Perusahaan telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (XL) melakukan manuver finansial untuk menanggulangi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Jika tidak dilakukan manuver, pelemahan rupiah dipastikan bakal menambah beban utang perseroan. Presiden Direktur XL Dian Siswarini mengatakan untuk memperkuat posisi keuangan perusahaan, pihaknya meningkatkan kinerja pengelolaan neraca keuangan melalui perubahan pinjaman ke mata uang rupiah serta melakukan percepatan pelunasan pinjaman dolar.
“Perseroan mengubah pinjaman dari Bank of Tokyo Mitsubishi sebesar US$ 180 juta ke dalam mata uang rupiah, sekaligus melakukan percepatan pelunasan atas pinjaman sebesar US$ 50 juta dari Bank UOB,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (1/10). “Ini merupakan bagian dari rangkaian inisiatif perusahaan untuk secara proaktif mengurangi beban kurs,” jelas Dian.
Ia menambahkan, seiring dengan agenda transformasi bisnis yang sedang dijalankan, manajemen XL telah secara jelas dan nyata menjalankan rencana untuk secara proaktif memperkuat posisi keuangan perusahaan melalui rangkaian Inisiatif Pengelolaan Neraca Keuangan. “Hal itu mencakup pengurangan risiko terhadap pergerakan nilai tukar mata uang asing,” jelasnya.
Sebelumnya pada 18 September 2015 lalu, XL juga sudah mengumumkan percepatan pelunasan atas pinjaman dari Bank UOB sebesar US$ 100 juta yang merupakan bagian dari pinjaman eksternal dalam dolar yang tidak memiliki lindung nilai (hedging) pada neraca keuangan perusahaan.
Pelemahan nilai tukar rupiah pada tahun ini memang membuat kinerja keungan XL terjerembab. Hal itu terlihat dalam laporan keuangan perseroan pada semester I 2015, di mana rugi bersih perseroan menanjak hingga 91,2 persen menjadi Rp 850,89 miliar, dari Rp 444,81 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pasalnya, jebloknya rupiah berimbas ke meroketnya rugi selisih kurs yang dibukukan oleh XL Axiata hingga 458 persen, dari Rp 250,73 miliar menjadi Rp 1,39 triliun. Hal itu ditambah melorotnya pendapatan perseroan sebesar 3,9 persen menjadi Rp 11,09 triliun pada semester I 2015 dari sebelumnya Rp 11,54 triliun.
Kendati demikian, perseroan sebenarnya berhasil menekan beban sebesar 2,3 persen menjadi Rp 10,56 triliun dari Rp 10,81 triliun. Sayangnya, laba kotor XL tetap tergerus menjadi Rp 527,14 miliar dari Rp 733,09 miliar. Hingga 30 Juni 2015, total aset XL Axiata tercatat mencapai Rp 62,4 triliun, lebih rendah dari akhir tahun lalu Rp 63,63 triliun. Sementara liabilitas XL mencapai Rp 49,16 triliun dari R p49,58 triliun, dan ekuitas perseroan tercatat Rp 13,24 triliun dari Rp 14,05 triliun.
Upaya PT Indosat Tbk mengurangi utang valuta asing (valas) terganjal pelemahan rupiah. Kejatuhan mata uang Garuda memaksa perseroan untuk menunda konversi rupiah ke dolar Amerika Serikat (AS), yang sebelumnya sudah direncanakan untuk membayar utang valas. Direktur Utama Indosat, Alexander Rusli mengatakan komposisi utang dalam bentuk dolar AS saat ini sekitar 46 sampai 50 persen dari total utang perseroan.
Berdasarkan laporan keuangan, total liabilitas atau utang yang harus dilunasi Indosat pada semester I 2015 sebesar Rp45,1 triliun. Alex menyatakan, sebelumnya manajemen bersiap mengumpulkan rupiah untuk dikonversi ke dalam dolar AS guna restrukturisasi utangnya. Sayangya, nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini memperoleh hantaman dan menjadi loyo di hadapan dolar AS.
”Jadi kita tahan dulu konversinya. Kalau dikonversi sekarang, loss-nya semakin besar. Makanya, kerjaan CFO (direktur keuangan) saat ini sedang berat-beratnya ini,” ujarnya di Jakarta, kemarin (30/9). Ia mengaku belum bisa memastikan sampai kapan manajemen bakal menunda konversi. Alex memperkirakan sampai akhir tahun ini tidak akan ada perubahan aksi korporasi.
”Tergantung outlook Rupiah. Kalau tahun depan lebih memburuk, ya, kita tunggu saja sampai dua tahun lagi,” tuturnya. Guna menjaga porsi utang, Alex menyatakan tidak akan melakukan pinjaman baru hingga akhir tahun ini. Alex mengatakan pinjaman hanya akan dilakukan untuk mengganti utang lama dengan utang baru (refinancing).
Selain mengganjal rencana konversi utang perseroan, Alex menyatakan depresiasi nilai tukar rupiah juga berimbas pada pencanangan belanja modal atau capital expenditure (Capex) perseroan. “Misalnya kan kalau budgetnya sekian dolar, kalau Rupiah melemah maka bisa berbeda nanti realisasinya,” tuturnya. Alhasil, lanjut Alex, perusahaan berencana untuk menurunkan alokasi belanja modal pada tahun depan. Pertimbangannya antara lain proyek ekspansi jaringan 4G Long Term Evolution (LTE) yang sudah diselesaikan pada tahun ini.
“Kan kalau belanja modalnya berkurang, tetapi pendapatannya meningkat artinya program kerja kami efektif. Belanja modal kami mungkin akan turun ke kisaran Rp 6 triliun sampai Rp 7 triliun. Saat ini kan sekitar Rp 8 triliun sampai Rp 9 triliun,” ujarnya.
Dari sisi kinerja, hingga semester I 2015, pendapatan perseroan naik 9,16 persen menjadi Rp 10,22 triliun dibandingkan de ngan paruh pertama tahun lalu senilai Rp 9,36 triliun. Sementara, rugi bersih menyusut 34,32 persen menjadi Rp 734,59 miliar di bandingkan dengan semester I 2014 senilai Rp 1,11 triliun
No comments:
Post a Comment