Thursday, February 12, 2015

Pakai Formalin Untuk Awetkan Ikan ... Nelayan NTT Dapat Uang Ganti Rugi Rp. 40 Juta Dari Pemerintah

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan ganti rugi dana sebesar Rp 40 juta kepada nelayan. "Sekitar Rp 40 juta yang kami ganti untuk nelayan. Namun, angka pastinya masih dilakukan perhitungan oleh tim DKP," kata Kepala DKP NTT Abraham Maulaka, Kamis, 12 Februari 2015.

DKP NTT menyita dan memusnahkan ikan-ikan lemuru yang diduga berformalin dari Flores Timur dan Lembata sebanyak 12 ton. Ikan-ikan itu hendak dijual di Kupang. Namun, dugaan itu ternyata tidak terbukti. Hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kupang menyatakan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan itu tidak berformalin.

Oleh karenanya, DKP wajib memberikan ganti rugi kepada nelayan. "Tim masih menghitung untuk memastikan berapa banyak yang berformalin, dan tidak." Ganti rugi itu sebagai pengganti modal usaha nelayan. Selain modal usaha, DKP juga harus mengganti 117 kotak pendingin milik nelayan yang juga dimusnahkan. "Sudah ada kesepakatan dengan nelayan untuk ganti rugi itu."

Anggota DPRD NTT Kristin Patti meminta DKP untuk mengganti seluruh kerugian yang ditanggung nelayan jika ikan yang diduga berformalin, tidak terbukti. "Harus ada kompensasi atau pergantian modal usaha bagi nelayan."  Salah satu pengusaha ikan yang merugi itu John Mamo. Ia mengaku rugi puluhan juta rupiah akibat pemusnahan ikan yang diduga berformalin itu. Karenanya John menunggu ganti rugi itu dibayarkan DKP.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menyita 12 ton ikan yang mengandung formalin, Kamis, 29 Januari 2015. Ikan tersebut berasal dari Kabupaten Lembata dan Flores Timur.  "Ikan yang ditahan meliputi berbagai jenis, antara lain lamuru dan tongkol," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Abraham Maulaka di Tempat Pendaratan Ikan Oeba, Kota Kupang.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa ikan asal Kabupaten Lembata mengandung formalin. Kepastian itu disampaikan oleh Kepala Tempat Penampungan Ikan Oeba, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Legi Wiandri. "Ikan itu mengandung formalin sebanyak 0,44 ppm," kata Legi, Kamis, 29 Januari 2015. Sebanyak lima ton ikan yang terbukti mengandung formalin itu dibongkar Kapal Motor Sinar Bakti 02 di TPI Oeba, Senin, 26 Januari 2015 lalu.

Ia menjelaskan kandungan formalin 0,44 ppm dalam ikan tersebut didasarkan atas hasil uji Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi NTT. "Hasil uji laboratorium ini ditandatangani Kepala LPPMHP Januario Da Luz, dan Kepala Seksi Pengujian Vitus M Vebrian," katanya.

Namun, menurut dia, ikan-ikan berformalin itu sudah terlanjur di jual kepada masyarakat NTT. Ikan berformalin itu semuanya ikan lamuru. Kebanyakan ikan-ikan itu sudah di jual ke Oesao, Camplong, dan Takari di Kabupaten Kupang serta Soe, Timor Tengah Selatan. "Ada juga yang di jual di pasar tradisional di Kota Kupang," katanya.

Legi mengaku hanya bisa menahan dokumen kapal. Sedangkan ikan-ikan tersebut tidak bisa ditahan, karena sudah terlanjur di jual kepada para pengumpul dan diangkut ke luar Kota Kupang. "Walaupun kadarnya sedikit, namun ikan dilarang menggunakan pengawet, seperti formalin," tegasnya.

