Sunday, February 15, 2015

Indonesia Butuh Pabrik Batu Mulia Untuk Standarisasi Batu Akik

Demam batu mulia di Indonesia tak hanya melambungkan harga batuannya, tapi membuka lapangan kerja luas. Direktur Indonesia Gemstone Suwandi Gazali mengatakan tren batu mulia di masyarakat bisa berlangsung lama karena potensi konsumennya besar. "Perlu ada pabrik batu mulia yang mengolah dan memakai standarisasi produk," katanya pada Jumat, 13 Februari 2015.

Ia membandingkannya dengan Thailand, yang punya gedung 60 lantai yang mengolah batu mulia seperti permata. "Padahal Thailand bukan penghasil batu permata, tapi bisa jadi pengekspor besar di dunia," kata dia. Jika ingin mengikuti langkah itu, Indonesia harus punya alat, teknologi, dan tenaga kerja yang andal untuk mengolah batu mulia.

Tak sekadar mengasah batu mulia sebagai mata cincin, keterampilan dan teknik pekerjanya juga dibutuhkan untuk membuat dudukan cincin dengan desain apik, liontin batu, anting, dan aksesoris lainnya. "Saat ini batu mulia tidak ada standar harga seperti emas. Harganya tergantung hasil kesepakatan penjual dan pembeli. Harga bisa dibuka sesukanya dari Rp 2-5 miliar, tinggal siapa yang mau beli," kata dia.

Geolog yang juga pengusaha batu mulia di Bandung, Sujatmiko, mengatakan, demam batu mulia sekarang sangat menjanjikan bangkitnya ekonomi kerakyatan. Batu akik yang biasanya murah kini bisa berlipat-lipat harganya. Pengasah batu juga banyak memerlukan tenaga baru. "Orang yang terampil belum banyak, pemerintah perlu banyak membuat pelatihan," ujarnya.

Menurutnya, sekarang kesempatan rakyat kecil bisa hidup berkecukupan dari batu mulia. Ia mencontohkan, harga 1 gram batu bacan kini bisa seharga Rp 2-5 juta. "Harganya bisa turun, tapi dalam jangka waktu lama," ujar dia.

Penambangan bahan batu akik yang marak terjadi di Wonogiri, Jawa Tengah, dikhawatirkan merusak kawasan hutan lindung. Apalagi lokasi penambangan dilakukan di kawasan tebing dan rawan longsor. Wakil Administrator Perum Perhutani KPH Surakarta, Johni Andarhadi telah berkali-kali menemukan bekas penggalian di petak 58 dan 61 hutan lindung yang berada di Kecamatan Tirtomoyo. "Penambangan bahan batu akik ini marak sejak enam bulan terakhir," katanya, Jum'at 14 Februari 2015.

Hanya saja, petugas kesulitan untuk menemukan pelakunya karena penambang menggali dengan sembunyi-sembunyi. Petugas yang berpatroli hanya menemukan bekas galian serta peralatan yang ditinggalkan. Dia menyebut kegiatan penambangan itu termasuk perbuatan yang ilegal. Sebab, penambangan di kawasan hutan lindung harus memperoleh izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Setahu saya kementerian belum mengeluarkan izin penambangan di lokasi tersebut," katanya.

Padahal, aktivitas penambangan tersebut cukup membahayakan lantaran dilakukan di tebing yang curam. "Selain membahayakan, penambangan juga akan merusak fungsi hutan lindung," katanya. Lokasi itu juga menjadi rawan longsor lantaran penambang membuat lubang di tebing batu. Bupati Wonogiri, Danar Rahmanto, tengah menyiapkan regulasi penambangan batu bahan akik. Menurutnya, penambangan tersebut memiliki potensi besar mengingat kualitas batu akik yang dihasilkan dari Wonogiri cukup bagus. "Ini sudah tergolong batu mulia," katanya. Sebutir akik dari Tirtomoyo bisa dijual dengan harga jutaan rupiah.

Batu akik tersebut berjenis Fire Opal atau Berjat Api yang memiliki tingkat kejernihan yang tinggi. "Saat ini menjadi buruan kolektor," katanya. Menurutnya, penambangan tersebut mampu meningkatkan perekonomian di tiga desa di Tirtomoyo.

No comments:

Post a Comment