Saturday, February 21, 2015

Ignasius Jonan Tolak Investigasi dan Beri Sanksi Terhadap Lion Air Karena Pemiliknya Wantimpres Jokowi ?

Kemenhub diminta untuk menginvestigasi Lion Air karena telah menelantarkan penumpang dengan adanya penundaan penerbangan hingga puluhan jam secara masif. Menhub Ignasius Jonan mengaku tak ada yang harus diinvestigasi karena kasus itu sudah jelas masalahnya. "Apanya yang diinvestigasi itu? Kan sudah jelas-jelas menelantarkan penumpang dengan pembatalan atau penundaan penerbangan," ucap Jonan, Sabtu (21/2/2015).

Jonan menegaskan Kemenhub selaku regulator tidak mengatur semua ranah korporasi dari operator transportasi, kecuali keselamatan dan standar pelayanan yang berlaku. Soal keterlambatan ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) nomor 77. Dalam Permenhub tersebut tidak ada saksi bagi maskapai jika menelantarkan penumpang. Maskapai hanya diwajibkan untuk memberikan ganti rugi.

"Adalah orang yang kurang paham untuk meminta Kemenhub investigasi kejadian Lion menelantarkan penumpangnya beberapa hari lalu," ucapnya. Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta agar Kemenhub melakukan investigasi menyeluruh terhadap persoalan yang menimpa maskapai Lion Air yang sering mengalami delay dan merugikan penumpang.

"Karena Lion Air itu dianggap relatif sering, itu harus ada investigasi serius," kata Fahri, Jumat (20/2/2015). Selain itu, menurut Fahri, regulasi penerbangan juga wajib diperbaiki. Kemenhub harus sangat disiplin dalam mencermati regulasi penerbangan. "Ini karena belum menyebabkan nyawa melayang saja, kalau sudah begitu baru panik pecat sana pecat sini. Ini justru gejala awal yang harus dilacak kementerian sehingga yang menyebabkan nyawa melayang ini harus dituntaskan dulu. Jangan menunggu muncul korban," kata Fahri.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan membebaskan Lion Air Group dari sanksi pembekuan izin terbang kendati maskapai milik Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Rusdi Kirana itu telah membuat ratusan calon penumpang terlantar dan memicu kericuhan di Bandara Soekarno-Hatta.

"Pak Menteri (Perhubungan) bilang Kemenhub tidak bisa kasih sanksi pembekuan (terhadap Lion Air) karena ini pelayanan," ujar Suprasetyo, Direktur Jenderal Perhubungan Udara di Jakarta, Jumat (20/2).  Seperti diketahui, puluhan pesawat maskapai berlogo kepala singa mengalami keterlambatan penerbangan sejak Rabu (18/2). Buruknya pelayanan Lion Air tersebut memicu emosi ratusan calon penumpang di terminal 1 dan 3 Bandara Soekarno-Hatta. Delay ini juga menelantarkan ratusan penumpang di sejumlah bandar udara, seperti di Yogyakarta, Padang, Pekanbaru, dan Medan.

"Sanksinya dari masyarakat," lanjut Suprasetyo.  Suprasetyo mengakui Kemenhub memberikan perlakuan beda antara kasus delay Lion Air dengan kecelakaan AirAsia. Menurutnya, Lion Air lolos dari sanksi karena menyangkut pelayanan, sedangkan AirAsia kena sanksi pembekuan izin terbang karena menyangkut masalah keamanan

"Beda, ini masalah bisnis antara Lion dengan penumpang. Kalau AirAsia itu masalah keamanan," tuturnya.  Menurutnya, Kemenhub baru berani memberikan sanksi pembekuan izin kepada maskapai jika terjadi pelanggaran standar prosedur operasional (SOP) yang terkait dengan keselamatan dan kemanan penumpang.

Sementara itu terkait Lion Air, terkait pelayanan telah mengikuti ketentuan mengenai cadangan penerbangan. "Ada aturan bagaimana maskapai mengatur cadangan maskapai. Lion bilang ada cadangan enam (pesawat)," tuturnya.  Menyangkut masalah ganti rugi, Suprasetyo justru meminta publik untuk menekan maskapai agar menyiapkan dana tunai yang cukup jika sewaktu-waktu terjadi delay yang mengharuskan maskapai mengembalikan uang tiket.

