Tuesday, February 17, 2015

Strategi Bisnis Agar Sukses Memulai Bisnis Penjual Batu Akik

Suparjianto, 46 tahun, adalah satu diantara perajin di sentra batu akik di Pacitan, Jawa Timur. Pemilik sertifikat dari Asian Institute Gemological—institut swasta yang membuka kesempatan untuk mempelajari batuan permata di Bangkok, Thailand--itu kini memiliki toko kedua di muka lokasi wisata Goa Tabuhan.

Suparjianto memang piawai menilai dan mengolah jenis batuan alam. Tapi rezekinya banyak mengalir bukan dari produksi cincin batu akik sebanyak-banyaknya seperti yang saat ini sedang jamak terjadi diantara para perajin karena memenuhi permintaan yang juga meningkat.

“Saya lebih fokus membuat asesoris mebel dan produksi setiap bulannya sebanyak enam ribu biji,” ujar Suparjianto ketika ditemui di tokonya yang ada di Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Selasa 17 Februari 2015.

Asesoris seperti tarikan laci itu dibuatnya dari batuan yang cadangannya di alam dianggapnya masih berlimpah. Meski tak se-istimewa apabila dibuatnya dari batuan jenis kalsedon, misalnya, toh produknya diklaim telah mampu menembus pasar Prancis dan Amerika Serikat lewat pengusaha asal Bali.

Dengan bahan baku yang sama Suparjianto juga memproduksi perhiasan seperti bros, kalung dan gelang. Untuk usahanya ini dia dibantu sejumlah pekerja, pria dan perempuan. “Semua ini hasil dari usaha batu,” katanya.

Sekalipun permintaan untuk produksi batu akik jenis kalsedon dan cincinnya kian meningkat belakangan ini, Suparjianto bergeming. Di Pacitan, batu akik jenis kalsedon menjadi primadona dan banyak pelanggan dari berbagai daerah datang untuk memburu atau meminta jasa pengolahannya.

Suparjianto sendiri hanya akan mengolah apabila ciri batu itu memiliki kristalisasi jernih, transparan, dan terdapat gelumbung yang menyerupai punggung kura-kura. Di luar itu dia menolak. “Karena Kalsedon sudah langka,” katanya.
.
Menurut dia, kalsedon banyak ditemukan di Sungai Kladen dan Kali Pucung, wilayah Kecamatan Punung pada era 1980-1990. Setelah masa itu, batu alam jenis tersebut mulai sulit didapatkan karena sudah banyak diambil oleh warga untuk dijadikan batu akik.

Karena itu, ia memilih tidak ikut-ikutan memproduksi akik dalam jumlah banyak. Suparjianto bersikukuh mengolah batu alam jenis fosil kayu, agate, jesper atau jenis lainnya untuk membuat beragam asesoris dan perhiasan yang juga lebih tahan terhadap pengaruh tren musiman.

No comments:

Post a Comment