Sunday, February 15, 2015

Undang Undang Pajak Internet Digital Segera Diterapkan Pemerintah Indonesia

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro tengah merencanakan penerapan pajak digital. Nantinya pajak ini akan dikenakan untuk kegiatan di dunia maya. Salah satu contohnya adalah pemasangan iklan di YouTube. Saat ini penerapan pajak digital tengah didiskusikan di dunia internasional.

“Di diskusi global juga masih menjadi sengketa karena sifatnya kan dunia maya,” kata Bambang di Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Sabtu, 14 Februari 2015. Bambang menambahkan selama ini pengenaan pajak digital sulit karena mayoritas kantor pusat perusahaan digital berada di luar negeri. “Pengiklan misalnya adalah perusahaan Indonesia tapi beriklannya di YouTube yang kantornya di Amerika. Kami enggak bisa tuh pungut pajak,” ujar Bambang.

Langkah awal yang telah dilakukan Menteri Bambang adalah berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Ia meminta Menteri Rudiantara untuk mewajibkan perusahaan digital membuat badan usaha perwakilan di Indonesia. Tidak perlu ada gedung kantornya, yang penting punya badan usaha resmi di sini.

Menurut Bambang, potensi pajak digital yang bisa didapat pemerintah mencapai Rp 20-30 triliun per tahun. Transaksi e-commerce per tahun mencapai Rp 200-300 triliun. “Lumayan kan itu PPN (pajak pertambahan nilai10 persennya saja,” kata Bambang. Bambang mengatakan penerapan pajak digital ini sudah dilakukan oleh Pemerintah Cina. Negara itu sangat protektif pada dunia maya. Selain karena faktor politis, juga karena potensi penerimaannya yang cukup besar.

Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu mengatakan rencana pengenaan pajak digital masih dikalkulasi. Perhitungan itu juga melihat peran ekosistem industri digital dalam pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kontribusi pemasukan negara.

“Pekan depan, Dirjen Pajak akan mengadakan workshop untuk membahas pajak digital dengan mengundang seluruh pemangku kepentingan, karena sifatnya sangat teknis,” kata Ismail.Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta berpendapat penerapan pajak digital tak akan mudah. 

Selain dibutuhkan kesepakatan internasional, Tutum menganggap penerapan ini membutuhkan badan verifikasi internasional untuk mengawasi pemungutan pajak tersebut. “Seluruh negara harus berani terbuka untuk penerimaan pajak digital ini,” kata Tutum saat dihubungi, Sabtu, 14 Februari 2015. Namun, menurut dia, jika kesepakatan internasional tentang pajak digital bisa terbit, maka ia akan menghargainya.

“Kalau kami sebagai pelaku usaha membayangkan sistemnya akan sangat sulit,” ujar Tutum. Salah satu kesulitannya adalah tentang tarif. Tarif pajak digital yang disepakati secara internasional harus dipertimbangkan jumlahnya, apakah akan disamakan semua atau ada indikator-indikator pembedanya.

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro tengah merencanakan penerapan pajak digital. Nantinya pajak ini akan dikenakan untuk kegiatan di dunia maya. Salah satu contohnya adalah pemasangan iklan di situs YouTube. Saat ini penerapan pajak dgital tengah didiskusikan di dunia internasional .

Sementara itu, juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu mengatakan rencana pengenaan pajak digital masih dikalkulasi. Perhitungan itu juga melihat peran ekosistem industri digital dalam pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kontribusi pemasukan negara.  “Pekan depan, Dirjen Pajak akan mengadakan workshop untuk membahas pajak digital dengan mengundang seluruh pemangku kepentingan, karena sifatnya sangat teknis,” kata Ismail.

No comments:

Post a Comment