Wednesday, July 1, 2015

BPS: Inflasi Juli 2015 Sebesar 0,54 Persen dan Inflasi Yoy 7,26 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulan Juni 2015, sebesar 0,54 persen. Inflasi tahun kalender tercatat 0,96 persen, dan inflasi tahun ke tahun sebesar 7,26 persen.  Kepala BPS Suryamin menyebut, inflasi komponen inti sebesar 0,26 persen, sedang inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 5,04 persen. Pada bulan Juni, kota Palu mengalami inflasi paling rendah sebesar 0,03 persen, sementara Tual mengalami deflasi paling tinggi di angka minus 0,08 persen.

"Menurut kelompok pengeluaran, inflasi yang masih tinggi adalah bahan makanan yang sebesar 1,6 persen, dengan andil 0,33 persen. Hampir 61 persen inflasi Juni disumbang dari bahan makanan," terang Suryamin dalam paparan, Rabu (1/7/2015). Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi kedua yakni makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang sebesar 0,55 persen. Suryamin menambahkan, kelompok pengeluaran tertinggi ketiga inflasinya yakni perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,23 persen. "Inflasi kelompok sandang masih rendah 0,28 persen," sambung Suryamin.

Pada bulan Juni, BPS mencatat inflasi komponen inti sebesar 0,26 persen, dan harga yang diatur pemerintah juga 0,26 persen. Sementara itu kelompok barang harga bergejolak inflasinya paling tinggi 1,74 persen. "Komponen energi inflasinya hanya 0,50 persen, ini karena tidak ada lagi kenaikan harga BBM, kecuali Pertamax," ucap Suryamin.

Badan Pusat Statistik mencatatkan inflasi Juni 2015 sebesar 0,54 persen. Menurut BPS, kunci pemerintah untuk menstabilkan inflasi terletak pada ketersediaan pasokan pangan dan sandang. "Harus ada pasokan yang cukup karena permintaan akan terus meningkat hingga Lebaran nanti," ujar Kepala BPS Suryamin, Rabu, 1 Juli 2015. Musababnya, meningkatnya angka inflasi dari 0,5 persen ke 0,54 persen memang berasal dari kenaikan harga pangan di bulan Ramadan.

Menurut Suryamin, kenaikan harga sudah terlihat di berbagai jenis pangan. Di antaranya daging ayam ras, telur ayam ras, apel, beras, cabai merah, gula pasir, dan ikan segar. Total andil inflasi yang disebabkan oleh pangan mencapai 0,33 persen dan 0,54 persen angka inflasi total. "Kalau saja pasokan aman, maka saya yakin inflasi Juli nanti akan kurang lebih sedikit dari bulan Juni," ujar Suryamin. Selain itu, ia juga berharap jika prediksi Badan Meteorologi dan Geofisika ihwal bahaya badai El Nino yang akan datang tahun ini tak berdampak signifikan.

Secara tren hingga akhir tahun, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan bukan tidak mungkin target inflasi akhir tahun yang dipatok pemerintah 4-6 persen akan tercapai. Namun, dengan catatan pemerintah dapat mengendalikan inflasi dan pasokan pangan hingga bulan Juli mendatang. "Kuncinya ada di dua bulan ini (Juni-Juli)," ujar Sasmito. Selain itu, pemerintah juga akan mendapat angin segar dari hilangnya pengaruh inflasi akibat kenaikan harga BBM tahun lalu di akhir 2015.

Dengan inflasi sebesar 0,54 persen pada Juni ini; tingkat inflasi tahun kalender sepanjang Januari hingga Juni 2015 tercatat sebesar 0,96 persen. Sedangkan untuk inflasi year on year tercatat sebesar 7,26 persen.  Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati meminta kepada pemerintah untuk bisa mengantisipasi laju inflasi yang tinggi pada Juli 2015. Menurut riset yang dilakukan Indef, kemungkinan besar inflasi pada Juli 2015 bisa mencapai 1 persen.

