"Akibatnya rupiah jatuh 5,9% secara year to date (YTD), yang terburuk di Asia," kata Shim dalam risetnya, Kamis (4/6/2015). Ia mengatakan, lambatnya perekonomian Indonesia di kuartal I-2015 yang hanya tumbuh 4,7% akan membuat target pertumbuhan ekonomi tahun ini sulit tercapai. Hal ini akan membuat rupiah semakin terpuruk. Ia memprediksi posisi dolar AS hingga akhir tahun ini akan berada di kisaran rata-rata Rp 13.200.
Berikut ini kinerja mata uang negara-negara Asia sampai perdagangan kemarin:
- Dolar Taiwan 2,1%
- Yuan China 0,1%
- Dolar Hong Kong 0,0%
- Rupee India -1,1%
- Dolar Singapura -1,6%
- Won Korea Selatan -1,8%
- Dong Vietnam -2%
- Baht Thailand -2,4%
- Yen Jepang -3,6%
- Ringgit Malaysia -5,8%
- Rupiah -5,9%
Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) tak terbendung. Rupiah pun melemah cukup dalam, sampai ke titik terendahnya sejak masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Alm). Sebelum ditutup di kisaran Rp 13.290, dolar AS sempat menyentuh titik tertingginya di Rp 13.313. Ini merupakan posisi dolar terkuat dalam 17 tahun terakhir.
Menurut Analis dari Daewoo Securities, Taye Shim, posisi dolar AS tersebut merupakan yang tertinggi sejak 7 Agustus 1998. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat rupiah melemah.
"Pertama, lemahnya pertumbuhan ekonomi dan prediksinya ke depan, dan kedua, dana asing yang terus mengalir ke luar," kata Shim dalam risetnya, Kamis (4/6/2015). Posisi dolar AS yang paling tinggi terhadap rupiah ada di level Rp 16.650 pada 17 Juni 1998 alias saat krisis moneter (krismon). Setelah itu tertinggi kedua pada 25 November 2008 di Rp 12.650.
Pada saat itu terjadi krisis ekonomi global menyusul jatuhnya Lehmann Brothers. Sedangkan posisi tertinggi ketiga adalah pada masa pemerintahan Gus Dur yaitu di Rp 12.000 per 26 April 2001.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Mata uang Paman Sam tersebut diperkirakan terus menguat. Isu reshuffle kabinet beberapa belakangan terakhir cukup berkontribusi membuat pelemahan rupiah selain dari normalisasi kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan tingkat suku bunganya.
Seorang pengunjung di Money Changer Valuta Inti Prima (VIP), Menteng, Jakarta Pusat, bernama Rendy mengaku, situasi politik di dalam negeri tak bisa dipisahkan dari fluktuasi nilai tukar rupiah. Dolar AS terus menguat seiring kondisi yang dinilai tidak kondusif ini.
"Dolar memang nggak bisa prediksi. Tapi politik lagi kisruh, ini ngaruh, kondisi pemerintah ngaruh, akhir-akhir ini kan banyak berita tentang kondisi politik kita, rupiah melemah, US$ naik," jelas dia saat ditemui di lokasi, Kamis (4/6/2015).
Rendy yang juga berprofesi sebagai pedagang valas mengungkapkan, masyarakat lebih memilih dolar AS untuk investasinya selain juga untuk kebutuhan. "Ya ada yang investasi. Mereka banyak yang pegang dolar AS. Ada juga karena kebutuhan, ya macam-macamlah," katanya. Di tempat yang sama, Angga pun sependapat. Dolar AS diperkirakan akan terus merangkak. "Kita kerja di money changer juga. Prediksi kita sih dolar AS akan naik terus, rupiah akan ambrol, dolar AS tambah mahal," tandasnya.
Menurut Analis dari Daewoo Securities, Taye Shim, posisi dolar AS tersebut merupakan yang tertinggi sejak 7 Agustus 1998. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat rupiah melemah.
"Pertama, lemahnya pertumbuhan ekonomi dan prediksinya ke depan, dan kedua, dana asing yang terus mengalir ke luar," kata Shim dalam risetnya, Kamis (4/6/2015). Posisi dolar AS yang paling tinggi terhadap rupiah ada di level Rp 16.650 pada 17 Juni 1998 alias saat krisis moneter (krismon). Setelah itu tertinggi kedua pada 25 November 2008 di Rp 12.650.
Pada saat itu terjadi krisis ekonomi global menyusul jatuhnya Lehmann Brothers. Sedangkan posisi tertinggi ketiga adalah pada masa pemerintahan Gus Dur yaitu di Rp 12.000 per 26 April 2001.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Mata uang Paman Sam tersebut diperkirakan terus menguat. Isu reshuffle kabinet beberapa belakangan terakhir cukup berkontribusi membuat pelemahan rupiah selain dari normalisasi kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan tingkat suku bunganya.
Seorang pengunjung di Money Changer Valuta Inti Prima (VIP), Menteng, Jakarta Pusat, bernama Rendy mengaku, situasi politik di dalam negeri tak bisa dipisahkan dari fluktuasi nilai tukar rupiah. Dolar AS terus menguat seiring kondisi yang dinilai tidak kondusif ini.
"Dolar memang nggak bisa prediksi. Tapi politik lagi kisruh, ini ngaruh, kondisi pemerintah ngaruh, akhir-akhir ini kan banyak berita tentang kondisi politik kita, rupiah melemah, US$ naik," jelas dia saat ditemui di lokasi, Kamis (4/6/2015).
Rendy yang juga berprofesi sebagai pedagang valas mengungkapkan, masyarakat lebih memilih dolar AS untuk investasinya selain juga untuk kebutuhan. "Ya ada yang investasi. Mereka banyak yang pegang dolar AS. Ada juga karena kebutuhan, ya macam-macamlah," katanya. Di tempat yang sama, Angga pun sependapat. Dolar AS diperkirakan akan terus merangkak. "Kita kerja di money changer juga. Prediksi kita sih dolar AS akan naik terus, rupiah akan ambrol, dolar AS tambah mahal," tandasnya.
No comments:
Post a Comment