Wednesday, February 18, 2015

Menghitung Kerugian Kalbe Farma Karena 2 Pasien RS Siloam Meninggal Pasca Memakai Produknya

PT Kalbe Farma Tbk. tengah menghitung dampak dari penarikan dua obat anestasi terhadap kinerja perseroan. Kalbe Farma menarik seluruh batch Buvanel Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025 yang beredar sejak 12 Februari 2015.

Sekretaris Perusahaan dan Direktur Keuangan Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan perseroan masih menghitung dampak penarikan obat tersebut terhadap kinerja perseroan. “Saat ini prosesnya penarikannya masih terus berjalan,” kata Vidjongtius melalui pesan singkat, Selasa. 17 Februari 2015.

Kabar yang beredar menyebutkan dua orang yang menjadi pasien di Rumah Sakit Siloam meninggal dunia pasca injeksi obat anestasi tersebut. Namun, Vidjongtius enggan memberikan komentar terkait insiden tersebut. Melalui keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia pada Senin, 16 Februari 2015, Vidjongtius menjelaskan penarikan kedua obat ini dimaksudkan sebagai prosedur pengendalian mutu dan wujud tanggung jawab preventif terhadap konsumen. Namun, manajemen tidak merinci lebih lanjut terkait dengan penyebab pasti penarikan kedua obat bius tersebut.

Setelah berhembus kabar mengenai penarikan dua jenis obat anestasi yang bermasalah, saham KLBF pada perdagangan Senin, 16 Februari 2015 anjlok hingga 3,74 persen atau 70 poin ke posisi Rp 1.870 per lembar. Bahkan pada perdagangan hari itu, saham Kalbe Farma sempat menyentuh level terendah di Rp 1.780 per lembar. Namun, pada perdagangan Selasa, 17 Februari 2015, saham KLBF kembali ditutup menguat 0,56 persen atau 10 poin ke posisi Rp 1.810.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) Darodjatun Sanusi menilai penarikan produk farmasi yang menimpa PT Kalbe Farma Tbk. tercatat sebagai kejadian yang luar biasa. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan pasti terkait dengan kesalahan produksi hingga berpotensi membahayakan konsumen.

“Dengan melihat yang sudah dilakukan BPOM dan Kalbe sudah baik, kami saat ini menunggu hasilnya. Kami mempercayai penanganan oleh BPOM akan maksimal dan menentramkan banyak pihak,” kata Darodjatun ketika dihubungi, Selasa, 17 Februari 2015.

Darodjatun juga menilai terlalu dini menyimpulkan apa yang menjadi disfungsi produk anestesi Kalbe Farma. Yang penting, menurut dia, investigasi perlu dilakukan dari berbagai dimensi, baik dari sisi produksi maupun sisi lainnya. “Masalahnya terlalu teknis, kami menunggu keterangan resmi dari BPOM dan produsen agar satu suara sehingga menenangkan,” ujar Darodjatun.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memerintahkan penghentian proses produksi dan membekukan izin edar produk anestesi milik PT Kalbe Farma Tbk. untuk memudahkan investigasi produk. Pada 12 Februari 2015, Kalbe Farma telah dengan sukarela menarik seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025 yang beredar.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy A. Sparringa mengatakan pengaduan masyarakat telah direspons dengan baik oleh Kalber Farma, lewat penarikan dua produk anestesi tersebut. “Hasil investigasi belum ada. Kami terus memonitornya dan yang penting masyarakat tidak perlu khawatir. Karena produk ini, diberikan oleh dokter spesialis dan informasi tentang penghentian penggunaan sementara sudah diinformasikan,” kata Roy, Selasa, 17 Februari 2015.

Badan Pengawas Obat dan Makanan memerintahkan penghentian proses produksi dan membekukan izin edar produk anestesi milik PT Kalbe Farma Tbk. untuk mempermudah investigasi produk. Pada 12 Februari 2015, Kalbe Farma telah dengan suka rela menarik seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025 yang beredar.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy A. Sparringa mengatakan pengaduan masyarakat telah direspons dengan baik oleh Kalber Farma, lewat penarikan dua produk anestesi tersebut. “Hasil investigasi belum ada. Kami terus memonitornya dan yang penting masyarakat tidak perlu khawatir. Karena produk ini, diberikan oleh dokter spesialis dan informasi tentang penghentian penggunaan sementara sudah diinformasikan,” kata Roy saat dihubungi, Selasa, 17 Februari 2015.

Roy mengatakan produk anestesi tidak bisa ditemukan sembarangan oleh konsumen dan penggunaannya harus melewati persetujuan dokter. Dia menambahkan penarikan produk ini tidak akan mengganggu ketersediaan obat anestesi di rumah sakit. Produk yang dihentikan aktivitas produksi dan pembekuan izin edarnya adalah seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml, sementara untuk Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025 hanya ditarik dari peredaran.

