Berbeda dengan peternakan ayam biasa yang terkesan kumuh dan berbau tak sedap.
Kini, peternak ayam jamu mengembangkan bisnis dari hulu hingga hilir, mulai membuat pakan, beternak, mengembangakan rumah pemotongan, hingga mendirikan usaha pengolahannugget. "Nantinya, kami akan mengembangkan industri keripik dari residu ayam, seperti jeroan dan ceker."
Ayam jamu berasal dari bibit ayam broiler yang dipelihara secara probiotik atau tidak menggunakan bahan kimia antibiotik. Daging ayam ini diklaim lebih sehat karena tidak mengandung residu kimia. Disebut ayam jamu karena unggas-unggas ini biasa diberi pakan tanaman obat, seperti sekam, merang, lempuyang, dan sambiloto.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap berjanji akan membantu ekspansi bisnis ayam jamu--ayam unik yang dibudidayakan warga Metro, Lampung.
Menurut Emilia, ayam jamu punya potensi pendapatan yang cukup besar. "Kami akan bekerja sama dengan kelompok tani dan pemerintah daerah," katanya dalam sosialisasi cara pengelolaan ayam jamu.
Emilia menuturkan unggas yang juga disebut ayam probiotik itu dapat menjadi bahan pangan alternatif. Ayam jamu, ujar dia, sudah terbukti aman dikonsumsi, berdasarkan pengujian di laboratorium, karena tidak terpapar zat kimia. "Kelebihan ini bisa dijual, baik di dalam negeri maupun luar negeri," katanya.
Ketua kelompok peternak ayam Berkat Usaha Bersama, Yulius Wahyu Hidayanto, mengatakan peternak tidak menghadapi masalah dalam pemasaran. Sebaliknya, tutur dia, para peternak mulai kewalahan memenuhi permintaan pasar.
Namun peternak terganjal masalah bibit ayam. Yulius mengatakan pemerintah seharusnya bisa membantu mengendalikan harga bibit ayam atau day old chicken (DOC). Selama ini, ujar dia, kelompoknya selalu menggunakan harga aman. "Harga bibit yang tak menentu sering merugikan peternak."
No comments:
Post a Comment