Operator Rumah Sakit Mitra Keluarga, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk, menangkap peluang bagus meningkatnya kegandrungan pasien operasi plastik di tanah air akhir-akhir ini. "Di mitra keluarga ada dong (operasi plastik). Tapi ada dua, kecantikan yang dari pesek mau mancung, ada juga karena kecelakaan, kulitnya rusak karena terbakar jadi harus operasi plastik," kata Presiden Direktur PT Mitra Keluarga Karyasehat Rustiyan Oen ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Mitra Keluarga di Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Pihaknya, kata Rustiyan, sudah menyediakan layanan operasi plastik jauh sebelum tren mempercantik wajah tersebut booming di tanah air. "Jadi operasi plastik pasti selalu ada di Mitra Keluarga manapun," ujar Rustiyan. Selain karena gaya hidup, peningkatan permintaan operasi plastik, lanjutnya, didorong oleh semakin tingginya tingkat kesejahteraan penduduk di tanah air. "Kalau negaranya makin maju makin makmur, seperti Korea Singapura, pasti meningkat. Tapi nggak hanya operasi plastik muka tapi untuk semua operasi plastik," terangnya.
Menurut Rustiyan, peningkatan kesejahteraan di Indonesia akan mendorong pada kesehatan yang bersentuhan dengan gaya hidup. "Makin makmur mereka mau kesehatan yang lebih baik, dari hidungnya pesek maunya mancung, kalau ada duit. Jadi jenis operasinya pasti naik, meningkat tergantung pasarnya," katanya.
Rustiyan mengungkapkan, pihaknya secara rutin menerima layanan khusus tersebut dari pasien. "Di mitra keluarga ada 5-10 persen. Paling mahal saya nggak ingat satu per satu. Soal tarif tergantung pasienya mintanya apa yang dioperasi," jelasnya. Dia menambahkan, khusus layanan operasi plastik, setiap Rumah Sakit Mitra Keluarga di bawah grup perusahaan menyediakan satu hingga dua dokter spesialis bedah. "Ada satu sampai dua dokter di setiap rumah sakit kita," tukasnya.
Rustiyan juga mengungkapkan, saat ini orang Indonesia banyak yang gemar berobat di Singapura, hal ini berdampak besar ketimpangan pendapatan para dokter di Indonesia dengan di luar negeri. "Dokter per kapita (Singapura) lebih banyak. Di Indonesia dokternya nggak kalah pinter dengan dokter Singapura, tetapi dibandingkan dengan populasinya masih sangat kurang, jadi misal ada 100 dokter tapi penduduknya 240 juta, di sana 50 dokter pintar tapi untuk 7 juta penduduk. Gengsi juga pasti ada. Orang ke Singapura, tapi karena kebutuhan juga," kata Rustiyan.
Selain itu, dirinya melihat, pola kecenderungan tersebut umum terjadi di dua negara bertetangga yang mengalami ketimpangan ekonomi cukup jauh. "Tidak bisa cuma dilihat dari kesehatanya saja. Singapura negara maju kesehatanya, pendapatan per kapita nomor dua setelah Uni Emirat Arab, jadi kalau satu penduduk di negara berkembang melihat ada dekat negara maju, jadi pas untuk apapun yang tidak ada di Indonesia nyarinya ke negara maju," terangnya.
Dirinya membandingkan kondisi di Indonesia dengan apa yang terjadi di Meksiko. "Kayak Meksiko sama AS, Meksiko negara berkembang pasien mereka cari kesehatanya di AS, itu akan terjadi terus kaya gitu," ujar Rustiyan.
No comments:
Post a Comment