Pemerintah Kota Blitar mengumumkan perusahaan investasi berkedok konsultasi keuangan PT Dua Belas Suku (DBS) menyalahi perizinan. Perusahaan itu diketahui telah menghimpun dana miliaran dari masyarakat dan kini mengalami kemacetan.
Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kota Blitar Suharyono mengatakan PT DBS kini dalam sorotan pemerintah, lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kepolisian terkait macetnya proses investasi yang diikuti ribuan orang di Blitar dan sekitarnya. Sejumlah peserta investasi melaporkan perusahaan itu ke polisi lantaran dana yang dijanjikan tak kunjung terbukti. "Mereka hanya mengantongi izin jasa konsultasi keuangan, bukan investasi," kata Suharyono.
Meski menyalahi izin, namun hingga kini pemerintah belum akan melakukan penutupan atau langkah administrasi terhadap perusahaan itu. Sebab lembaga kepolisian sudah lebih dulu melakukan upaya hukum dengan memeriksa tindak penipuan yang dilaporkan anggotanya. Informasi yang diperoleh di lapangan PT DBS berhasil meyakinkan ribuan anggotanya untuk menyerahkan uang sebagai bentuk penanaman modal.
Tak tanggung-tanggung, jumlah uang yang berhasil dikelola mencapai Rp 900 juta hingga Rp 1,8 miliar per hari. Kepada penyetor uang, mereka menjanjikan pengembalian modal plus bunga dalam waktu singkat. Dengan nilai investasi minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 5 juta, penanam modal bisa mendapatkan bunga sebesar 30 persen setiap minggu.
Di luar deposit akun tersebut, setiap anggota DBS juga diwajibkan membayar administrasi senilai 15 persen dari deposit. Uang administrasi tersebut diperuntukkan membayar operasional 27 pegawai di kantor DBS Blitar dan simpanan perusahaan. Keberadaan kantor inilah yang turut meyakinkan penanam modal bahwa investasi tersebut tidak bodong.
Mereka terdiri dari berbagai kalangan mulai pegawai swasta, pegawai negeri, ibu rumah tangga, hingga wartawan yang berharap mendapatkan keuntungan besar tanpa bekerja. Hingga kini jumlah anggota PT DBS tercatat sebanyak 40 ribu orang.
Namun setali tiga uang dengan perusahaan investasi bodong lainnya, PT DBS mulai tak membayarkan hak penanam modal sejak bulan Desember 2014 lalu. Manajemen berdalih terjadi kemacetan akibat penarikan dana besar-besaran dari anggota hingga Rp 100 miliar. "Itu bisa kami atasi," kata Endik Jauhari, juru bicara PT DBS Blitar.
Disinggung soal izin investasi dari Otoritas Jasa Keuangan seperti yang dipersoalkan PT KPT Blitar, dia mengakui tidak memiliki. Namun pimpinannya sudah mengantongi izin kegiatan dari Mabes Polri. Surat sakti itulah yang dipergunakan untuk membuka kantor di Blitar dan menarik dana miliaran rupiah.
Macetnya dana investasi ini tak urung membuat seluruh anggotanya ketar ketir. Sebagian dari mereka yang tak sabar melaporkan pengelola PT DBS ke polisi. Namun sebagian lain memilih menunggu janji manajemen untuk mengembalikan modal meski tanpa disertai bunga seperti yang dijanjikan. "Bisa kembali saja sudah untung, ini disuruh nunggu terus," kata Gembul, salah satu korban investasi PT DBS.
Dia dan sebagian besar anggota lainnya memilih pasif dan melapor ke polisi karena berharap uangnya kembali. Mereka khawatir pengurus DBS akan lepas tangan ketika ditangkap polisi. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh Rusly Albas mengatakan, umumnya, lembaga-lembaga keuangan menawarkan keuntungan yang sangat besar. Bahkan sering kali tidak masuk akal. Selanjutnya, dana masyarakat itu tidak dicatat dalam segregated account(akun terpisah) agar mudah dipergunakan secara tidak bertanggung jawab.
Menurut Rusly, biasanya, modus penipuan yang berkedok perusahaan investasi tidak memiliki dokumen yang sah dari regulator (pengawas terkait), yakni Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Komoditi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, Badan Koordinasi Penanaman Modal, serta instansi terkait lain.
“Warga jangan mudah percaya apabila ada perusahaan investasi yang tidak dapat menunjukkan dokumen persetujuan yang sah dari pengawas terkait,” ujar Rusly di Banda Aceh, Kamis. Karena itu, Rusly meminta masyarakat Aceh berhati-hati dan waspada dalam berinvestasi pada lembaga keuangan tanpa izin OJK. Sampai saat ini, seperti yang disampaikan OJK pusat, terdapat 262 perusahaan atau lembaga yang menawarkan produk investasi yang izinnya diberikan oleh otoritas lain.
Tanpa izin OJK, bukan berarti perusahaan tersebut melakukan kegiatan yang melawan hukum. “Hanya saja, masyarakat diminta untuk tetap waspada, rasional, dan bijak dalam menerima dan menggunakan produk investasi,” tutur Rusly.
No comments:
Post a Comment