Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mendorong penggunaan uang elektronik (unik) sebagai salah satu alat pembayaran non-tunai yang dinilai jauh lebih mudah dan sederhana. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi Setyowati di Denpasar, Selasa (2/6/2015), menjelaskan bahwa penggunaan uang elektronik di Pulau Dewata diharapkan dapat menjadi yang terdepan dalam menularkan tren penggunaan non-tunai di Tanah Air.
"Bank Indonesia dengan menggandeng bank-bank penerbit uang elektronik akan terus melanjutkan sosialisasi Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) di titik-titik lokasi kampus dan mengadakan pekan belanja non-tunai di pusat-pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan sekitarnya," ucapnya.
Dewi memaparkan bahwa transaksi menggunakan uang elektronik dinilai lebih cepat, tanpa biaya transaksi (administrasi), lebih praktis karena tidak perlu repot membawa uang banyak karena dengan satu kartu sudah bisa berbelanja segala macam keperluan dengan batas maksimal transaksi sebesar Rp1 juta.
Selain itu, Unik dinilai lebih aman sehingga terhindar dari risiko mendapatkan uang palsu, mudah untuk cek dan pengisian ulang saldo yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, bisa lewat Anjungan tunai mandiri (ATM) maupun langsung di toko yang telah bekerja sama dengan bank penerbit dengan pengisian maksimum Rp1 juta.
Unik juga tidak mengenal batas transaksi dan dapat digunakan siapa saja baik oleh pemiliknya maupun pengguna lain karena tanpa menggunakan nomor PIN. "Kartu ini bahkan bisa juga untuk melakukan pembayaran tagihan listrik, telepon bahkan untuk membeli tiket kereta 'commuter line'," imbuhnya. Saat ini tiga bank yang merupakan Badan Usaha Milik Negara sudah memiliki "e-money"
Bank Indonesia meminta kalangan perbankan di Provinsi Bali untuk ikut menyosialisasikan penggunaan uang elektronik atau "e-money" kepada para kasir toko. "Kami imbau perbankan untuk ikut menyosialisasikan (e-money)," kata Kepala BI Perwakilan Provinsi Bali, Dewi Setyowati, di Denpasar, Selasa (2/6/2015). Ia meminta perbankan mengerahkan sumber daya manusianya untuk memberikan pemahaman dan pelatihan terkait tata cara penggunaan uang elektorik tersebut ketika ada konsumen yang hendak menggunakan "e-money" dalam menyelesaikan transaksi.
Selama ini, program uang elektronik pada tataran pemangku kebijakan sudah cukup optimal, namun masih banyak para kasir di toko-toko modern belum memahami penggunaan "e-money" itu. Meskipun toko-toko modern yang telah memiliki kerja sama dengan pihak perbankan yang memiliki peralatan dan mengeluarkan kartu "e-money" itu, alat-alat tersebut sebagian besar dalam kondisi mati (off).
Para petugas kasir juga kerap kebingungan ketika konsumen menggunakan uang elektronik sebagai salah satu alat pembayaran yang sah. Dewi lebih lanjut mengharapkan agar para kasir proaktif menawarkan pembayaran dengan uang elektronik apabila peralatan mesin uang elektronik tersebut sudah tersedia.
Ia memaparkan bahwa transaksi menggunakan uang elektronik dinilai lebih cepat, tanpa biaya transaksi (administrasi), lebih praktis karena tidak perlu repot membawa uang banyak karena dengan satu kartu sudah bisa berbelanja segala macam keperluan dengan batas maksimal transaksi sebesar Rp1 juta. Selain itu, "e-money" dinilai lebih aman sehingga terhindar dari risiko mendapatkan uang palsu, mudah untuk cek dan pengisian ulang saldo yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, bisa lewat Anjungan tunai mandiri (ATM) maupun langsung di toko yang telah bekerja sama dengan bank penerbit dengan pengisian maksimum Rp1 juta.
"Uang elektornik juga tidak mengenal batas transaksi dan dapat digunakan siapa saja baik oleh pemiliknya maupun pengguna lain karena tanpa menggunakan nomor PIN," ucapnya. Saat ini tiga bank yang merupakan Badan Usaha Milik Negara sudah memiliki "e-money". Bank itu yakni BNI dengan uang elektronik bernama "tap cash", BRI (Brizzi), dan Bank Mandiri (e-money). Sedangkan satu bank swasta nasional yakni BCA memikiki uang elektronik yang dinamakan "Flazz"
No comments:
Post a Comment