Wednesday, February 11, 2015

BRTI Minta Undang Undang Frekuensi Direvisi Agar Bisnis Internet Indonesia Tidak Mati

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Nonot Harsono, meminta pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Menurut Nonot, kasus hukum yang menimpa mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto, menjadi momentum tepat untuk meninjau beleid ini.

Nonot mengatakan undang-undang ini rancu dan dapat disalahartikan. “Harus diperjelas dan dipertegas pemisahan antara jaringan telekomunikasi, jasa telekomunikasi, dan jaringan telekomunikasi khusus,” kata Nonot dalam sebuah diskusi.

Menurut Nonot, dalam kasus ini, IM2 sebagai penyedia jasa akses internet (ISP) sudah sewajarnya bermitra dengan PT Indosat selaku penyedia jaringan seluler. Sebab, pelanggan IM2 memerlukan kartu SIM yang disediakan Indosat agar dapat mengakses jaringan seluler.

Nonot menambahkan, IM2 dan Indar tak sendirian melakukan praktek bisnis seperti itu. Selain IM2 yang diwakili Indar, penandatanganan perjanjian kerja sama tentang Akses Internet Broadband melalui jaringan 3G/HSDPA Indosat dilakukan juga oleh 300 penyelenggara jasa Internet lainnya. Adapun Indosat sendiri diwajibkan untuk membantu, sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 52.

Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semuel Abrijani Pengarepan menyampaikan harapan senada. Dia menilai kasus IM2 dan Indosat terkait dengan akses Internet broadband melalui jaringan 3G Indosat dapat merontokkan bisnis Internet. “Makanya kami berharap UU penyedia jaringan, UU penyedia jasa, dan Telsus dirombak agar tidak tumpang-tindih,” ujarnya. Menurut Semuel, semua internet service provider (ISP) seharusnya masuk kategori jasa karena memiliki jaringan baik dari Indosat, Telkomsel maupun operator lainnya.

APJII pun mendorong Indar untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas dakwaan korupsi dan merugikan negara. Sebab, ada dua putusan Mahkamah Agung terkait dengan kasus IM2-Indosat yang bertentangan. “Kami sangat prihatin dengan kasus ini. Kami harap Indar dapat dibebaskan dari tuduhan korupsi yang tak dilakukannya,” kata Semuel.

Indar, yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, dinyatakan melakukan korupsi dalam penggunaan jaringan 2,1 GHz/3G PT Indosat selama 2006-2012. Tindakan Indar dinilai menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,36 triliun. Kejaksaan menilai, sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi, IM2 telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah. Padahal, dalam peraturannya, kerja sama seperti ini diperbolehkan. “Kasus serupa bisa menimpa pengusaha bidang serupa, dan akan menjadi kiamat bagi ISP Indonesia,” kata Semuel.

Kuasa hukum Indar Atmanto, Dodi Abdulkadir, menyatakan telah mengajukan konsep peninjauan kembali (PK). Menurut dia, tim pengacara sudah menyiapkan novum baru, tapi belum dapat mempublikasikannya.

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara sebelumnya menyatakan pemerintah tak bisa mengintervensi putusan pengadilan yang diterima Indar Atmanto. “Walau kami perhatian, tetapi tidak bisa melakukan intervensi,” katanya beberapa waktu lalu.

Walau demikian, Rudiantara mengatakan, lembaganya bersama Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan sudah mengajukan surat kepada Mahkamah Agung untuk meminta fatwa terkait masalah tersebut. Fatwa tersebut bisa menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh industri, tidak hanya IM2. “Dan tidak melanggar hukum,” kata dia.

No comments:

Post a Comment