Ekonom yang kini menjadi Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Fauzi Ichsan, memprediksi Amerika Serikat akan menjadi negara swasembeda energi pada 2030.
Fauzi mengatakan target swasembada energi Amerika Serikat tersebut akan berjalan mulus. "Peluang kenaikan harga minyak yang drastis relatif kecil," ujar Fauzi di Jakarta, Kamis, 12 Februari 2015.
Menurut Fauzi, Amerika sekarang menjadi negara produsen minyak terbesar dengan produksi mencapai sembilan juta barel per hari. "Jumlah itu melebihi negara penghasil minyak sekelas Arab Saudi," katanya.
Kondisi harga minyak dan biaya produksi yang menurun saat ini, tutur Fauzi, dimanfaatkan Amerika sebagai kesempatan untuk meningkatkan produksi minyaknya. "Harga minyak tetap rendah karena OPEC tidak mengurangi produksinya," ucapnya. Akibat murahnya harga minyak saat ini, AS akan menggenjot produksi industri sektor lain. Seusai swasembada energi, neraca dan pertumbuhan Amerika Serikat akan semakin melonjak naik.
Untuk tahun ini, Fauzi mengatakan harga minyak akan stabil di kisaran US$ 50 per barel. Anjloknya harga minyak ini juga memberi dampak positif kepada Indonesia. Kondisi ini dimanfaatkan pemerintah untuk menghapus subsidi BBM.
Indonesia juga tertolong dengan jatuhnya harga minyak, sehingga laju inflasi bisa dikendalikan akibat penurunan harga BBM. "Tapi Indonesia sangat terpukul akibat harga komoditas yang menjadi andalan ekspor juga turun," ujar Fauzi. Sejumlah pelaku bisnis minyak dunia memperkirakan harga minyak akan turun dalam waktu yang cukup lama. "Menurut saya, penurunan harga akan berlangsung selama 2-3 tahun," kata Bos British Petroleum, Bob Dudley, seperti dikutip dari BBC, Kamis, 22 Januari 2015
Dudley mengatakan, tidak hanya Inggris, negara penghasil minyak lain akan mengalami kesulitan yang sama. Negara yang dia maksud adalah Norwegia, Rusia, Angola, Venezuela, Skotlandia, dan Nigeria. "Perekonomian mereka ditantang dalam menyesuaikan harga baru minyak tersebut," ujarnya.
Kepala Eksekutif Eni, perusahaan minyak Italia, Claudio Descalzi, mengatakan seluruh perusahaan minyak akan mengurangi pengeluaran modal sebanyak 10-13 persen tahun 2015. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pasokan minyak apabila Organisasi Negara Pengekspor (OPEC) gagal mengendalikan suplai. "Defisit akan terjadi selama 4-5 tahun sebelum harga kembali naik," ujarnya.
Harga minyak terus menukik sejak Juni 2014, dari US$ 110 menjadi di bawah US$ 45 per barel. Penurunan harga dipengaruhi oleh keputusan OPEC yang emoh menurunkan produksi minyaknya November lalu.
No comments:
Post a Comment