PT Timah (Persero) bakal segera mengoperasikan pabrik kecil (miniplant) yang mengolah harta karun tanah jarang (rare earth) di Muntok, Bangka Barat. Pabrik tersebut ditargetkan bakal beroperasi pada Agustus 2015. Direktur Utama PT Timah Sukrisno mengatakan, untuk melancarkan proyek ini, PT Timah bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Penelitian untuk mengolah rare earth dari pasir monazite dilakukan cukup lama. "Penelitiannya bukan berbulan-bulan ini, tapi butuh bertahaun-tahun," tutur Sukrisno
Dikatakan Sukrisno, PT Timah menggandeng Batan karena pasir monazite adalah mineral ikutan dari proses penambangan timah yang mengandung zat radioaktif, uranium juga thorium. Sedangkan dari PT Timah sendiri bakal mengambil rare earth yang bisa digunakan untuk industri.
Sukrisno mengatakan, saat ini pabrik yang bisa memproduksi 50 kg pasir monazite dalam sehari itu baru tahap comissioning, artinya dalam tahap penyelesaian. Biasanya tahap comissioning berlaku saat pabrik sudah beroperasi namun belum ada beban yang diproduksi. "Saya sudah cek, berhasil comissionong. Ini baru awal, nggak sampai dua minggu selesai. Saya harap Agustus sudah selesai," tuturnya.
Jika sudah berhasil dan beroperasi secara komersial, lanjut Sukrisno, PT Timah akan mengembangkan proyek ini menjadi sebuah proyek yang lebih besar. Mengenai bahan baku pun nantinya tak akan terus mengandalkan mineral ikutan dari penambangan timah.
"Memang sekarang kita mengolah apa yang kita punya dari mineral ikutan dari proses pertimahan. Ke depannya kita harus nambang yang namanya logam tanah jarang. Kalau sudah proyek itu memang harus besar. Nggak mungkin nanti kalau masih kecil, akan stagnan pabriknya. Kalau minggu ini sudah oke, dari segi kapasitas, barangkali nggak sampai awal Agustus, itu sudah komersial," jelasnya.
Sukrisno menyebut, 50 kg monazite tak bisa seluruhnya menjadi tanah jarang atau rare earth. Ada 12 elemen yang terkandung di dalam pasir monazite, salah satunya adalah rare earth. Juga uranium dan thorium. Tak hanya timah, harta karun tanah jarang di Indonesia banyak dicari oleh negara-negara luar. Tanah jarang atau yang juga biasa disebut rare earth punya nilai yang tinggi, juga harga yang mahal. Berapa harganya?
Tanah jarang banyak didapat dari monazite atau mineral ikutan dari proses penambangan timah. Direktur Utama PT Timah, Sukrisno mengatakan, tanah jarang, sesuai namanya adalah barang yang langka dan jadi rebutan karena punya nilai jual yang sangat tinggi. "Ini kan mahal, banyak yang cari karena langka. Jadi rebutan," tutur Sukrisno.
Mantan Direktur Utama PT Bukit Asam ini menyebut, tanah jarang yang bisa digunakan untuk komponen elektronik dan otomotif berteknologi tinggi, termasuk mobil hingga pesawat ulang alik ini harganya jauh lebih tinggi dari timah. Padahal, tanah jarang biasa disebut 'limbah' dari pasir timah. "Harganya 10 kali lebih besar dari timah. Dijualnya per kg," tuturnya.
Jika dihitung, harga timah saat ini diperkirakan mencapai US$ 15.300/ metric ton. Jika dikonversikan ke kilogram (kg) maka, per kg-nya, harga timah bisa mencapai US$ 15,3 atau setara Rp 198.900. Nah, tanah jarang disebutkan Sukrisno bisa mencapai 10 kali lipat dibanding harga timah. Berarti jika diasumsikan harga timah adalah Rp 198.900/kg, maka harga tanah jarang mencapai Rp 1.989.000/kg.
PT Timah tengah membangun pabrik pengolahan tanah jarang berkapasitas 50 kg Monazite (bahan baku) per hari. Pada bulan Agustus nanti diperkirakan pabrik ini bakal beroperasi secara komersial. Rare earth atau tanah jarang banyak dicari oleh negara-negara di dunia, terutama mereka yang punya industri manufaktur yang berkembang. PT Timah yang mengolah tanah jarang di Indonesia bakal mengekspor produk harta karun tersebut.
Direktur Utama PT Timah, Sukrisno mengatakan, saat ini, China merupakan negara yang paling besar punya produksi tanah jarang, namun hampir seluruh produksinya tersebut adalah untuk kebutuhan dalam negeri. "Sekarang hanya China yang sudah produksi ini. Logam timahnya juga kan China, Indonesia nomor dua," tutur Sukrisno, Selasa (7/7/2015).
Karena China memproduksi tanah jarang untuk kebutuhan dalam negeri, maka negara-negara lain membutuhkan mineral bernilai tinggi ini. Dia menuturkan, tanah jarang merupakan mineral yang jadi rebutan, karena bisa digunakan untuk komponen elektronik dan otomotif berteknologi tinggi. Selain dalam negeri, rencananya mineral ini pun bakal diekspor.
"Nanti akan dijual ke Jepang dan Korea, ini kan rebutan, banyak. Marketing sudah tawarkan ke mana-mana, karena ini barangnya langka jadi ini rebutan," tambah Sukrisno. Sebelumnya, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnuborot pun mengatakan hal senada. Karena langka dan jadi rebutan, perusahaan asing dan swasta di dalam negeri pun berlomba untuk bisa mengolah dan memproduksi tanah jarang di Indonesia.
"Bakrie juga pengen. Lalu Mitsubsihi ingin juga karena untuk keperluan industri otomotif mereka," tuturnya. Tak banyak yang tahu Indonesia punya harta karun tanah jarang yang didapat dari monazite, atau mineral ikutan yang biasanya merupakan limbah dari penambangan pasir timah. Harta karun ini punya nilai yang sangat tinggi. Berikut penampakannya.
Monazite terdiri dari beberapa elemen. Beberapa di antaranya adalah tanah jarang atau rare earth, juga elemen seperti uranium dan thorium untuk reaktor nuklir. Nah, tanah jarang adalah mineral yang bisa diproses menjadi komponen elektronik salah satunya untuk TV LCD, magnet, dan komponen otomotif atau pesawat ulang alik berteknologi tinggi.
Saat ini, BUMN PT Timah bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk mengolah dan memurnikan pasir monazite tersebut. Batan akan mengambil elemen yang mengandung radioaktif, uranium dan thorium. Sementara PT Timah membutuhkan rare earth untuk industri.
Dari gambar yang didapat, Selasa (7/7/2015), Pasir monazite sendiri bentuknya seperti pasir pada umumnya, warnanya keemasan, ada juga yang bentuknya masih seperti batu gelondongan. Pasir-pasir dan batu tersebut yang nantinya diolah menjadi elemen-elemen mineral bernilai tinggi. Direktur Utama PT Timah, Sukrisno pernah menyebut, harga dari tanah jarang bisa mencapai 10 kali lipat dari harga timah. "Harganya itu katanya 10 sampai 12 kali lebih mahal, dan dijualnya per kg," tuturnya kepadabeberapa waktu lalu.
Saat ini, pasokan mineral ikutan tersebut didominasi oleh China. Sebanyak 70% pasokan dari dunia dipasok dari Negeri Tirai Bambu, sejalan dengan produksi timah negaranya. Sama dengan Indonesia. Indonesia yang merupakan produsen kedua terbesar dunia punya potensi besar memiliki harta karun ini.
No comments:
Post a Comment