Monday, June 1, 2015

Mutiara Sintetis Asal Cina Mulai Banjiri Lombok Nusa Tenggara Barat

Pengrajin mutiara, emas, dan perak di Nusa Tenggara Barat mengkhawatirkan maraknya mutiara sintetis dari Cina yang dikirim dalam bentuk aksesori karena bisa merusak pasar komoditas tersebut. "Mutiara sintetis dari Cina tersebut dikirim ke Jakarta dan Surabaya, kemudian distributor kembali menjualnya ke Lombok dalam bentuk aksesori," kata Ketua Forum Komunikasi Perajin Mutiara, Emas, dan Perak (FKP-MEP) Kota Mataram H. Fauzi, SE, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.

Menurut dia, mutiara sintetis impor yang sudah dikemas dalam bentuk aksesori tersebut dijual kembali oleh para pedagang pengecer. Bahkan, mereka terkadang memberikan informasi kepada pembeli bahwa barang dagangannya merupakan mutiara air laut asli.Kondisi tersebut tentu sangat mengancam citra mutiara asli Lombok yang sudah dikenal luas di pasar nasional dan internasional."Bahaya kalau kondisi seperti itu terus dibiarkan," ujarnya.

Selain persoalan mutiara sintetis impor, kata Fauzi, para pengrajin mutiara juga mengeluhkan makin merosotnya jumlah pembudidaya mutiara air laut di NTB. Jumlah pembudidaya mutiara air laut yang tersebar di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa saat ini hanya belasan orang, dari sebelumnya mencapai puluhan orang. Makin berkurangnya pembudidaya komoditas air laut tersebut tentu berdampak terhadap produksi mutiara untuk memenuhi permintaan pasar, baik di dalam maupun luar negeri.

Karena itu, ia berharap pemerintah daerah di NTB melalui dinas terkait dapat memperhatikan lebih serius persoalan yang menjadi kekhawatiran para pengrajin mutiara. "Mutiara sudah menjadi ikon NTB karena sudah dikenal luas secara nasional dan internasional, jadi harus dijaga betul kualitas dan kuantitasnya," ucap Fauzi. Disinggung mengenai permintaan mutiara, ia mengatakan sejumlah negara masih berminat mengimpor mutiara NTB, seperti Jepang, Korea, Tiongkok, dan India.

Para pengusaha mutiara dari empat negara itu biasanya melakukan transaksi dengan bertemu langsung para pengusaha mutiara asal NTB. Volume transaksi mutiara bisa mencapai 5-10 kilogram setiap kali transaksi. Menurut Fauzan, prospek pasar mutiara ke depannya masih akan tetap cerah, meskipun kondisi ekonomi Indonesia mengalami pelambatan. Hal itu disebabkan karena mutiara NTB sudah memiliki nama yang bagus di pasar dunia.

"Penjualan mutiara saat ini masih relatif stabil. Ini informasi yang saya peroleh dari rekan-rekan sesama pengusaha mutiara," katanya. Menurut dia, mutiara sintetis impor yang sudah dikemas dalam bentuk aksesori tersebut dijual kembali oleh para pedagang pengecer. Bahkan, mereka terkadang memberikan informasi kepada pembeli bahwa barang dagangannya merupakan mutiara air laut asli.

Kondisi tersebut tentu sangat mengancam citra mutiara asli Lombok yang sudah dikenal luas di pasar nasional dan internasional. "Bahaya kalau kondisi seperti itu terus dibiarkan," ujarnya.Selain persoalan mutiara sintetis impor, kata Fauzi, para pengrajin mutiara juga mengeluhkan makin merosotnya jumlah pembudidaya mutiara air laut di NTB. Jumlah pembudidaya mutiara air laut yang tersebar di Pulau Lombok, dan Pulau Sumbawa, saat ini hanya belasan orang, sebelumnya mencapai puluhan orang.

Makin berkurangnya pembudidaya komoditas air laut tersebut tentu berdampak terhadap produksi mutiara untuk memenuhi permintaan pasar, baik di dalam maupun luar negeri.Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah daerah di NTB, melalui dinas terkait untuk memperhatikan lebih serius persoalan yang menjadi kekhawatiran para perajin mutiara."Mutiara sudah menjadi ikon NTB karena sudah dikenal luas secara nasional dan internasional, jadi harus dijaga betul kualitas dan kuantitasnya," ucap dia.Terkait permintaan mutiara, Fauzi mengatakan sejumlah negara masih berminat mengimpor mutiara NTB, seperti Jepang, Korea, Tiongkok, dan India.

Para pengusaha mutiara dari empat negara itu biasanya melakukan transaksi dengan bertemu langsung para pengusaha mutiara asal NTB. Volume transaksi mutiara bisa mencapai lima kilogram hingga 10 kilogram setiap kali transaksi.

No comments:

Post a Comment