Pada pemberitaan sebelumnya, dikutip dari laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) disebutkan bahwa Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy telah diterbitkan edarnya pada 4 September 2014 oleh BPOM. Obat ini didaftarkan kepada BPOM oleh Kalbe Farma dengan nomor registrasi DKL0611637043A1. Penerbitan dilakukan oleh registrasi obat Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi BPOM. Obat ini memiliki bentuk sediaan injeksi 5 mg/ml dengan komposisi Bupivacaine Hydrochloride.

Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) menarik dua jenis obat anestesi lokal yang digunakan dalam bedah urologi serta bedah sesar yakni batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025. Berdasarkan informasi di laman resmi pusat perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia (Perdossi) yang dikutip Selasa, 17 Februari 2015 disebutkan Buvanest merupakan larutan isotonik, isobarik, steril yang mengandung bupivacaine HCl untuk anestesia lokal dan diberikan secara parenteral dengan injeksi.

Komposisi obat ini terdiri dari tiap ampul Buvanest 0,5 persen mengandung Bupivacaine HCl 5 mg/ml.

Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat ini:
  • Anestetik lokal sebaiknya hanya digunakan oleh dokter yang benar-benar mengetahui tentang diagnosis dan penanganan toksisitas yang berhubungan dengan dosis serta kedaruratan akut lain. Dan setelah dijamin oksigen, obat resusitasi lain, alat resusitasi kardiopulmoner, dan tenaga yang dibutuhkan untuk penanganan reaksi toksik dan kedaruratan yang berkaitan tersedia dengan cepat.
  • Selama pemberian epidural, Buvanest diberikan dalam dosis bertahap 3-5 ml dengan waktu yang cukup di antara setiap pemberian dosisnya.
  • Pemberian Buvanest® tidak dianjurkan untuk anak di bawah 12 tahun.
  • Pada pasien di atas 65 tahun, sebaiknya dosis diseleksi dan fungsi ginjal dimonitor.
  • Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal, hati, dan kardiovaskuler.
  • Tidak dianjurkan mencampur bupivacaine dengan anestetik lokal lain.
  • Perlu dilakukan aspirasi darah atau cairan serebrospinal sebelum injeksi anestetik lokal, untuk menghindari injeksi intravaskuler atau subaraknoid.

Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
  • Anestetik lokal dapat melintasi plasenta dengan difusi pasif. Bupivacaine dengan kapasitas ikatan protein yang tinggi (95 persen) mempunyai rasio fetal/maternal yang rendah (0,2-0,4).
  • Anestesia epidural, kaudal, atau pudendal dapat mempengaruhi kontraktilitas uterus atau usaha mengejan dari ibu.
  • Anestesia epidural dilaporkan memperpanjang persalinan kala II dengan menghilangkan refleks mengejan atau mempengaruhi fungsi motorik. Jadi selama kehamilan, Buvanest® sebaiknya digunakan hanya bila manfaatnya pada janin lebih besar daripada resikonya.
  • Bupivacaine diekskresi pada air susu ibu. Karena efek samping serius bupivacaine pada bayi yang menyusu, maka keputusan menghentikan menyusui atau tidak diberikan bupivacaine tergantung pada seberapa pentingnya obat ini untuk ibu.

Efek samping
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.

Sistemik: Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apnu, hipotensi dan henti jantung.

SSP: Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.

Kardiovaskuler: Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.

Alergi: Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensi berat).

Neurologik: Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin, inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual; anestesia persisten, parestesia, kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada kehilangan cairan serebrospinal.

Overdosis dan Penanganan
Manifestasi overdosis adalah:
  • Hipoventilasi atau apnu disebabkan injeksi Buvanest® ke ruang subaraknoid yang tidak disengaja, mungkin juga dapat menyebabkan henti jantung jika tidak ada bantuan ventilator.
  • Kejang dengan hipoksia simultan, hiperkarbia dan asidosis, ditambah depresi miokardium yang dapat mengakibatkan aritmia jantung, bradikardia, fibrilasi ventrikel asistol, atau henti jantung.

Penanganan Darurat Anestetik Lokal:
  • Pengawasan tanda vital kardiovaskuler dan pernapasan serta kesadaran pasien setelah setiap injeksi anestetik lokal. Bila ada tanda perubahan, berikan oksigen.
  • Penatalaksanaan hipoventilasi atau apnu adalah mempertahankan jalan napas yang paten dan ventilasi terbantu atau terkontrol secara efektif dengan oksigen 100%.
  • Jika perlu, gunakan obat untuk mengontrol kejang dengan 50-100 mg succinylcholine atau 5-10 mg diazepam atau 50-100 mg thiopental bolus i.v.
  • Terapi suportif depresi sirkulasi mungkin membutuhkan pemberian cairan i.v, dan vasopresor sesuai kondisi klinik (seperti ephedrine atau epinephrine untuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium).
  • Intubasi endotrakeal setelah pemberian oksigen dengan masker, jika ditemukan kesulitan pada pemeliharaan jalan napas atau diindikasikan perpanjangan penunjang ventilator.
  • Jika terjadi henti jantung, hasil yang baik membutuhkan usaha resusitasi yang panjang.

