Namun di tengah lonjakan jumlah turis tersebut, Kepala BPS Suryamin justru mencatat penurunan jumlah kunjungan tajam secara tajam terjadi pada turis asal Australia. Selama Agustus, turis asal negeri kangguru itu turun 3,54 persen dibanding Agustus tahun lalu yang mencapai 98,2 ribu orang, turun 5 ribu orang dibandingkan Juli lalu.
Menurut Suryamin penurunan ini harus mendapat sorotan dari Kementerian Pariwisata Indonesia. "Ini bagian informasi yang penting bagi Kementerian Pariwisata untuk menyelidiki apakah mereka (turis Australia) beralih liburannya ke negara lain, karena sebetulnya kita punya banyak objek wisata yang bagus selain Bali," kata Suryamin di kantornya, Kamis (1/10).
Suryamin mengaku tidak mau cepat mengambil kesimpulan bahwa penurunan jumlah turis Australia akibat berkurangnya minat berkunjung ke Bali. Sebab dalam kurun waktu yang sama, BPS secara kebetulan mencatat jumlah kunjungan turis melalui Bandara Ngurah Rai, Bali pada Agustus 2015 turun 11,29 persen dibandingkan Agustus 2014 yaitu dari 336,6 ribu kunjungan menjadi 298,6 ribu kunjungan.
Demikian pula jika dibanding Juli 2015, jumlah kunjungan turis melalui Bandara Ngurah Rai, Bali turun cukup besar, yaitu 21,8 persen. Secara kumulatif (Januari–Agustus) 2015, jumlah kunjungan turis mencapai 6,32 juta kunjungan atau naik 2,71 persen dibanding kunjungan turis pada periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 6,16 juta kunjungan. Pemerintah kembali memasukkan Australia sebagai salah satu negara penerima fasilitas bebas visa. Sebelumnya, Australia sempat dicoret dari daftar negara baru penerima fasilitas bebas visa karena tidak bersedia memberlakukan asas resiprokal.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan pemerintah negeri kanguru memberlakukan kebijakan visa universal di mana setiap orang yang ingin masuk ke Australia harus memiliki visa. “Padahal Undang-undang kita menyatakan asasnya harus dua, benefit dan resiprokal. Kalau orang bisnis, kita tidak peduli memang untuk (asas) resiprokal yang penting menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk perusahaan. Tapi karena ada asas itu kita akan lobi temen-temen dari Australia untuk bisa memberikan(resiprokal),” kata Arief ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (1/9).
Tidak dapat dipungkiri selama ini turis asal Australia adalah yang paling sering berkunjung ke Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah turis Australia mencapai 1,13 juta orang pada 2014 atau sekitar 12 persen dari total turis asing yang mencapai, 9,44 juta orang.
Sedangkan untuk Juli 2015, turis Australia menyumbang sekitar 11,54 persen dari 814,2 ribu kunjungan turis asing ke Indonesia atau kontributor kedua terbesar setelah China yang menyumbang turis mencapai 15,3 persen. Lebih lanjut, Arief menampik tudingan bahwa pencoretan nama Australia sebelumnya karena ada sentimen negatif pada negara itu. “Tidak ada sentimen apa pun. Karena wisata itu lebih kepada hubungan kultural, tidak ada hubungannya dengan politik. Jadi jangan diplesetkan,” kata Arief.
Dengan diberikannya fasilitas bebas visa mulai Oktober tahun ini, diharapkan jumlah wisatawan asal Australia akan naik 20 persen dalam tempo setahun. Menurut Arief, diperlukan waktu dua hingga tiga tahun agar nantinya semua negara yang diberikan fasilitas bebas visa memberikan perlakuan yang sama kepada wisatawan asal Indonesia.
Hingga saat ini, dari 30 negara baru yang mendapatkan fasilitas bebas visa pada Juni lalu hanya Jepang yang memberlakukan fasilitas bebas visa bagi warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki paspor elektronik (e-passport). “Sejauh ini baru Jepang yang resiprokal, mungkin perlu waktu dua hingga tiga tahun untuk semua negara,” tutur Arief
No comments:
Post a Comment