Sedangkan pemilik ikan diserahkan ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk diproses secara hukum. "Saat ini masih dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap nahkoda dan anak buah kapal," katanya.  Abraham menjelaskan, berdasarkan uji yang dilakukan di laboratorium Pembinaan dan Pemeriksaan Mutu Hasil Perikanan DKP NTT, ikan-ikan itu positif mengandung formalin. "Semua ikan itu ditahan dan pelaku diproses sesuai dengan aturan yang berlaku," ujarnya.

Ikan tersebut diangkut dua kapal ikan dari Lembata dan Flores Timur dan rencananya akan dijual di Kota Kupang. Ikan tersebut sempat digelar di TPI Oeba. Lantas, ada pemeriksaan laboratorium oleh petugas. Abraham mengatakan ikan yang di jual ke luar kabupaten seharusnya memiliki surat keterangan asal ikan dari DKP kabupaten. "Surat keterangan itu memuat kelayakan ikan untuk dikonsumsi," tuturnya.

Dengan penemuan tersebut, total ikan berformalin yang masuk ke Kupang telah mencapai 17 ton. Sebelumnya, 5 ton ikan berformalin dari Lembata masuk ke Kota Kupang. Ikan-ikan tersebut telah dijual kepada warga di daratan Timor, seperti Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. "Kami tegas menindak pelaku penjualan ikan berformalin ini," katanya.

Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan maraknya peredaran ikan berformalin. Ikan-ikan ini diberi formalin karena nelayan kesulitan menangkap setelah cuaca buruk melanda wilayah NTT beberapa pekan terakhir. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Abraham Maulaka mengatakan ikan berformalin ditemukan pertama di Kabupaten Sikka. Ikan berformalin ini mulai masuk ke wilayah Kota Kupang. “Pertama kami temukan di Sikka tetapi ada indikasi sudah masuk ke Kupang,” ujarnya kepada wartawan di kantornya, Rabu, 28 Januari 2015.

Dinas Kelautan dan Perikanan NTT berhasil mengamankan sebanyak lima ton ikan yang diduga menggunakan bahan pengawet formalin dari Kabupaten Lembata, "Ikan sebanyak lima ton itu diangkut menggunakan sebuah kapal nelayan dari Lembata," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT Abraham Maulaka kepada wartawan, Rabu, 28 Januari 2015.

Ikan dan kapal tersebut, menurut dia, sudah ditahan Polisi Pamong Praja dan penyidik Dinas Kelautan dan Perikanan pada Senin, 25 Januari 2015. Untuk mengungkap kasus ikan berformalin ini, katanya, pihaknya telah membentuk tim yang terdiri dari penyidik Dinas Kelautan dan Perikanan NTT, Polisi Pamong Praja, petugas Tempat Pelelangan Ikan Oeba, dan laboratorium kesehatan. "Tim Terpadu Pembinaan dan Pengendalian Bahan-bahan Kimia ini akan memeriksa apakah ikan-ikan yang ditahan tersebut menggunakan formalin atau tidak," katanya.

Abraham mengatakan, penemuan ikan berformalin ini disebabkan cuaca buruk yang melanda perairan NTT dalam beberapa pekan terakhir. Cuaca buruk menyebabkan nelayan sulit untuk menangkap ikan. Alhasil, nelayan harus lebih lama berada di laut untuk memenuhi kapalnya dengan ikan. Karena waktu berlayar yang lebih lama inilah yang membuat para nelayan mengawetkan ikan dengan diberi formalin.

Dia mengatakan, jika ikan tersebut menggunakan formalin, maka para pemiliknya akan diproses hukum. Ikan berformalin ini juga banyak ditemukan di Kabupaten Sikka. "Kami mendukung langkan Pemda Sikka yang melakukan proses hukum pemilik ikan berformalin itu," katanya. Di Kupang, marak ditemukan ikan berformalin yang kebanyakan berasal dari Flores, seperti Lembata, Flores Timur, dan Sikka.

No comments:

Post a Comment