"Nanti kamu sarankan maskapai sediakan cash flow yang cukup," tuturnya.  Sebagai informasi, Kemenhub membekukan sementara izin terbang AirAsia rute Surabaya-Singapura selang beberapa hari setelah pesawat QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata. Regulator menilai ada pelanggaran izin terbang karena AirAsia tak semestinya terbang pada hari Minggu.

PT Lion Mentari Airlines atau Lion Air adalah maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia milik pengusaha nasional Rusdi Kirana. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sekarang juga menjabat sebagai Anggota Watimpres untuk bidang ekonomi.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan pihaknya memutuskan untuk menghentikan sementara izin rute baru yang diajukan maskapai Lion Air. Keputusan tersebut diambil setelah mengetahui fakta bahwa selama 3 hari terjadinya keterlambatan sejumlah penerbangan Lion Air tidak memiliki Standard Operational Procedure (SOP) dalam menangani kondisi darurat (crisis time).

“Permohonan izin rute yang baru akan direview lagi sampai Lion Air bisa meyakinkan ada tata cara penanganan krisis yang lebih baik,” ujar Ignasius Jonan kepada CNN Indonesia, Jumat (20/2). Dalam satu hari kemarin (20/2), Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dua kali melontarkan pernyataan terkait sanksi bagi PT Lion Mentari Airlines yang menelantarkan penumpangnya di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng tanpa kejelasan sejak Rabu (18/2).

Pada pagi hari, mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) tersebut menegaskanpemerintah akan menghentikan penerbitan izin rute baru oleh Lion untuk sementara waktukarena dinilai tidak memiliki standar penanganan penumpang yang baik ketika terjadi krisis.

Namun sore harinya melalui Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo, Jonan justru menganulir pernyataan tersebut dengan mengatakan pemerintah tidak bisa memberikan sanksi karena kericuhan penumpang yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta hanya disebabkan dari sisi pelayanan.

“Pak Menteri bilang Kementerian Perhubungan tidak bisa kasih sanksi pembekuan karena ini pelayanan. Sementara sanksi pembekuan izin terbang untuk AirAsia diberikan karena menyangkut masalah keamanan,” ujar Suprasetyo seperti diberitakankemarin. Ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado Agus Tony Poputra menilai tidak bertaringnya Menteri Jonan dan instansinya selaku regulator di industri penerbangan disebabkan oleh penguasaan pangsa pasar penumpang domestik Lion Group yang dominan.

Lion Group melalui tiga maskapainya yaitu Lion Air, PT Wings Abadi (Wings Air), dan PT Batik Air disebut Agus telah menguasai mayoritas pangsa pasar penumpang domestik. Hal tersebut yang kemudian disebut Agus menjadi penyebab utama pemerintah sangat berhati-hati dalam mengeluarkan tindakan tegas bagi Lion. “Pemerintah akan semakin tergantung pada pelaku monopoli. Akibatnya, akan menyandera kebijakan pemerintah terkait dengan bisnis penerbangan. Dampaknya, persaingan usaha penerbangan semakin menjadi tidak sehat,” kata Agus ketika dihubungi, Sabtu (21/2).

Mengutip data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, sepanjang 2013 lalu Lion Air menguasai 43 persen pangsa pasar, diikuti oleh maskapai PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 23 persen, PT Sriwijaya Air sebesar 11,36 persen, PT Citilink Indonesia 7,05 persen, PT Indonesia AirAsia 3,99 persen, dan lain-lain.Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengaku sudah seringkali meneruskankeluhan-keluhan yang diterima para penumpang Lion Air kepada Kementerian Perhubungan maupun ke manajemen maskapai milik Rusdi Kirana, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dari Partai Kebangkitan Bangsa.

"Kementerian Perhubungan itu memble kalau menghadapi Lion, apalagi sekarang Rusdi Kirana jadi Wantimpres. Selama ini pengaduan konsumen banyak dari Lion. Kami sudah hubungi Lion tapi jarang direspon,” ujar Tulus. YLKI menurutnya berharap pemerintah bisa segera melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja Lion Air yang selama ini dinilai banyak merugikan konsumen.

Sementara Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana menilai, seharusnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bisa memberikan sanksi tegas kepada Lion Air. “Jonan harus berani meskipun Rusdi Kirana pendukung Jokowi-JK,” katanya.

No comments:

Post a Comment