"Kemungkinan pada Juni 2015 ini bisa di atas 0,5 hingga 0,6 persen. Untuk Juli 2015 bisa sampai 1 persen," ujarnya seperti ditulis Jakarta, Jumat (19/6/2015). Enny menjelaskan, ada dua faktor mendorong laju inflasi. Pertama, tingginya harga komoditas saat puasa dan Lebaran. Kedua, bertepatan tahun ajaran baru bagi siwa pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

"Saya khawatirkan inflasi pada Juli nanti akan lebih tinggi dari Mei, bahkan bisa lebih tinggi dibanding Juni. Soalnya Lebaran berbarengan dengan tahun ajaran baru," ujarnya. Namun menurut Enny, pemerintah masih bisa mengantisipasi laju inflasi tersebut. Salah satunya dengan mendorong diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang acuan harga komoditas.

"Sebenarnya memang akan ada Perpres pengembalian, ada harga acuan dan aturan penyimpanan tidak boleh barang lebih dari 3 bulan. Itu memang menjadi payung hukum. Tapi tidak cukup kalau pemerintah tak memiliki instrumen stabilitasasi harga," ujarnya. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan realisasi inflasi pada Mei 2015 di atas perkiraan mereka. Oleh sebab itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan agar target inflasi 2015 di maksimal 5 persen bisa terjaga.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs menjelaskan, jika dilihat secara bulanan, inflasi Mei 2015 tercatat 0,50 persen sedangkan secara tahunan di level 7,15 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya yang tercatat 0,36 persen secara bulanan atau 6,79 persen secara tahunan.

Penyebab naiknya angka inflasi tersebut adalah peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food). "Realisasi inflasi pada Mei 2015 tersebut berada di atas perkiraan BI dan di atas rata-rata inflasi historis pada bulan Mei dalam 6 tahun terakhir," jelasnya. Menurut Jacobs, peningkatan inflasi volatile food terutama terjadi pada komoditas aneka cabai, daging dan telur ayam ras, bawang merah, dan bawang putih. Tekanan harga pada komoditas tersebut lebih tinggi dari penurunan harga beras yang menyumbang deflasi sebesar 0,04 persen.

Selain itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang dikendalikan oleh pemerintah (administered prices), terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik dan tarif angkutan udara. Namun, tekanan inflasi inti masih terjaga di level yang cukup rendah yakni sebesar 0,23 persen secara bulanan, sejalan dengan kegiatan perekonomian domestik yang cenderung tumbuh moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali.

Ke depan, BI terus mencermati berbagai risiko yang memengaruhi inflasi, khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar, penyesuaian administered prices, faktor musiman menjelang Ramadan dan Lebaran, serta gejolak harga pangan terkait kemungkinan terjadinya El Nino.

Dengan perkembangan realisasi inflasi Mei 2015 tersebut, BI menilai bahwa target inflasi 2015 di kisaran 4 persen masih dapat dicapai. Namun, diperlukan penguatan koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI), termasuk langkah-langkah strategis dalam mengendalikan tekanan harga pangan khususnya menjelang Ramadan dan lebaran

Badan Pusat Statistik mencatat adanya inflasi Juni 2015 sebesar 0,54 persen. Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,14. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juni) 2015 sebesar 0,96 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2015 terhadap Juni 2014) sebesar 7,26 persen. Demikian seperti dikutip dari keterangan tertulis BPS, Rabu (1/7/2015).

Komponen inti pada Juni 2015 mengalami inflasi sebesar 0,26 persen; tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–Juni) 2015 sebesar 1,99 persen; dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Juni 2015 terhadap Juni 2014) sebesar 5,04 persen.

Dari 82 kota IHK, tercatat 76 kota mengalami inflasi dan 6 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sorong 1,90 persen dengan IHK 119,69 dan terendah terjadi di Palu 0,03 persen dengan IHK 120,46. Sementara deflasi tertinggi terjadi di Tual 0,80 persen dengan IHK 133,57 dan terendah terjadi di Pangkalpinang 0,14 persen dengan IHK 117,90.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi pada Juni sebesar 0,66 persen. Angka tersebut didapatkan dari hasil survei bulanan yang dilakukan pihak BI. Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, berdasarkan hasil surveinya, pada minggu kedua Juni diperoleh angka inflasi sebesar 0,44 persen. Sementara itu, pada minggu ketiga meningkat menjadi 0,5 persen.

"Kalau bulanan itu 0,66 persen. Dan kami lihat masih ada tekanan di volatile food. Komoditi yang diwaspadai kan daging ayam dan telur ayam ras, bawang merah, cabai merah, beras dan volatile food yang lain," jelas Agus di kantornya, Jumat 19 Juni lalu.

No comments:

Post a Comment