Rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memangkas pajak aset dan pajak penghasilan (PPh) final terkait penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap yang dilakukan perusahaan dinilai bakal meningkatkan nilai kapitalisasi perbankan. Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja mengatakan DJP berencana untuk menurunkan pajak aset menjadi 3 persen dari awalnya 10 persen. Kebijakan ini akan membantu bank untuk menumbuhkan kapitalisasi, sehingga memiliki rasio kepemilikan kapital yang tinggi serta membolehkan pihak bank untuk menaikkan batas pinjaman.
“PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Panin Tbk (PNBN), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) adalah tiga bank yang diuntungkan dalam kebijakan ini,” ujarnya dalam riset, Senin (12/10). Ia juga menyatakan pemerintah juga berencana mengubah pajak pemasukan aset (total pajak PPh 19) menjadi 3 persen, yang sebelumnya 10 persen. Tjandra menilai, kebijakan ini akan membuat perusahaan berkapital besar, termasuk bank, untuk mengambil kesempatan mengevaluasi asetnya.
“Sebagian besar perusahaan yang mengubah valuasi asetnya adalah perusahaan yang telah dimiliki publik, tetapi dengan adanya penurunan pajak pemasukan ini membuka peluang untuk menaikkan kepemilikan perusahaan tanpa mengurangi jumlah pemegang saham publik,” jelasnya. Melihat data finansial 10 bank di bulan Juni 2015, jelas Tjandra, rata-rata aset tetap meliputi 1,1 persen dari total aset. Dari total aset tetap tersebut, properti tanah terhitung 27 persen dari total aset tetap, properti bangunan 27 persen, dan sisanya seperti perlengkapan kantor sebesar 49 persen.
“Aset yang akan divaluasi hanya properti tanah dan bangunan dari perusahaan. Dari 10 bank, pemerintah akan memberikan valuasi terbaru dari tanah dan bangunan berdasarkan nilai valuasi pajak (NJOP),” jelasnya. Lebaih lanjut, terlepas dari banyaknya properti yang dimiliki dari beberapa waktu yang lalu, menurut Tjandra terdapat perbedaan antara NJOP dan nilai buku. Jika dirata-rata, NJOP bernilai 3,3x dari nilai buku.
“Kami berpendapat perbedaan antara NJOP dan nilai buku ini merupakan potensi dari revaluasi aset. Untuk perusahaan yang tidak memiliki NJOP untuk propertinya, kami menggunakan valuasi properti yang disediakan oleh bank terkait,” ungkapkan. Menurutnya, semakin tinggi nilai ekuitas akan berdampak positif pada rasio kepemilikan kapital dan batas pinjaman atau kredit maksimal yang akan diberikan kepada nasabah.
“Sedangkan dampak negatif dari revaluasi aset ini adalah turunnya keuntungan yang diberikan terkait dengan tingginya modal serta depresiasi valuasi ditambah dengan arus kas keluar untuk pembayaran pajak,” jelasnya. Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Mekar Satria Utama menyatakan, dengan mencuatnya gagasan Pengampunan Nasional, DJP melihat kemungkinan tarif PPh revaluasi aktiva tetap akan disesuaikan dengan konsep tarif berjenjang amnesti spesial yang diinisiasi DPR.
"Tarif PPh untuk revaluasi aktiva tetap akan kami turunkan dari 10 persen menjadi 5 persen. Namun, sepertinya akan dibuat kenaikan tarif bertahap seperti tarif amnesti. Kami harapkan bisa dapat Rp 10 triliun di sisa dua bulan ini," ujar Satria, Kamis (8/10). Dalam RUU Pengampunan Nasional disebutkan, untuk masa pengampunan dan pelaporan Oktober-Desember 2015 tarif uang tebusan yang harus dibayar pesakitan adalah 3 persen dari nilai harta yang dibawa pulang.
No comments:
Post a Comment