Dosis
Buvanest 0,5 persen pada pasien dewasa:
  • Blok saraf perifer : 5 mL sampai maksimal (2 mg/kgBB)
  • Blok epidural : 10-20 mL
  • Blok kaudal : 15-30 mL
  • Larutan harus digunakan dengan segera setelah ampul dibuka. Sisa larutan harus dibuang.

Stabilitas
Simpan sediaan Buvanest pada suhu kamar (15-30°C). Jangan digunakan jika warna larutan agak merah muda atau lebih gelap dari kuning muda atau jika terjadi endapan. Gunakan segera setelah ampul dibuka, larutan yang tersisa harus dibuang.

Presentation
Buvanest 0,5 persen Vial 20 mL.

Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) menarik dua jenis obat anestesi lokal yang digunakan dalam bedah urologi serta bedah sesar yakni batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025. Berdasarkan informasi di laman resmi pusat perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia (Perdossi) yang dikutip Selasa, 17 Februari 2015 disebutkan Buvanest merupakan larutan isotonik, isobarik, steril yang mengandung bupivacaine HCl untuk anestesia lokal dan diberikan secara parenteral dengan injeksi.

Komposisi obat ini terdiri dari tiap ampul Buvanest 0,5 persen mengandung Bupivacaine HCl 5 mg/ml.

Yang perlu diketahui dari anestesi adalah:
Farmakodinamik
Anestetik lokal menghambat pembentukan dan penjalaran impuls saraf dengan meningkatkan ambang eksitasi elektrik dalam saraf, memperlambat penyebaran impuls saraf, dan mengurangi kecepatan bangkitan aksi potensial. Secara umum, terjadinya anestesia dikaitkan dengan diameter, mielinisasi, dan kecepatan konduksi serat saraf yang dipengaruhi.

Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung, eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal. Konsentrasi toksik dalam darah dapat mengakibatkan hambatan atrioventrikuler, aritmia ventrikuler dan henti jantung, kadang-kadang berakibat fatal. Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri.

Absorpsi sistemik anestetik lokal juga dapat mengakibatkan perangsangan dan/atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Anestetik lokal mempunyai efek depresi terutama pada medula dan pusat yang lebih tinggi. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.

Farmakokinetik
Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Setelah injeksi bupivacaine untuk blok kaudal, epidural atau saraf perifer pada manusia, kadar puncak bupivacaine dalam darah dicapai dalam 30-45 menit, diikuti oleh penurunan kadar sampai kadar tidak bermakna selama 3-6 jam kemudian.

Tergantung dari cara pemberian, anestetik lokal didistribusi luas ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tinggi ditemukan pada organ dengan perfusi tinggi seperti hati, paru, jantung dan otak. Bupivacaine, terutama dimetabolisme di hati melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan metabolit utamanya adalah 2,6 pipecoloxilidine. Mula kerja hambatan spinal bupivacaine cepat dan anestesia bertahan lama.

Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi. Anestetik lokal diikat protein plasma dalam derajat yang bervariasi. Waktu paruh bupivacaine pada pasien dewasa adalah 2,7 jam dan pada neonatus 8,1 jam.

Lama kerja analgesia bupivacaine 0,5 persen antara 3-5 jam pada segmen torakal bawah dan lumbal. Bupivacaine 0,5 % menghasilkan relaksasi otot pada anggota badan bagian bawah selama 3-4 jam. Ginjal adalah organ ekskresi utama untuk kebanyakan anestetik lokal dan metabolitnya.

Ekskresi melalui urin dipengaruhi oleh perfusi renal dan faktor-faktor yang mempengaruhi pH urin. Hanya 5 persen dari bupivacaine yang diekskresi dalam urin dalam bentuk asal. Jika diberikan dalam dosis dan konsentrasi yang dianjurkan, bupivacaine biasanya tidak mengakibatkan iritasi atau kerusakan jaringan serta tidak menyebabkan methemoglobinemia.

Beberapa parameter farmakokinetik anestetik lokal dapat diubah secara nyata dengan adanya penyakit hati dan ginjal, penambahan epinefrin, faktor yang mempengaruhi pH urin, aliran darah ginjal, cara pemberian obat, dan umur pasien. Pasien usia lanjut mencapai analgesia dan hambatan motorik maksimal lebih cepat daripada pasien muda. Pasien usia lanjut juga menunjukkan konsentrasi puncak plasma yang lebih tinggi tetapi klirens plasma total pada pasien ini menurun.

Indikasi
Buvanest 0,5 persen diindikasikan untuk anestesia lokal atau regional dan sebagai analgesia pada pembedahan, untuk prosedur bedah mulut, prosedur terapi dan diagnostik, serta prosedur obstetrik.

Kontraindikasi
Buvanest dikontraindikasikan untuk:
  • Anestesia blok paraservikal obstetri.
  • Anestesia regional intravena.
  • Pasien dengan hipersensitivitas terhadap bupivacaine atau anestetik lokal golongan amida lainnya atau komponen lain dari larutan Buvanest®

No comments:

Post a Comment