Wednesday, June 3, 2015

PT Dirgantara Indonesia Raup Laba 250 Milyar Rupiah

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) meraup laba US$ 19,3 juta (Rp 250 miliar) di akhir 2014. Perusahaan pelat merah ini sudah meraih laba sejak 2012 lalu. Kinerja PTDI ini sudah cenderung membaik sejak mencatat rugi hingga triliun rupiah di 2007. Pada periode 2009 sampai dengan 2014, PTDI telah memperoleh kontrak Rp 18,95 triliun dan penjualan Rp 13,97 triliun, yang terdiri dari kontrak dengan Pemerintah Rp 13,21 triliun atau 70% dan Non Pemerintah/Luar negeri Rp 5,74 triliun atau 30%.

Pada kurun waktu tersebut PTDI telah menyerahkan 58 unit yang terdiri 17 pesawat yaitu pesawat CN235, NC212-200 dan CN295 ke berbagai Negara dan Instansi. Selain itu perusahaan telah menyerahkan 36 helikopter berbagai jenis yang terdiri dari NAS332, NBELL412, Dauphin AS365N3 dan Fennec AS350.

"Jadi secara umum PTDI telah sehat kembali, mampu berdiri tegak dan siap bersaing di dunia industri dirgantara serta kembali memegang peranan penting dalam pengembangan Industri Penerbangan di dunia," Humas PTDI Sony Saleh Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis (28/5/2015).

PTDI merupakan perusahaan milik negara yang memproduksi pesawat terbang. Berdiri pada tahun 1976, PTDI yang pernah mengalami masa jaya pada 1976 sampai 1997. Perusahaan yang bermarkas di Bandung ini juga sempat divonis pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan September 2007. Namun putusan ini akhirnya dibatalkan oleh kasasi Mahkamah Agung RI pada Oktober di tahun yang sama.

Produsen jet tempur asal Eropa, Eurofighter, berencana mengembangkan dan memproduksi jet tempur di Bandung, Jawa Barat. Dengan jet andalannya, Typhoon, Eurofighter bakal menggandeng PT Dirgantara Indonesia (Persero). Proses produksi dan perakitan akan memanfaatkan fasilitas milik PTDI. Sebelum berproduksi di Indonesia, para mekanik pesawat PTDI telebih dahulu dilatih selama beberapa tahun di salah satu fasilitas assembly line(perakitan) Eurofighter di Spanyol.

Jet generasi 4.5 tersebut saat ini baru dimiliki 7 negara. Typhoon juga telah terlibat dalam berbagai misi pertempuran seperti di Libya. PTDI sudah mengalami ujian berat, tidak hanya menghadapi permasalahan keuangan, tapi juga harus memperbaiki citra, baik di dalam maupun luar negeri.

Pada 2007, PTDI masih mengalami kerugian akumulasi Rp 3,92 triliun dengan nilai ekuitas negatif Rp 14,67 miliar. Kerugian tersebut terus berlanjut sampai 2011, sehingga pada akhirnya pada 2011 Pemerintah menyuntikan tambahan modal non-cash melalui Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 2011 Rp 2,96 triliun dan pada tahun 2012 mendapatkan kembali tambahan modal tunai Rp 1,40 triliun agar industri dirgantara ini bangkit kembali.

Melalui program restrukturisasi dan revitalisasi, secara umum kondisi PTDI tahun 2012-2014 mengalami perbaikan dan cendrung mengalami peningkatan.  Hal tersebut dapat dilihat antara lain dari likuiditas yang mulai membaik dan dapat membiayai program-program terkontrak, struktur permodalan sehat/bankable, perolehan kontrak dan penjualan meningkat, kapasitas produksi meningkat, terjalinnya kerjasama melalui strategic alliance, dan telah mulai meraih keuntungan pada 2012.

Eurofighter memiliki rencana membuka pabrik di Indonesia. Eurofighter membuka opsi memproduksi dan merakit jet andalannya yakni Typhoon di Bandung Jawa Barat. Untuk proses produksi dan perakitan, Eurofighter siap menggandeng PT DI. "Ini peluang untuk membawa PTDI dari produsen pesawat angkut atau penumpang menjadi produsen pesawat tempur," Kata Head of Industrial Offset Eurofighter, Martin Elbourne.

PTDI digandeng bukan tanpa alasan. Airbus Group selaku induk perusahaan Eurofighter telah memiliki hubungan bisnis jangka panjang dengan PT DI. Dimulai dengan pengembangan pesawat sipil NC212 pada tahun 1976 kemudian dilanjutkan pengembangan bersama untuk pesawat CN 235 hingga CN 295.

Hubungan jangka panjang tersebut menjadi satu alasan bagi Eurofighter untuk meminang BUMN produsen pesawat asal Indonesia sebagai basis assembly line jet tempur generasi 4.5 tersebut di luar Eropa. Pesawat sekelas Typhoon dengan generasi serupa seperti Rafale buatan Prancis, JF-17 buatan Tiongkok hingga F-18 buatan Amerika Serikat (AS). Selain telah memiliki hubungan bisnis dengan induk Eurofighter, BUMN produsen pesawat ini telah memiliki fasilitas produksi pesawat dan fasilitas bandara yang lengkap di kawasan Asia.

"Kerja sama hampir 40 tahun dengan PT DI. Kerja sama telah dimulai sejak 1976," sebut Elbourne.

No comments:

Post a Comment