Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menolak usulan Kementerian Perdagangan ihwal pengenaan bea keluar atas rumput laut Indonesia. Ketua ARLI Safari Azis menilai rencana ini berpotensi mengancam produksi rumput laut nasional. "Kami merasa dibohongi. Sudah enam bulan kami diskusi dengan Kemendag tentang pentingnya ekspor rumput laut," ujar Safari, Senin, 16 Februari 2015.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel pekan lalu mengajukan usul pengenaan bea keluar terhadap rumput laut jenis E. Cottonii sebesar 21 persen, Gracilaria 44 persen, dan spinosum12 persen. Pengenaan bea keluar ini bertujuan menggenjot industri hilir rumput laut nasional. Selama ini produksi rumput laut Indonesia lebih banyak diekspor untuk pasar luar negeri.
Menurut Sekretaris Jenderal ARLI Mursalim, kebutuhan rumput laut kering nasional pada 2014 hanya 87.429 ton. Jumlah ini sangat jauh bila dibandingkan dengan produksi rumput laut yang mencapai 1.000.000 ton. "Jika mengandalkan permintaan nasional, produksi akan jatuh," kata Mursalim.
Saat ini saja, kata dia, harga ekspor rumput laut jatuh hingga Rp 4.000 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 7.000-9.000 per kilogram. Hal ini terjadi, kata dia, negara pembeli rumput laut nasional, yakni Cina, mengalihkan pembeliannya ke negara lain, seperti India, Bangladesh, atau Vietnam.
Padahal, produksi rumput laut Indonesia saat ini meningkat dengan pertumbuhan 11 persen setiap tahun. Jika bea keluar dikenakan, kata Mursalim, pertumbuhan tahun ini akan negatif. "Akan anjlok sekali," ujar Mursalim.
No comments:
Post a Comment