Friday, February 20, 2015

Pemerintah Akan Beri Wewenang Direktorat Jendral Pajak Boleh Lihat Lihat Jumlah Deposito Nasabah Bank

Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberian kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang bisa 'mengintip' rekening deposito nasabah perbankan. Penundaan ini dilakukan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Demikian diungkapkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro kala ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (20/2/2015). Semestinya, aturan ini mulai dijalankan pada pada 1 Maret 2015.

"Ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan," ujar Bambang. Menurut Bambang, penundaan ini bukan karena ada keluhan dari kalangan perbankan. Dia menyebutkan, perlu kajian lebih dalam terutama di sisi payung hukum. "Bukan karena banyak keluhan. Tapi kita nanti melihat hukumnya yang tepat," sebutnya.

Sebelumnya, pada 26 Januari 2015 telah diterbitkan aturan No PER-01/PJ/2015 tentang Perubahan Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya.

Dengan aturan ini, Ditjen Pajak dapat menerima bukti potong yang dilakukan perbankan terhadap deposito secara lebih rinci. Termasuk juga nominal deposito yang dimiliki oleh setiap deposan. Tujuannya adalah untuk memastikan pembayaran pajak deposan sudah sesuai atau belum

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Gatot Suwondo mengatakan, kebijakan tersebut justru akan berpotensi kaburnya dana nasabah ke luar negeri. "Saya ngeri, takut deposan tarik dana mereka. Kalau dipaksakan kemungkinan bisa pada kabur," tegas Gatot. Menurut Gatot, pemerintah seharusnya jangan menerapkan kebijakan yang membuat nasabah menjadi ketakutan. Hal ini justru akan merugikan Indonesia sendiri.

"Kita usahakan jangan sampai ini, daripada mereka taruh di Singapura. Kalau dibuat begini nanti pada kabur," ucap dia. Selama ini, kata Gatot, pihaknya berupaya untuk bisa menarik dana investor asing masuk dalam negeri untuk pengembangan bisnis perseroan. Dengan kebijakan pajak itu, dia khawatir investor akan beralih ke negara lain.

"Kalau tujuannya (penerimaan) pajak, pajak itu memang harus tumbuh. Tapi kalau begini, ini orang-orang (investor) sudah dibujuk susah-susah terus pada balik lagi. Pusing kita," tuturnya. Gatot menambahkan, membuka kerahasiaan perbankan merupakan pelanggaran. Ini harus dikaji kembali.

Pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan aturan yang membolehkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk mengakses deposito di bank. Penundaan berlaku sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengakui ada keberatan dari sejumlah bank mengenai aturan ini. Pasalnya, ada kekhawatiran melanggar kerahasiaan nasabah bank yang dilindungi oleh Undang-undang Perbankan. "Nggak, bukan dari kami (usulan penundaan) tapi industri perbankan. Ada interpretasi seperti itu (melanggar UU Perbankan) dari industri," ungkap Muliaman kala ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/2/2015).

OJK sendiri, lanjut Muliaman, sudah memahami tujuan Ditjen Pajak yang diperbolehkan 'mengintip' dana nasabah di deposito. Bahkan OJK juga menyarankan kebijakan lain untuk mendukung kepatuhan pajak nasabah perbankan. "Kita juga sudah paham. Bahkan saya sedang mendiskusikan bagaimana misalnya kewajiban untuk punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi seluruh nasabah bank," paparnya.

Sebelumnya, pada 26 Januari 2015 telah diterbitkan aturan No PER-01/PJ/2015 tentang Perubahan Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya. Aturan ini sedianya berlaku mulai 1 Maret 2015.

Dengan aturan ini, Ditjen Pajak dapat menerima bukti potong yang dilakukan perbankan terhadap deposito secara lebih rinci. Termasuk juga nominal deposito yang dimiliki oleh setiap deposan. Tujuannya adalah untuk memastikan pembayaran pajak deposan sudah sesuai atau belum

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Gatot Suwondo pernah mengatakan kebijakan tersebut justru akan berpotensi kaburnya dana nasabah ke luar negeri. "Saya ngeri, takut deposan tarik dana mereka. Kalau dipaksakan kemungkinan bisa pada kabur," tegas Gatot. Menurut Gatot, pemerintah seharusnya jangan menerapkan kebijakan yang membuat nasabah menjadi ketakutan. Hal ini justru akan merugikan Indonesia sendiri.

"Kita usahakan jangan sampai ini, daripada mereka taruh di Singapura. Kalau dibuat begini nanti pada kabur," ucap dia. Selama ini, kata Gatot, pihaknya berupaya untuk bisa menarik dana investor asing masuk dalam negeri untuk pengembangan bisnis perseroan. Dengan kebijakan pajak itu, dia khawatir investor akan beralih ke negara lain.

"Kalau tujuannya (penerimaan) pajak, pajak itu memang harus tumbuh. Tapi kalau begini, ini orang-orang (investor) sudah dibujuk susah-susah terus pada balik lagi. Pusing kita," tuturnya. Gatot menambahkan, membuka kerahasiaan perbankan merupakan pelanggaran. Ini harus dikaji kembali.

"Tolong, ego sektoral jangan kental-kental. Buka kerahasiaan bank jelas melanggar, UU-nya ada. Sudah jelas," katanya.

No comments:

Post a Comment